Sumiati Anastasia,Lulusan University of Birmingham, untuk Relasi Islam-Kristen
Belakangan ini cukup banyak media Barat dengan para jurnalisnya yang memprovokasi dunia Islam. Misalnya, awal Mei ini, jurnalis Pamela Geller menggelar kontes menggambar kartun Nabi Muhammad di Curtis Culwell Center, Garland, Texas, pada 3 Mei lalu. Acara itu menjadi heboh, ketika dua orang melakukan serangan saat kontes berlangsung. Kedua penyerang, yakni Elton Simpton dan Nadir Soofi, ditembak mati polisi.
Tewasnya dua penyerang dan luasnya pemberitaan merupakan keberhasilan bagi Pamela Geller. Sejak serangan ke World Trade Center, sosok 57 tahun itu memang diliputi kebencian terhadap Islam. Geller semula dikenal sebagai jurnalis dan komentator konservatif di koran New York Observer. Kini, ia aktif mengelola website-nya, yang memuat ulang 12 kartun nabi yang pernah dimuat majalah Denmark, Jyllands-Posten.
Kebencian Geller diungkapkan lewat lembaganya, American Freedom Defense Initiative (AFDI), yang aktif menggelar berbagai acara untuk menyudutkan Islam. Bahkan AFDI juga berani mengeluarkan kocek mempromosikan iklan anti-Islam. Di New York dan Miami, ia pernah memasang iklan yang berbunyi "Fatwa on Your Head?" (Fatwa atas kepala Anda?) atau "Leaving Islam" (Meninggalkan Islam) guna mempromosikan website-nya www.refugefromislam.com, yang menyediakan bantuan bagi yang ingin keluar dari Islam.
Geller juga mengungkapkan kontes kartun itu merupakan solidaritas untuk para awak Charlie Hebdo, yang menjadi korban penyerangan. Dan, berbicara tentang Charlie Hebdo, tentu tak lepas dari nama editornya, yakni Stephane Charbonnier, yang ikut tewas bersama 11 orang lainnya setelah penyerangan pada 7 Januari 2015. Charbonnier adalah "otak" Charlie Hebdo.
Pamela Geller dan Stephane Charbonnier boleh jadi mengikuti jejak jurnalis Italia Oriana Fallaci, yang anti-Islam. Dalam bukunya La Forza Ragione (Kekuatan Akal Budi, 2004), jurnalis The New York Times, The Washington Post, dan Life ini mencemaskan kian banyaknya imigran muslim di Eropa dan dampaknya bagi budaya Barat yang memuja kebebasan. Jadi, singkatnya, di mata Oriana, Islam itu membahayakan masa depan Barat dan kebebasan berekspresi. Barat memang sangat mendewakan kebebasan berekspresi. Padahal, menurut Paus Fransiskus, kebebasan berekspresi itu tidak boleh menghina agama, apalagi menganggap agama sebagai lelucon.
Teringat Paus, kita jangan gampang menyamakan Barat dengan umat kristiani. Sekularisme Barat membuat pemisahan tegas antara agama dan negara. Gereja, paus, bahkan Yesus juga kerap menjadi obyek olok-olok.
Yang perlu dicemaskan justru para ekstremis kanan, baik di Eropa atau Amerika, sebagaimana Pamela Geller, yang memang sangat anti-imigran beragama Islam. Simak saja kasus penembakan tiga muslim asal Suriah di apartemen mereka di dekat Universitas North Carolina 10 Februari 2015 (Tempo.co 11 Februari lalu). Pelakunya diduga ekstremis kanan alias teroris yang anti-Islam. Kita juga ingat akan aksi ekstremis kanan Anders Behring Breivik yang membunuh 92 orang (90-an orang lainnya terluka) di Pulau Utoeya, Norwegia, pada Juli 2011.
Masa depan umat manusia jelas tidak boleh jatuh kepada para ekstremis atau radikal. Kaum moderat, termasuk para awak media kita, ditantang untuk mencari solusi yang bijak merespons fakta di atas. Kebijaksanaan itu ada di tengah. *
Berita terkait
Pembawa Acara Talk Show Politik Populer Pakistan Diskors karena Kritik Militer
1 Juni 2021
Hamid Mir, jurnalis ternama dan pembawa acara talk show politik populer di Pakistan, diskors setelah mengkritik militer dan mendukung sesama jurnalis.
Baca SelengkapnyaAJI Jakarta Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis di Munajat 212
22 Februari 2019
AJI Jakarta mengutuk aksi kekerasan dan intimidasi oleh massa FPI terhadap jurnalis yang sedang liputan di acara Munajat 212.
Baca SelengkapnyaAJI Jakarta Kecam Intimidasi Terhadap Jurnalis Detikcom
5 November 2018
Menurut Ketua AJI Jakarta, intimidasi terhadap jurnalis seperti itu telah mengancam kebebasan pers.
Baca SelengkapnyaDukung Jurnalis Investigasi, ICIJ Luncurkan ICIJ Insiders
20 Juni 2018
International Consortium of Investigative Journalism (ICIJ) membuka program untuk para pendonor yang disebut ICIJ Insiders.
Baca SelengkapnyaBagi Jurnalis, Honduras Negeri Paling Bahaya di Amerika
4 Mei 2018
Honduras adalah negeri paling bahaya di Amerika Selatan bagi jurnalis. Pelecehan dan panggilan telepon gelap kerap diamali jurnalis.
Baca SelengkapnyaHari Pers Dunia, Jurnalis Mesir Terima Penghargaan dalam Penjara
3 Mei 2018
Memperingati hari pers dunia, jurnalis foto mesir, Shawkan, mendapat penghargaan World Press Freedom dari UNESCO ketika ia menjalani penahanan.
Baca SelengkapnyaJurnalis TV Bacakan Deklarasi Pilkada yang Damai dan Bebas SARA
3 Maret 2018
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendeklarasikan janji pemilihan kepala daerah atau pilkada yang damai, bebas konten SARA.
Baca SelengkapnyaIntimidasi terhadap Jurnalis BBC yang Meliput di Papua, Dikecam
5 Februari 2018
Tiga jurnalis BBC Indonesia diusir saat meliput wabah campak dan busung lapar di Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, karena cuitan di Twitter.
Baca SelengkapnyaPolri Belum Terima Investigasi Pengusiran Wartawan BBC dari Papua
4 Februari 2018
Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Syafruddin mengatakan belum menerima hasil investigasi terhadap pemulangan kontributor dan wartawan BBC dari Papua.
Baca SelengkapnyaJurnalis Top New York Times Diskors Gara-gara Lecehkan Reporter
21 November 2017
Jurnalis politik terkemuka New York Times diskors karena tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa reporter wanita muda.
Baca Selengkapnya