Slamet

Penulis

Senin, 21 Januari 2008 00:00 WIB

Slamet adalah sebuah teriakan, ketika ia bunuh diri pada umur 48. Mungkin Kota Pandeglang mendengarnya. Mungkin Banten dan Jakarta mendengarnya. Tapi hanya 10 menit.

Segera setelah itu, teriakan itu lenyap. Slamet hilang. Ia kembali jadi noktah yang melintas tipis pada layar radar, seperti berjuta-juta titik lain yang diabaikan. Jakarta sibuk. Tuan-tuan sibuk: tuan-tuan berbaris membesuk Soeharto, sang patriarkh yang gering terbaring di rumah sakit itu, dan dengan tekun tuan-tuan mengikuti naik-turun tekanan darahnya, menyimak jantung dan paru-parunya, berkomat-kamit membaca doa untuknya, dan berseru, makin lama makin keras, maafkan dia, maafkan dia.

Tentu, semua itu karena tuan-tuan orang yang beradab. Tapi tak ada peradaban yang tak berdiri di atas pengakuan bahwa ada mala yang besar (meskipun tak disebut sebagai dosa) ketika di luar pintu seseorang rubuh, tertindih, hilang harapdan kita tak menolongnya.

Slamet adalah indikator negatif peradaban. Ia yang hidup bukan sebagai penggugat, mati, dan dengan itu ia menggugat.

Lelaki ini seorang pedagang yang tekun, meskipun tetap miskin. Sejak 1993 dengan angkringannya ia jajakan gorengan singkong, tahu, tempe, dan pisang di sekitar Jalan Ahmad Yani di Pandeglang. Ia pernah yakin hidup akan lebih baik setelah ia berhenti bekerja di sebuah pom-bensin. Mula-mula memang ada harapan: ia bisa memperoleh untung sedikit-sedikit. Kata istrinya, Nuriah, Slamet dapat membawa laba sampai Rp 20 ribu sehari.

Advertising
Advertising

Tapi kemudian harga kedelai naik cepat dari Rp 3.400 menuju ke Rp 8.000 sekilo. Akhirnya Slamet hanya bisa membawa pulang rata-rata Rp 8.000, sementara tiap kali ia harus belanja bahan sampai Rp 100 ribu.

Apa yang bisa dilakukannya? Utangnya memberat. Tapi bukan hanya itu yang menimpanya. Ia, yang lahir di Ciamis dan mati di Pandeglang, ia yang berkeluarga di rumah 7 x 7 meter persegi berdinding gedek yang terletak di dekat Pasar Badak, ditentukan nasibnya tak di sana, melainkan di kejauhan: oleh para birokrat Departemen Pertanian dan Perdagangan, oleh pasar dunia yang bergejolak, oleh ladang dan lumbung di Amerika Serikat, oleh pusat-pusat makanan di Cina, oleh cuaca dan panen di Brasil, oleh struktur agribisnis di Argentina.

Apa daya Slamet di sela-sela jaringan raksasa itu? Seorang pakar Departemen Pertanian Amerika Serikat telah memperhitungkan, produksi kedelai tahun 2007-2008 akan turun 14 persen di negeri itu, dan pembaca koran tahu Amerika Serikat adalah salah satu produsen terbesar. Ketika para petani Amerika mendahulukan menanam jagung yang lebih menguntungkan untuk industri biodiesel, suplai kedelai pun merosot di dunia. Sementara itu, Brasil dan Argentina hanya meningkat sedikit panennya. Sementara itu, permintaan bertambah, terutama dari Cina dan India, dua negeri yang lebat penduduk dan sedang tumbuh pesat ekonominya. Maka harga pun membubung tak terelakkan. Di Pandeglang, Slamet terjungkal.

Apa yang bisa dilakukannya? Ia hidup di sebuah negeri dengan para birokrat yang seperti tak hendak tahu dan berbuat; tren memburuk itu bukanlah sesuatu yang mendadak. Slamet adalah sebuah indikator keteledoran.

Ia juga gejala kegagalan. Di tahun 1974, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan kedelai dengan produksi sendiri, tapi sejak 1975 sudah jadi pengimpor. Ketika di Jawa tanah-tanah pertanian yang subur dipergunakan untuk kebutuhan lain, kedelai kian tak mendapat ruang yang cukup untuk ditanam. Seorang peneliti, Dewa K.S. Swastika, bahkan sejak tahun 2000 menghitung: tanpa terobosan yang berarti, defisit kedelai akan berlanjut.

Apa "terobosan" itu, saya, seperti halnya Slamet, tak tahu. Yang saya tahu, Indonesia tak mengalami apa yang dialami Brasil. Di sana, demokrasi yang menggantikan kediktatoran militer membongkar juga kendali pemerintah atas pasar, dan di antara 2002-2003 (ketika di Indonesia tak ada lagi harapan untuk swasembada) di negeri Amerika Selatan itu produksi kedelai naik hampir 300 persen dibandingkan dengan 1987-1988.

Lebih beruntungkah Brasil ketimbang Indonesia, yang kembali ke demokrasi dengan masyarakat yang telah dipangkas habis sumber-sumber kepemimpinannya? Saya tak tahu adakah ini soal malang dan mujur. Yang pasti, demokrasi datang dan negeri ini hanya punya sederet pengambil keputusan yang kacau, atau tak cerdas, atau bingung. Tampaknya cerita kedelai ini juga cerita keledai-keledai.

Tuan-tuan pasti tak mau seperti itu. Tapi jangan takut. Cerita Slamet bukanlah hanya cerita tentang tempe dan kekuasaan dan kebebalan. Ia juga cerita sebuah keadaan, ketika seorang bisa begitu putus asa dililit utang Rp 5 juta, sementara tak jauh dari tempat ia menggantung diri ada orang-orang yang menghabiskan beratus juta untuk satu malam perhelatan. Cerita Slamet adalah cerita seorang yang dibunuh dengan acuh tak acuh. Maka ia juga cerita tentang kematian yang tak terdengar, tapi seperti sebuah teriakan.

Slamet memang tak menggugat siapa-siapa, tapi ia tetap sebuah kontras: ia kecemasan yang tak ditengok, ia bukan Soeharto yang terus-menerus dijenguk. Tapi ia lebih siap mati. Menjelang ia menggantung diri, dibelinya dua helai kaus putih. Ia bicara dengan Oji, anaknya yang masih di kelas tiga SMK Pariwisata dan sudah setahun belum membayar uang sekolah. Ia bisikkan bahwa ia akan segera meninggal.

Slamet akhirnya sebuah cerita selamat tinggal yang tenang. Putus asa itu tampaknya menyebabkannya siap dan ikhlas. Ia adalah pemberitahuan, ia seperti sajak Subagio Sastrowardojo: pada akhirnya, apa sebenarnya yang dimiliki manusia?

Tak ada yang kita punya

Yang kita bisa hanyamembekaskan telapak kaki,dalam, sangat dalam,ke pasirLalu cepat lari sebelumsemua berakhir

Goenawan Mohamad

Berita terkait

PKS Buka Peluang Usung Musa Rajekshah di Pilkada Sumut

1 menit lalu

PKS Buka Peluang Usung Musa Rajekshah di Pilkada Sumut

PKS tengah mendatangi tokoh-tokoh potensial yang punya peluang untuk diusung di Pilkada Sumut.

Baca Selengkapnya

Prakiraan Cuaca BMKG: Hujan Melanda Sejumlah Kota Besar Dipicu Bibit Siklon 91W, Waspadai Banjir Rob

4 menit lalu

Prakiraan Cuaca BMKG: Hujan Melanda Sejumlah Kota Besar Dipicu Bibit Siklon 91W, Waspadai Banjir Rob

Potensi awan hujan di sekitar bibit siklon tropis, sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi atau konvensi.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Menghapus Semua Postingan di Facebook

4 menit lalu

Begini Cara Menghapus Semua Postingan di Facebook

Menghapus semua postingan di Facebook mungkin menjadi opsi bagi beberapa orang yang ingin membersihkan akun. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

Real Madrid vs Bayern Munchen, Thomas Tuchel Akui Butuh Keberuntungan dan Tampil Presisi

14 menit lalu

Real Madrid vs Bayern Munchen, Thomas Tuchel Akui Butuh Keberuntungan dan Tampil Presisi

Bagi Thomas Tuchel, bermain melawan Real Madrid di semifinal Liga Champions adalah impian banyak pemain Bayern Munchen saat tumbuh dewasa.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tomas Bata, Sang Raja Sepatu yang Mendirikan Pabrik Sepatu Bata di Indonesia

15 menit lalu

Mengenal Tomas Bata, Sang Raja Sepatu yang Mendirikan Pabrik Sepatu Bata di Indonesia

Sosok Tom Bata dikenal sebagai "Raja Sepatu" di negara asalnya.

Baca Selengkapnya

Zico Berhasil Masuk Top 10 Billboard Global Lewat Lagu SPOT! (feat. Jennie)

16 menit lalu

Zico Berhasil Masuk Top 10 Billboard Global Lewat Lagu SPOT! (feat. Jennie)

Pencapaian di tangga lagu Billboard, ini membuktikan kepopuleran Zico di pasar musik global

Baca Selengkapnya

AstraZeneca Siap Tarik Vaksin Covid-19 karena Surplus

16 menit lalu

AstraZeneca Siap Tarik Vaksin Covid-19 karena Surplus

AstraZeneca menyatakan dengan banyaknya varian vaksin Covid-19 yang sudah diproduksi, maka terdapat surplus dari vaksin-vaksin yang tersedia

Baca Selengkapnya

Water Kingdom Mekarsari: Harga Tiket, Jam Buka, dan Fasilitasnya

16 menit lalu

Water Kingdom Mekarsari: Harga Tiket, Jam Buka, dan Fasilitasnya

Hari libur, Anda bisa berkunjung ke Water Kingdom Mekarsari di Bogor. Ada banyak wahana yang tersedia, mulai dari toddler pool hingga outbond zodara.

Baca Selengkapnya

Presidential Club Alias DPA: Dibentuk Soekarno, Dihapus saat Reformasi dan Dihidupkan Kembali Prabowo?

16 menit lalu

Presidential Club Alias DPA: Dibentuk Soekarno, Dihapus saat Reformasi dan Dihidupkan Kembali Prabowo?

Presiden terpilih Prabowo berniat membentuk 'Presidential Club' yang terdiri atas para mantan Presiden RI untuk menjadi semacam penasihat pemerintah.

Baca Selengkapnya

10 Daftar Orang Terkaya di Singapura versi Forbes 2024

17 menit lalu

10 Daftar Orang Terkaya di Singapura versi Forbes 2024

Berikut ini daftar orang-orang terkaya di Singapura versi Forbes 2024. Kekayaannya ada yang mencapai US$ 15,9 miliar. Ini informasinya.

Baca Selengkapnya