TEMPO.CO, Jakarta - Reza Indragiri Amriel, Alumnus Psikologi Forensik, The University of Melbourne
Pada dasarnya tidak ada satu pun perempuan yang mau menjadi pelacur. Begitu keyakinan publik. Dari pandangan sedemikian rupa, terbit empati. Dilatari empati itu, pelacur tidak dipandang sebagai penjahat, melainkan sebagai korban.
Tapi tidak sedikit pula kalangan yang menghina-dina pelacur karena, dalam anggapan mereka, keputusan untuk menjadi pelacur disetarakan dengan keputusan yang dibuat oleh orang-orang saat akan menekuni profesi-profesi lainnya.
Dunia kerja yang normal memuat hak dan kewajiban antara pihak yang mempekerjakan dan pihak yang dipekerjakan. Pada kenyataannya, "bekerja" sebagai pelacur sama artinya dengan menihilkan hak si "pegawai". Oleh mucikarinya, pelacur didehumanisasi sebagai daging penghasil uang. Tidak ada subsidi kesehatan, tunjangan kesejahteraan, santunan hari tua, dan bentuk-bentuk kepedulian lainnya yang lazim diberikan oleh majikan kepada bawahan.
Kepada pelacur dikenakan target usaha dan serbaneka kewajiban. Saat pelacur tidak berhasil meraih target dan memenuhi kewajiban, mucikarinya akan mempunyai alasan untuk menyiksa para "karyawan"-nya. Atas dasar itu, prostitusi bukanlah "pekerjaan". Prostitusi adalah relasi perbudakan. Prostitusi adalah bisnis perdagangan orang. Prostitusi adalah perundungan hak asasi manusia. Itu berarti, prostitusi sesungguhnya merupakan kejahatan kemanusiaan. Seperti itulah pandangan kalangan feminis.
Namun, apa penjelasan yang bisa diberikan untuk Deudeuh, perempuan yang disebut-sebut sebagai pekerja seks komersial daring (online), yang tewas saat melayani tamunya? Dengan paras dan perawakannya yang molek, ada deret panjang lowongan kerja yang sebenarnya bisa ia isi.
Sejauh ini tidak ada informasi bahwa Deudeuh diperbudak oleh seorang mucikari. Deudeuh memasarkan dirinya sebagai sebuah komoditas secara terbuka di media sosial. Ia yang menentukan tarif, ia pula yang mengatur jam layanannya. Segala ketentuan dan persyaratan pun ia yang tetapkan sendiri. Deudeuh laksana seorang wiraswastawan.
Demikian pula dengan seorang perempuan yang berpapasan dengan saya di lift hotel di Fukushima, Jepang. Seraya menggerai-geraikan rambutnya yang dicat kebule-bulean, perempuan itu memperkenalkan dirinya dengan amat ramah. Namanya, saya lupa. Yang sampai saat ini masih mendesing di telinga saya adalah bunyi yang semula tak bisa saya mengerti, "Am koga, am koga."
Tahu saya kebingungan, si perempuan Jepang memberikan kartu namanya bak pengusaha profesional. Di situ tertulis, sekaligus memperjelas "am koga" tadi, status di bawah namanya: call girl. "Am koga"-"I'm call girl".
Seperti Deudeuh, si "am koga" pun bekerja sendirian. Ia tak dipaksa dan tidak pula tertipu sehingga masuk ke dunia kupu-kupu malam. Mungkin, seperti temuan sejumlah riset, mereka pernah mengalami kekerasan semasa kanak-kanak. "Tapi setiap orang memiliki traumanya masing-masing," kata Sigmund Freud.
Menjadi pelacur adalah keputusan sukarela. Karena itu, si "am koga"-dan mungkin Deudeuh-tak merasa risau dengan pilihan mandirinya itu. *
Berita terkait
Puan dan Peserta KTT di Prancis Sepakat Perjuangkan Hak Perempuan
9 Maret 2024
Sejumlah gagasan yang disampaikan Puan diadopsi pada joint statement di KTT Ketua Parlemen Perempuan.
Baca SelengkapnyaInternational Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara
8 Maret 2024
Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"
Baca Selengkapnya6 Negara yang Aman untuk Solo Traveling Perempuan
8 Desember 2023
Melakukan solo traveling untuk perempuan kini bukanlah hal yang mustahil. Berikut ini rekomendasi negara yang aman untuk solo traveling perempuan.
Baca SelengkapnyaNasabah PNM Mekaar Aceh Menjadi Teladan Pemecahan KDRT
25 November 2023
Kisah Juliana soal perempuan dan perjuangan atas hak-haknya.
Baca SelengkapnyaIndonesia Kembali Terpilih Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Peroleh Suara Tertinggi
11 Oktober 2023
Indonesia kembali terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB periode 2023 - 2026 dengan perolehan suara tertinggi sepanjang sejarah pencalonannya.
Baca SelengkapnyaAktivis Perempuan Peroleh Nobel Perdamaian 2023, Begini Perlakuan Iran terhadap Wanita
7 Oktober 2023
Penganugerahan Nobel Perdamaian kepada aktivis yang dipenjara, Narges Mohammadi, telah meningkatkan pengawasan terhadap hak-hak perempuan di Iran.
Baca SelengkapnyaNarges Mohammadi, Aktivis Iran yang Dipenjara, Menang Nobel Perdamaian 2023
6 Oktober 2023
Narges Mohammadi, aktivis hak perempuan asal Iran yang kini masih dipenjara, memenangkan Penghargaan Nobel Perdamaian 2023.
Baca SelengkapnyaMarak Debat Hak Perempuan dan Aborsi di Pilpres Argentina, Kementerian Perempuan Terancam Ditutup
5 Oktober 2023
Pilpres yang sedang berlangsung di Argentina menyoroti debat tentang hak perempuan dan akses aborsi.
Baca Selengkapnya7 Film Inspiratif tentang Kesetaraan Gender, He Named Me Malala Salah Satunya
16 Juni 2023
Kesetaraan gender adalah isu yang terus diperjuangkan di seluruh dunia. Film memiliki kekuatan untuk mengangkat isu-isu sosial ini. Apa saja?
Baca SelengkapnyaKPU dan Komnas Perempuan Niat Hadirkan Pemilu 2024 yang Ramah Perempuan dan Inklusif
2 Juni 2023
KPU dan Komnas perempuan bertemu untuk bicarakan Pemilu 2024 yang ramah perempuan dan inklusif. Apa maksudnya?
Baca Selengkapnya