Gerai

Penulis

Senin, 21 Juli 2008 00:00 WIB

Mungkinkah Indonesia akhirnya hanya sederet partai?

Sekitar seabad yang lalu, kita tak akan berkeberatan dengan itu. Indische Partij, Partai Komunis, Partai Sarekat Islam, PNI, dan lain-lain lahir. Mereka datang dengan keyakinan.

Pada masa itu, "politik" adalah gugatan. "Politik" adalah usaha membongkar sebuah wacana yang dianggap cacat, tapi dijejalkan oleh mesin kekuasaan kolonial sebagai konstruksi yang final. Menghadapi itulah "politik" adalah "pergerakan".

Berarti, di dalamnya ada kehendak mengubah keadaan, ke arah emansipasi sosial dan musnahnya ketidakadilan. Dengan kata lain, ada social imaginary: sebuah gambaran yang menggerakkan hati tentang sebuah kehidupan masyarakat yang lain, walaupun gambaran itu bukan sebuah desain yang siap.

Konon, pada awal abad ke-20, di asrama mereka, para murid STOVIAyang kemudian jadi bara pertama perlawanan antikolonialismetiap malam menyanyikan lagu revolusi Prancis dengan berkobar-kobar: "Kita lawan tirani!"

Advertising
Advertising

Berkobar-kobarChantal Mouffe menyebut arti passion dalam politik: fantasi, hasrat, "semua hal yang tak dapat diringkus jadi kepentingan dan rasionalitas", semua hal yang membentuk subyektivitas manusia. Dengan catatan: "subyektivitas" itu bukan tentang "aku". Ia justru timbul karena ada sesuatu yang universal yang datang mengimbau, sesuatu yang berarti bukan cuma buatku, tapi bagi engkau, bagi sesama, sebuah dunia yang melampaui jagat kecilku.

Dari situlah passion, atau gelora hati, terbit. Mouffe bahkan menyebut perlunya "mobilisasi gelora hati". Sebab politik sebuah partai yang menganggap dirinya bagian dari pergerakan, sebuah partai dengan "imajinari sosial" yang menggugah passionpartai politik yang seperti itu bukanlah tanda nafsi-nafsi.

Justru sebaliknya: didirikan hanya segelintir orang punseperti halnya Indische Partijpartai seperti itu pada dasarnya ingin menjangkau liyan, mereka yang lain yang juga sesama. PNI yang berangkat atas nama kaum "marhaen" dan PKI yang atas nama kaum buruh keduanya membayangkan sebuah masyarakat di mana marhaen dan proletar akan lenyap, sebab tak akan ada kelas sosial lagi: manusia akan sama rata, sama rasa.

Tapi adakah partai yang seperti itu sekarang?

Kini sejumlah partai baru muncul bagaikan lapak dan gerai, kios dan show-room. Inilah zaman ketika advertensi tak henti-hentinya menyusupi ruang kehidupan. Inilah masa ketika hasil jajak pendapat umum jadi ukuran yang lebih penting ketimbang kebenaran, ketika penampilan yang atraktif dan riuh-rendah di televisi lebih efektif ketimbang prestasi dan gagasan sosial yang menggugah. Berangsur-angsur, dalam lapak dan gerai itu yang lebih menentukan bukanlah benda yang ditawarkan. Yang lebih penting: kemasan.

Sebuah parodi yang tak disengaja naik pentas: politik jadi pekan raya. Tiap tauke kios akan berusaha mendapatkan pembeli sebanyak-banyaknya. Tapi ketegangan hanya terbatas di situ: tak akan ada yang menggugat wacana yang mendukung (dan didukung) pekan raya itu sendiri.

Jika dulu lahirnya partai politik adalah isyarat tentang apa yang berlubang dalam situasi di mana ia lahir, kini partai berdiri sebagai indikator sebaliknya: terbukanya peluang untuk investasiyang hanya bisa dilakukan mereka dengan kekayaan yang surplus.

Di sini memang politik tampak sebagai jalan yang aman. Partai tak akan jadi pembelot. Tapi saya kira sebetulnya sebuah fragmentasi diam-diam berlangsung. Sebab inilah politik tanpa "imajinari sosial", tanpa gelora hati, tanpa militansi. Inilah politik yang tak membentuk subyektivitas yang lahir karena terpanggil oleh yang universal.

Memang ada niat menjangkau pelanggan di mana saja, kapan saja. Tapi ini cuma universalitas sebagai faade. Dalam percakapan para juru kampanye partai, seperti di kantor perdagangan, orang bicara bukan jangkauan yang tanpa batas, melainkan tentang "segmen pasar".

Tentu, di pekan raya, para tauke memang bisa membuat usaha patungan. Tapi pada awal dan akhirnya yang berlaku adalah ke-masing-masing-an. Para pemilih akan datang bak konsumen. Tapi sejauh mana mereka yakin? Inilah zaman ketika kita tahu bahwa iklan mengandung dusta tapi kita toh membiarkan diri terpikatzaman berkuasanya perangai "akal yang sinis", der Zynischen Vernunft, dalam diagnosis Peter Sloterdijk.

Mungkin kita tak akan punya lagi gelora hati dalam politik. Tapi kita tak bisa mengelakkan keniscayaan hadirnya partai di sebuah demokrasi. Haruskah kita jadi ronin di luar dinding Negara? Jangan-jangan. Bagaimanapun, sebuah masyarakat tak akan dapat mengelakkan dimensi politiknyapolitik sebagai pertarungan: konsensus akan selalu berlubang, ketakadilan akan menimbulkan jerit.

Saya masih percaya, di dalam dan di luar partai, jerit itu tak akan jadi bisu. Akan selalu muncul mereka yang setia kepada gelora hati para penggugat, segumpal subyektivitas yang terbit dalam militansi, sujet fidele dalam pengertian Alain Badiou.

Saya teringat pada senja 22 Juni 1996. Di satu ruang kantor Lembaga Bantuan Hukum di Jalan Diponegoro, Jakarta, di bawah lampu neon yang tak terang, sejumlah pemuda duduk. Kurus, lusuh, tapi intens. Di leher mereka terkalung bandana merah. Mereka memaklumkan berdirinya Partai Rakyat Demokratik, sebuah partai kiriketika suasana tambah represif di bawah "Orde Baru" dan apa saja yang merah dan kiri dihabisi dan tiap partai alternatif akan dibabat.

Di ruang itu saya duduk bersama Pramoedya Ananta Toer memandangi mereka. Kami tahu, ke sana mata-mata penguasa mengintip, senjata disiapkan, penjara dicadangkan. Tapi anak-anak muda tetap saja dengan upacara sederhana yang bersejarah itu.

Bersejarah, apalagi bila dibandingkan dengan pesta kelahiran partai-partai hari ini.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Masuk Awal Kemarau, Suhu Panas di Indonesia Masih Siklus Normal

1 menit lalu

Masuk Awal Kemarau, Suhu Panas di Indonesia Masih Siklus Normal

BMKG memastikan suhu panas di Indonesia masih bagian dari kondisi tahunan, seperti kemarau, bukan akibat heatwave.

Baca Selengkapnya

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

14 menit lalu

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

Berikut ini syarat penerimaan SIPSS, Taruna Akpol, Bintara, dan Tamtama Polri 2024 serta tata cara pendaftarannya yang perlu diketahui.

Baca Selengkapnya

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

16 menit lalu

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

Mendag Zulhas bercerita panjang lebar soal alasan merevisi Permendag Nomor 36 Tahun 2024 soal pengaturan impor.

Baca Selengkapnya

Tergusur Karena Proyek LRT Jakarta, Pembangunan Masjid Baru di Cakung Kini Mangkrak

30 menit lalu

Tergusur Karena Proyek LRT Jakarta, Pembangunan Masjid Baru di Cakung Kini Mangkrak

Uang pembangunan Masjid Al Barkah di Cakung Jakarta Timur diduga dibawa kabur kontraktor sebesar Rp 9,75 miliar.

Baca Selengkapnya

Syarat Pendaftaran CPNS Polsuspas Lengkap 2024

33 menit lalu

Syarat Pendaftaran CPNS Polsuspas Lengkap 2024

Polsuspas Kemenkumham menjadi salah satu formasi yang banyak diminati pelamar CPNS. Apa saja syarat pendaftaran CPNS Polsuspas 2024?

Baca Selengkapnya

Utak-atik Jatah Partai di Kabinet Prabowo

33 menit lalu

Utak-atik Jatah Partai di Kabinet Prabowo

Untuk menampung koalisi partai pengusung, jumlah kementerian kabinet Prabowo kabarnya bertambah dari 34 menjadi 41 lembaga.

Baca Selengkapnya

Selalu Disebut Dalam Prakiraan Cuaca BMKG, Apa Beda Hujan Ringan, Sedang, dan Berat?

36 menit lalu

Selalu Disebut Dalam Prakiraan Cuaca BMKG, Apa Beda Hujan Ringan, Sedang, dan Berat?

BMKG memprakirakan kondisi cuaca suatu area berdasarkan data numerik. Hujan ringan, sedang, dan lebat dibedakan berdasarkan intensitas airnya.

Baca Selengkapnya

Menang Telak di Aceh saat Pilpres 2024, Anies: Terima Kasih Orang-orang Pemberani

40 menit lalu

Menang Telak di Aceh saat Pilpres 2024, Anies: Terima Kasih Orang-orang Pemberani

Anies Baswedan mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Aceh karena telah memberi dukungan di Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani, Investigasi Tempo soal Produk Spyware Israel Dijual ke RI

45 menit lalu

Terpopuler: Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani, Investigasi Tempo soal Produk Spyware Israel Dijual ke RI

Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Jumat, 3 Mei 2024, dimulai dari harta kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang belakangan jadi sorotan.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

46 menit lalu

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

Berita Top 3 Dunia pada Jumat 3 Mei 2024 diawali oleh Turki menghentikan semua ekspor impor dari dan ke Israel.

Baca Selengkapnya