Gua

Penulis

Senin, 23 Juni 2008 00:00 WIB

Iman selamanya akan bernama ketabahan. Tapi iman juga bertaut dengan antagonisme. Kita tahu begitu dalam makna keyakinan kepada yang Maha Agung bagi banyak orang, hingga keyakinan itu seperti tambang yang tak henti-hentinya memberikan ilham dan daya tahan.

Tapi kita juga akan selalu bertanya kenapa agama berkali-kali menumpahkan darah dalam sejarah, membangkitkan kekerasan, menghalalkan penindasan.

Hari-hari ini, ketika orang-orang Ahmadiyah terpojok di beberapa kota di Indonesia, dua sisi itu muncul di kepala saya kembali.

Tiga tahun yang lalu seorang teman di Eropa bercerita tentang sepucuk surat yang ia terima dari adiknya di Basra, Irak. Si adik mengenangkan apa yang dipikirkannya ketika ia, seorang perempuan keluarga Sunni, bersembunyi di sebuah lubang di lapangan agak jauh dari rumah, sementara di luar, di jalanan, para anggota milisia Syiah lalu-lalang bersenjata. Bunuh-membunuh telah beberapa hari berlangsung. Paman mereka dan kedua anaknya tak pernah kembali.

"Saya bayangkan, saya adalah seorang penganut Islam pada tahun-tahun menjelang Hijrahseorang yang ikut bersembunyi dalam gua bersama Rasulullah, ketika orang-orang Quraisy bersimaharajalela," demikian si adik menulis. "Apakah saya akan setakut diri saya hari itu, tak putus-putusnya menanti hari jadi gelap agar saya, penganut Muhammad saw, akan bisa bebas dari pembantaian? Ataukah saya akan tabah, karena saya ada di dekat Nabi?"

Dan si adik menjawab pertanyaannya sendiri: "Benar, Rasulullah tak berada di Basra, tapi saya tetap merasa di dekat beliau. Karena seperti orang-orang Islam pertama, saya dalam posisi yang lemah, tapi tahu tak merasa bersalah. Saya tak bersalah bahkan kepada orang-orang yang ingin membinasakan kami di luar ituapalagi kepada Tuhan. Saya hanya berbeda. Saya hanya dilahirkan berbeda."

Si kakak, teman saya orang keturunan Irak yang sudah hidup di Amsterdam itu, yang seperti hafal benar dengan surat itu, tak bercerita apa selanjutnya yang ditulis adiknya. Kami berdua sedang menyeberangi Vondelpark, di sebuah awal musim panas. Orang-orang berbaring atau duduk membaca di bawah pohon, di atas rumput. Dua pemuda Cina sedang membuat sketsa. Seorang hitam memukul perkusi, sendirian.

Teman saya tak memperhatikan itu semua. Ia hanya berkata, seperti kepada dirinya sendiri: "Bedaitu perkara besar pada zaman kita. Terutama karena beda tak lagi dilihat dari luar, dari kulit tubuh dan pakaian, tapi dari dalam, dari iman."

Saya coba membantah. "Surat adikmu menunjukkan bahwa itu bukan hanya perkara besar buat zaman kita. Itu sudah sedemikian penting dan sedemikian genting sejak manusia mengenal agama-agama."

"Betul. Tapi pada zaman ini perkara itu tak hanya persoalan lokal. Iman jadi penggerak antagonisme di mana-mana di dunia. Terus terang saya tak tahu apa desain Tuhan sebenarnya dengan manusia. Beda adalah sesuatu yang Ia kehendaki. Iman adalah sesuatu yang Ia kehendaki. Tapi permusuhan?"

Iman: antagonisme? Atau iman sama dengan perisai pelindungyang juga berarti suatu kekuatan yang bertolak dari asumsi bahwa kehidupan beragama adalah semacam perang?

Saya ingat, seraya bercakap-cakap itu kami berjalan ke arah halte trem di tepi kanal. Saya ingat, saya mendegar suara jengkerik di sebuah semak. Tiba-tiba teman saya berkata, "Mengapa kita harus memakai perisai?"

Saya diam tak tahu apa yang dimaksudkannya.

"Surat adik saya itu," katanya. "Surat itu mengingatkan saya akan cerita yang saya dengar ketika saya anak-anak. Rasulullah bersembunyi di gua itu, ketika orang-orang Quraisy mencarinya untuk dibinasakan. Mereka tak curiga bahwa di dalamnya Muhammad putra Abdullah bersembunyi, sebab di pintu gua itu Tuhan meletakkan seekor laba-laba, yang menyusun jaringnya, dan dengan begitu membuat sebuah kamuflase: gua itu tak dimasuki siapa pun."

Bukankah itu sesuatu yang inspiratif, tanya teman saya itu.

Apa yang inspiratif?

Laba-laba, katanya pula. Dari cerita itu kita tahu, tak salah bila kita melihat dunia di luar itu dengan sadar, bahwa yang memisahkan "kita" dengan "mereka" cukup benang-benang tipis laba-laba. Bukan pintu besi sebuah benteng. Bukan sebuah tameng. Batas itu mengubah sikap antagonistis dengan sikap tabah, mengubah yang agresif ke luar dengan yang tenang dan yakin dalam batin.

Tentu. Mereka yang agresif dan penuh kekuatan tak dengan sendirinya akan berhenti. Batas itu memang bisa dikoyak dengan gampang; laba-laba itu makhluk yang lemah. Tapi bukankah kisah Rasulullah itu juga mengajari kita bahwa tiap iman punya guanya sendiri? Dan gua itu tak akan terjangkau bahkan oleh kebengisan apa pun?

Saya termenung. Saya dengar lagi suara jengkerik. Saya pun ingat serangga yang gampang terinjak, burung yang gampang diusir, semut yang gampang dibasmi, juga laba-laba yang mudah diterjang. Betapa rapuh. Tapi mereka punya ruang sendiri, mungkin gua, mungkin liang, mungkin sarang, yang mengandung rahasiasebagai bagian dari desain Tuhan yang juga sebuah rahasia.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari

10 menit lalu

Memahami Pentingnya Kesetaraan Lewat Lomba Lari

Plan Indonesia dan YPAC mengingatkan masyarakat soal isu kesetaraan melalui lomba lari bertajuk 'Run for Equality'.

Baca Selengkapnya

KPU Siap Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Besok, Ini yang Dilakukan

13 menit lalu

KPU Siap Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Besok, Ini yang Dilakukan

KPU klaim siap menghadapi persidangan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang akan dimulai besok, Senin, 28 April 2024.

Baca Selengkapnya

Virus Flu Burung di AS, Para Pakar: Epidemi Telah Berlangsung Lama

16 menit lalu

Virus Flu Burung di AS, Para Pakar: Epidemi Telah Berlangsung Lama

FDA memergoki temuan satu dari lima sampel susu komersial yang diuji dalam survei nasional mengandung partikel virus H5N1atau virus Flu Burung

Baca Selengkapnya

Polisi Periksa Isi Percakapan Brigadir RA dan Istri di Ponselnya, Bakal Diungkap ke Publik

20 menit lalu

Polisi Periksa Isi Percakapan Brigadir RA dan Istri di Ponselnya, Bakal Diungkap ke Publik

Isi SMS antara istri dan Brigadir RA akan dirilis oleh Polres Metro Jakarta Selatan kepada publik.

Baca Selengkapnya

Game Online yang Mengandung Kekerasan Dinilai Rusak Moral Anak

33 menit lalu

Game Online yang Mengandung Kekerasan Dinilai Rusak Moral Anak

Game online yang mengandung konten kekerasan berpotensi merusak moral anak bangsa di masa depan sehingga perlu diblokir.

Baca Selengkapnya

Klasemen MotoGP 2024 setelah Francesco Bagnaia Memenangi Balapan di Jerez

33 menit lalu

Klasemen MotoGP 2024 setelah Francesco Bagnaia Memenangi Balapan di Jerez

Pembalap Ducati Lenovo Team Francesco Bagnaia memenangi balapan MotoGP Spanyol 2024. Tipiskan jarak dari Jorge Martin yang gagal finis.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta TikTok Dilarang di Amerika Serikat

34 menit lalu

Fakta-fakta TikTok Dilarang di Amerika Serikat

ByteDance selaku perusahaan pemilik TikTok memilih untuk menutup aplikasinya di Amerika yang merugi.

Baca Selengkapnya

Rio Reifan 5 Kali Ditangkap karena Narkoba, Begini Rekam Jejak Kasusnya

36 menit lalu

Rio Reifan 5 Kali Ditangkap karena Narkoba, Begini Rekam Jejak Kasusnya

Rio Reifan ditangkap untuk kelima kalinya pada Jumat, 26 April 2024. Polisi mengamankan barang bukti berupa sabu, ekstasi, dan obat keras.

Baca Selengkapnya

Bos Garuda Indonesia Respons Kebijakan Kemenhub yang Pangkas Jumlah Bandara Internasional

36 menit lalu

Bos Garuda Indonesia Respons Kebijakan Kemenhub yang Pangkas Jumlah Bandara Internasional

Maskapai Garuda Indonesia belum ada rencana menambah perjalanan internasional dari bandara yang lain.

Baca Selengkapnya

Usai Gempa Garut M6.2, BMKG Peringatkan Potensi Longsor dan Banjir

40 menit lalu

Usai Gempa Garut M6.2, BMKG Peringatkan Potensi Longsor dan Banjir

BMKG meminta masyarakat Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung dan Garut dan mewaspadai potensi bencana susul usai gempa bumi magnitudo 6.2.

Baca Selengkapnya