TEMPO.CO, Jakarta - Endang Suryadinata, Peminat Sejarah
Pidato Jokowi, yang salah menyebut nama kota kelahiran Bung Karno dalam peringatan Hari Pancasila di Blitar, 1 Juni lalu, terus disorot. Kekeliruan itu boleh jadi merupakan dampak dari terisisihnya mata pelajaran sejarah dari sekolah, khususnya di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Mengapa tersisih? Kebijakan pemerintah sendirilah yang menyingkirkannya. Dalam ujian nasional, misalnya, sejak 2007, tidak ada pelajaran sejarah.
Padahal, tiadanya mata pelajaran sejarah di sekolah sangat berpotensi membahayakan perjalanan sebuah bangsa. Mengapa berbahaya? Saat ini, kita sudah melihat sendiri ada beragam krisis kebangsaan, dari ditinggalkannya Pancasila, memudarnya kohesi nasional, hingga pembusukan di semua lini kehidupan. Kita selalu kalah dalam persaingan global.
Kita lupa bahwa kebesaran bangsa-bangsa tidak terjadi secara instan, melainkan lewat kesadaran akan sejarah mereka. Di banyak negara maju, mata pelajaran sejarah sering dipakai sebagai pembentuk karakter bangsa (nation building) sekaligus sebagai upaya menanamkan kecintaan pada Tanah Air.
Pemerintah dan warga negara-negara Barat, misalnya, punya kesadaran sejarah yang layak kita tiru. Mereka sungguh menyadari bahwa kemajuan yang mereka peroleh pada masa sekarang tidak pernah lepas dari perjuangan serta dinamika para founding father/mother-nya pada masa lalu. Orang-orang Barat menyadari mereka hidup dalam perspektif ruang dan waktu, sehingga ada semacam kesinambungan antara yang nanti, yang sekarang, dan yang dulu. Tak bisa diputus-putus.
Bagi orang Barat, sejarah sebenarnya bukan hanya terkait dengan nama-nama dan peristiwa masa lalu, tapi juga bagaimana orang bisa punya kesadaran dan penghargaan akan waktu. Bandingkan dengan kita, yang kurang menghargai waktu serta tidak disiplin (mentalitas jam karet), sehingga Indonesia menjadi bangsa yang kurang kompetitif.
Bangsa kita adalah bangsa antisejarah, yang selalu membunuh masa lalunya. Masa lalu bukan bagian dirinya, melainkan sejarah "yang lain". Rezim Orde Baru, misalnya, amat doyan memanipulasi sejarah, termasuk tempat lahir Bung Karno. Para mantan jenderal dari rezim Orde Baru, yang terlibat dalam pelanggaran HAM pada masa lalu, misalnya, selalu mencoba mengelak dengan argumentasi "sudah saatnya kita menatap masa depan". Padahal, masa depan tak akan bisa diraih selama kita tak mau belajar berdamai dengan masa lalu atau sejarah.
Terpinggirkannya mata pelajaran sejarah harus dijadikan early warning karena ini menyangkut maju-mundurnya sebuah bangsa. Mata pelajaran sejarah harus segera direposisi, sedangkan metodologi pengajarannya harus direvitalisasi. Apalagi, pengenalan sejarah sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.
Pelajaran sejarah sesungguhnya sangat memikat. Kita bisa masuk kembali ke lorong waktu, lalu mengambil hal-hal yang berharga bagi kehidupan selanjutnya. Budayawan Emha Ainun Najib, dalam sebuah orasi budaya di Jakarta, pernah melontarkan kritik bahwa kita termasuk kategori bangsa yang mengidap amnesia sejarah. Akibatnya, kita suka pikun dan pelupa, sehingga sering kali dikutuk untuk mengulangi hal-hal buruk yang sebelumnya pernah terjadi. Bung Karno sendiri berpesan "jasmerah", jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! Sebab, l'histoire se repete (sejarah selalu berulang). *
Berita terkait
Belajar Sejarah, Ini 7 Rekomendasi Film Kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 2022
Belajar sejarah tak melulu dari buku melainkan juga bisa lewat menonton film. Simak ulasannya di sini.
Baca SelengkapnyaPelurusan Sejarah Ratu Kalinyamat Harus terus Diupayakan
5 Juni 2022
Menyosialisasikan perjuangan Ratu Kalinyamat lewat pagelaran seni-seni tradisional yang digemari masyarakat, harus terus ditingkatkan.
Baca SelengkapnyaNasib Laksamana Maeda Usai Dukung Kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 2021
Laksamana Maeda dianggap pengkhianat karena mendukung kemerdekaan Indonesia. Bagaimana nasibnya?
Baca SelengkapnyaBM Diah, Wartawan Penyelamat Naskah Asli Proklamasi
16 Agustus 2021
BM Diah mengatakan naskah asli teks proklamasi dibuang ke tempat sampah begitu saja usai diketik oleh Sayuti Melik.
Baca SelengkapnyaAskar Perang Sabil, Pasukan Pejuang Kemerdekaan Bentukan Muhammadiyah
16 Agustus 2021
Ulama Muhammadiyah di Yogyakarta membentuk satuan Askar Perang Sabil (APS) untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaAR Baswedan, Tokoh Keturunan Arab yang Berjuang untuk Kemerdekaan RI
14 Agustus 2021
AR Baswedan merupakan kakek dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Baca SelengkapnyaMengenal Sukarni, Penculik Bung Karno ke Rengasdengklok
5 Agustus 2021
Sukarni bersama tokoh pemuda lainnya menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok jelang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaKisah Kurir Kemerdekaan Pengirim Kabar Proklamasi 1945
17 Agustus 2017
Dua bulan setelah Proklamasi 1945, Kepala Kepolisian Negara Raden Said Soekanto memberi tugas kepada pemuda-pemuda menyebarkan berita proklamasi.
Baca SelengkapnyaAmir Hamzah: Raja Penyair Pujangga Baru yang Mati Tragis
16 Agustus 2017
Amir Hamzah mempromosikan pentingnya kemerdekaan hingga ke dusun. Dibunuh karena dianggap pengkhianat.
Baca SelengkapnyaInfografis: Drama Menegangkan Seputar Proklamasi 17 Agustus 1945
31 Juli 2017
Inilah catatan harian kita seputar Proklamasi 17 Agustus 1945. Ada kisah yang Anda belum tahu?
Baca Selengkapnya