TEMPO.CO, Jakarta - Hifdzil Alim, dosen ilmu hukum UIN Yogyakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah lagi dalam sidang praperadilan. Kali ini putusan hakim Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara garis besar menyatakan KPK tak berhak memeriksa Hadi Poernomo, mantan Ketua BPK yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Koran Tempo (27 Mei 2014) menggarisbawahi pertimbangan hakim tunggal dalam putusan praperadilan itu dengan kalimat "proses penyelidikan, penyidikan, dan penyitaan KPK tidak sah karena penyelidik dan penyidik antikorupsi ilegal".
Vonis hakim tunggal yang sekaligus sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melahirkan, setidaknya, dua pertanyaan serius. Pertama, apakah dalam kerangka hukum, kedudukan penyelidik dan penyidik KPK benar-benar melawan hukum-atau minimal tidak sah? Kedua, apakah semua kegiatan, dokumen, dan/atau produk hukum lainnya yang diterbitkan oleh penyelidik dan penyidik KPK ilegal?
Eksistensi penyelidik dan penyidik komisi antikorupsi diatur dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang berkata, "Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada KPK diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK." Tafsir atas ketentuan tersebut jelas, misalnya polisi yang menjadi penyelidik maupun penyidik di komisi antirasuah maupun jaksa yang berperan sebagai penuntut umum tidak seluruhnya berhenti dengan mutlak. Statusnya masih menjadi pegawai di kepolisian atau penuntut di kejaksaan.
Artinya, jika masa tugasnya berakhir di KPK, penyelidik dan penyidik akan kembali ke instansinya semula. Begitu juga dengan penuntut umum KPK, kalau selesai masa kerjanya di lembaga antikorupsi, ia akan kembali ke Gedung Bundar sebagai pegawai kejaksaan. Tidak lagi bekerja dan tidak pula bertanggung jawab kepada KPK.
Apakah pola pinjam pakai pegawai yang ada di KPK kemudian membuat status penyelidik dan penyidik polisi, serta penuntut umum yang bekerja di dalamnya, menjadi tidak sah atau ilegal? Jawabannya, tidak. Sebagai contoh, mari menengok ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2002. Ayat 1 pada pokoknya mengatur, semua kewenangan penyelidikan dan penyidikan yang termaktub dalam KUHAP-maknanya segala kewenangan umum investigasi ala kepolisian-berlaku pula bagi penyelidik dan penyidik antikorupsi di KPK.
Meski demikian, meskipun kewenangan umum penyelidikan dan penyidikan berlaku di KPK, garis tanggung jawabnya dibatasi oleh Pasal 38 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 yang intinya berujar, "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi di KPK." Ada batasan struktural bagi penyelidik dan penyidik di KPK. Sementara dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang mengacu ke Pasal 6 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa penyidik khusus berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian, tidak demikian dengan penyelidik dan penyidik KPK.
Penyelidik dan penyidik KPK tunduk kepada UU No. 30 Tahun 2002 dan menyimpangi Pasal 6 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), yang hal ini diperkenankan oleh Pasal 38 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002. Demi menguatkan konstruksi hukum sedemikian, maka hadirlah Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) UU 30 Tahun 2002. "Penyelidik dan penyidik adalah penyelidik dan penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK", bukan diangkat dan diberhentikan oleh Mabes Polri.
Pendek kata, secara hukum kelembagaan negara, serta berdasarkan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 39 ayat (3), Pasal 43 ayat (1), dan Pasal 45 ayat (1) UU 30 Tahun 2002 yang disinkronkan dengan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) UU 8 Tahun 1981, maka status penyelidik dan penyidik KPK adalah sah. Kedudukan penyelidik dan penyidik polisi-ataupun penuntut umum kejaksaan-yang bekerja di KPK adalah legal.
Selanjutnya, katakanlah status penyelidik dan penyidik KPK sah dan legal, mungkinkah kegiatan, dokumen, dan produk lainnya yang diterbitkan oleh para penyelidik dan penyidik KPK tidak sah atau ilegal? Kemungkinan seperti ini ada dengan catatan, sebut saja, penyelidikan, penyidikan, termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan penangkapan yang dilakukan ternyata didasarkan pada gratifikasi atau sumpah/janji dari pihak tertentu yang membuat penyelidik dan/atau penyidik melakukan segala perbuatan itu. Artinya, meski status penyelidik dan penyidik sah, produknya menjadi ilegal.
Lalu, bagaimana dalam kasus penetapan tersangka Hadi Poernomo oleh KPK? Sepertinya tidak ada yang dilanggar oleh KPK. Status penyelidik dan penyidiknya sah. Juga tampaknya tidak ada "pesanan" dalam produk hukum penetapan tersangka itu. Dengan demikian, semuanya sah atau legal.
Berita terkait
Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK
14 Januari 2019
Polisi mengakui menemukan kendala dalam mengidentifikasi bom molotov dan bom palsu di rumah pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.
Baca SelengkapnyaIdul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit
25 Juni 2017
Karena kondisi matanya belum pulih, Novel Baswedan hanya bisa merayakan Idul Fitri di rumah sakit di Singapura.
Baca SelengkapnyaAlasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan
19 Mei 2017
Polda Metro Jaya membantah bekerja lambat dalam mengungkap kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaKapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu
26 April 2017
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan serangan kepada Novel Baswedan sangat terencana dengan baik.
Baca Selengkapnya2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi
24 April 2017
Dua orang yang difoto dekat rumah Novel Baswedan berprofesi sebagai debt collector sekaligus jadi informan polisi untuk kasus pencurian motor.
Baca SelengkapnyaPolisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan
21 April 2017
Polisi tengah memeriksa seorang yang diduga pelaku penyiram air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaTiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan
13 April 2017
Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaTeror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK
13 April 2017
Air keras disiramkan ke wajah Novel Baswedan. Patut diduga, otak pelakunya berkeinginan agar Novel roboh dan KPK rapuh. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Novel Baswedan adalah ikon di KPK. Karena itu, menyerang Novel berarti pula menggempur KPK.
Baca SelengkapnyaKapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan
12 April 2017
Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan meminta seluruh jajarannya untuk bekerja maksimal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaSerangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh
12 April 2017
"Tentu ada motif. Ada pelaku di lapangan yang menyiram tentu ada yang menyuruh. Tidak mungkin berdiri sendiri," ucap Iriawan.
Baca Selengkapnya