Presiden Joko Widodo memang telah memenuhi desakan publik agar merombak kabinet. Jokowi mengganti tiga Menteri Koordinator, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Sekretaris Kabinet. Tapi penggantian ini jelas harus disertai langkah-langkah cepat untuk mendongkrak kinerja kabinet, khususnya di bidang ekonomi. Langkah cepat perlu karena, selama hampir setahun kabinet bertugas, kinerjanya masih belum memuaskan.
Muka-muka baru di kabinet diharapkan bisa menjawab tantangan ekonomi yang semakin berat. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution dan Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli, misalnya, dituntut untuk bisa segera memperbaiki indikator perekonomian, seperti kurs rupiah, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi, yang masih jauh dari harapan.??
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu yang mengecewakan. Dalam dua kuartal, pertumbuhan ekonomi terus turun dari 5,01 persen pada kuartal pertama menjadi 4,7 persen pada kuartal kedua. Tim ekonom Morgan Stanley bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun cuma mencapai 5,3 persen atau lebih rendah daripada target pemerintah 5,7 persen.??
Lambatnya pertumbuhan itu tentu tak hanya dipicu oleh faktor belanja pemerintah yang lambat. Faktor pertumbuhan yang masih disokong oleh konsumsi rumah tangga dan faktor eksternal juga ikut mempengaruhi. Tapi hal terpenting yang amat berperan adalah tak adanya sosok yang menjadi dirigen pembangunan selama ini. Menteri Sofyan Djalil, misalnya, saat menjabat dinilai belum bisa mengharmoniskan kementerian ekonomi.??
Kehadiran Darmin diharapkan bisa memenuhi keinginan pasar. Bagaimanapun, pasar membutuhkan sosok yang bisa dijadikan pegangan. Akibat tak adanya sosok yang dianggap ideal, kondisi pasar saat ini cenderung melemah. Pengalaman Darmin memimpin Bank Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak jelas merupakan modal penting untuk menenangkan dan bahkan meningkatkan kembali kepercayaan pasar. ??
Darmin, bersama Menteri Perdagangan yang baru, Thomas Lembong, juga dituntut untuk bisa meningkatkan porsi investasi dalam produk domestik bruto (PDB) yang turun dari 32,5 persen menjadi 31,94 persen. Mereka juga diminta lekas mengendalikan inflasi yang kini berada di level tertinggi dibanding lima tahun lalu. Saat ini harga barang-barang pokok di pasar naik nyaris tanpa kontrol. Ini jelas tantangan yang tak mudah bagi kementerian ekonomi.??
Situasi ekonomi global juga tak kalah pelik. Menguatnya dolar Amerika Serikat dan kebijakan Cina menurunkan nilai tukar (devaluasi) yuan telah memukul indeks saham dan rupiah. Dalam jangka pendek, devaluasi yuan akan berdampak membanjirnya impor barang dari Cina dengan harga semakin murah. Efeknya, defisit neraca perdagangan akan semakin lebar jika Indonesia masih berkutat mengandalkan ekspor komoditas mentah. ??
Dengan sejumlah fakta itu, pemerintah harus segera mengkonsolidasikan kebijakan ekonominya. Tak ada waktu untuk bersulang setelah mendapat jabatan baru. Saatnya bekerja memulihkan ekonomi masyarakat yang kini dihajar oleh kehidupan yang makin sulit.