Sisiphus

Penulis

Senin, 12 Januari 2009 00:00 WIB

DI atas tuts pianonya, Ibrahim Souss memainkan Le Myth de Sisyphe. Komposisi itu mencoba menghidupkan kembali gerak, kepedihan, dan absurditas nasib yang dialami manusia setengah dewa yang dihukum Zeus itu: ia, Sisiphus, harus mengangkut batu berat ke puncak gunung, dan tiap kali sampai di sana, batu itu akan berguling lagi. Dan ia harus kembali ke bawah. Ia harus mengangkutnya lagi. Dalam mitologi Yunani kuno itu, nasib itu tak pernah berakhir.

Souss memainkan karyanya itu ketika ia jadi direktur kantor PLO di Paris, sekitar 20 tahun yang lalu. Saya tak tahu di mana ia sekarang: seorang pianis yang piawai, komponis yang kreatif, yang dengan Le Myth de Sisyphe hendak menyatakan sesuatu tentang Palestina.

Ia lahir di Yerusalem pada 1945. Umurnya baru tiga tahun ketika orang Palestina diusir dari bagian kota itu setelah perang Arab-Israel tahun 1948. Setelah kekalahan Arab yang nista pada 1967, Ibrahim bergabung dengan PLO. Ia memilih karena ia harus memilih: ia tahu ia, bagian dari bangsa yang diusir dan diabaikan, tak bisa cuma bisa hidup merdeka dengan musik.

Sisiphus-nya pun mengandung ambiguitas. Di satu pihak, di dalamnya tergambar nasib orang Palestina yang tiap kali berharap, tiap kali pula kandas. Dari 1948 sampai 2009, berapa generasi terus hidup terjepit dan dihinakan, berapa usaha perdamaian gawal?

Tapi, seperti kata Souss sendiri, Palestina bukan Sisiphus. "Kami menolak menjalankan hukuman itu." Hakikat Palestina, katanya pula, adalah penampikannya untuk dibuang.

Advertising
Advertising

Ambiguitas itu pula yang tersirat ketika Albert Camus menulis esainya dengan tema yang sama. Saya kira pengaruh Camus pada Souss cukup jelas, meskipun ia sampai pada kesimpulan yang berbeda.

Dalam tafsir Camus, kian lama kian tumbuh semacam simbiosis dalam diri Sisiphus dengan batu yang diangkutnya. Pada tokoh itu tampak, tulis Camus, sebuah wajah yang, seraya bekerja keras dan begitu dekat dengan batu, telah mengeraskan diri dan dunianya. Dari keadaan terkutuk dan dipenjara para dewa, ia akhirnya mengubah posisinya secara radikal. Kini nasibnya adalah miliknya. Ia lebih kuat ketimbang batu karang.

Sebuah sikap yang gagah, tentuyang dengan itu juga menunjukkan perlawanan terhadap Zeus: raja dewa itu hendak menghinanya, tapi Sisiphus-lah yang kini menistanya, dengan menganggap hukuman itu tak relevan. Sejak saat itu, alam semesta tak punya lagi yang dipertuan.

Tapi kesimpulan Camus yang termasyhur, bahwa kita harus bisa membayangkan Sisiphus "bahagia", adalah kesimpulan yang bermasalah. Setidaknya bagi Souss. Dan yang pasti bagi Palestina. Heroisme yang tampak di sana memang memberikan semangat, tapi itu bukan kisah kepahlawanan yang menyenangkan. Di Palestina, pahlawan tak mati hanya satu kali, melainkan berkali-kali. Tiap kali sang syuhada tewas hidup pun bersinar, tapi sebentar, dan selamanya pedih.

Masalahnya, bisakah yang heroik dan yang pedih itu menggugah, di masa kita sekarang? Ketika Camus menuliskan esainya pada awal tahun 1940-an, ia tak mempersoalkan itu. Ia bertolak dari asumsi yang lazim pada zamannya: siapa saja akan melihat hukuman atas Sisiphus sesuatu yang tak bisa diterima dalam tatanan manusia, dan perlawanannya dengan demikian amat dahsyat. Tapi "manusia", siapakah dia sekarang? Samakah ia dengan "siapa saja"?

Di Palestina, gerilyawan dan bocah-bocah, aktivis dan kakek-nenek, dengan segera tahu apa artinya ketidakadilan. "Kau burung yang beruntung ajari aku terbang mengatasi peluru, ajari aku merdeka," begitulah kerinduan diucapkan dalam lagu yang digubah Rima Terazi, yang dinyanyikan anak-anak di kamp-kamp pengungsi. Kerinduan kepada sesuatu yang absen: keadilan, kemerdekaan, perdamaian. Kerinduan yang di sini berlaku bagi "siapa saja".

Tapi di Amerika dan Eropa, tampaknya ada kesulitan besar untuk melihat yang universal dalam kerinduan itu. Orang menyaksikan bagaimana museum Holocaust didirikan di mana-mana di kedua bagian dunia "Barat" itu, sebagai tanda solidaritas kepada orang-orang Yahudi yang dibunuh dan diusir di Eropa pada zaman Hitler. Sementara orang bisa mencatat begitu sedikit simpati kepada orang Palestina yang ditundung dari tanahnya selama 60 tahun.

Mau tak mau, orang sampai pada kesimpulan bahwa yang-universal tidaklah satu. Ada yang menang dan yang kalah, ada yang berada dalam hegemoni dan yang masih tersingkir.

Tapi bila yang-universal ternyata tak satu, dan bahwa yang tampak sebenarnya akibat posisi hegemonik satu bagian masyarakat manusia dalam menilai, apa gerangan yang dapat membuat kita melihat manusia langsung sebagai sesama? Apa yang membuat kita tergerak untuk berbuat baik di mana saja dan kapan saja dan bagi siapa sajasesuatu yang lahir dari yang disebut Kant sebagai das Faktum der Vernunft?

Atau "faktum" itu jangan-jangan hanya fiksi? Kini, di Palestina yang diduduki Israel, aniaya seperti tak pernah bisa dihentikan. Kini ada bagian dari dunia yang tak merasa dituntut untuk berbuat baik ke mereka yang dinistakan. Sementara itu, ada juga yang hanya mau berbuat baik buat Palestina tanpa mau berbuat baik kepada mereka yang lain yang juga dianiaya.

Bila demikian, manusia akan hilang harap untuk jadi sesama.

Untunglah, compassionperasaan ikut sakit ketika orang lain menderitabukanlah sesuatu yang mustahil; kita mengalaminya sehari-hari, tanpa kita harus melalui pergulatan politik untuk merasa bertugas menolong orang lain.

Yang mencemaskan dari tragedi Palestina ialah bahwa pengalaman sehari-hari itu acap kali tenggelam. Yang memberi harapan ialah bahwa yang tenggelam tak pernah hilang total. Ia akan selalu kembali.

Mungkin macam Sisiphus.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Jadwal Final Championship Series Liga 1 Digelar 2 Leg: Persib Bandung vs Madura United

20 menit lalu

Jadwal Final Championship Series Liga 1 Digelar 2 Leg: Persib Bandung vs Madura United

Simak jadwal final Championship Series Liga 1 antara Persib Bandung vs Madura United, serta perebutan posisi ketiga Bali United vs Borneo FC.

Baca Selengkapnya

Manchester City Kembali Juarai Liga Inggris, Simak 6 Gelar Pep Guardiola dalam 8 Tahun

1 jam lalu

Manchester City Kembali Juarai Liga Inggris, Simak 6 Gelar Pep Guardiola dalam 8 Tahun

Keberhasilan Manchester City menjuarai Liga Inggris 2023-2024 menjadi pencapaian luar biasa bagi Pep Guardiola.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Laga Perpisahan Jurgen Klopp dengan Liverpool

1 jam lalu

Cerita dari Laga Perpisahan Jurgen Klopp dengan Liverpool

Liverpool mengantar kepergian pelatih tercinta, Jurgen Klopp, dengan sebuah kemenangan. Mereka mengalahkan Wolves dengan skor 2-0.

Baca Selengkapnya

Rekap Hasil Thailand Open 2024: Tuan Rumah Juara Umum dengan 2 Gelar, Wakil Indonesia Jadi Runner-up

1 jam lalu

Rekap Hasil Thailand Open 2024: Tuan Rumah Juara Umum dengan 2 Gelar, Wakil Indonesia Jadi Runner-up

Tuan rumah jadi juara umum dengan dua gelar di Thailand Open 2024, tiga gelar lainnya diraih Cina, India, dan Malaysia.

Baca Selengkapnya

6 Hal yang Dilakukan untuk Tekan Angka Kematian Jamaah Haji

1 jam lalu

6 Hal yang Dilakukan untuk Tekan Angka Kematian Jamaah Haji

Ada beragam upaya yang dicoba lakukan pemerintah untuk menekan angka kematian haji.

Baca Selengkapnya

Begini Komentar Phil Foden setelah Cetak Brace untuk Memastikan Manchester City Menjuara Liga Inggris 2023-2024

1 jam lalu

Begini Komentar Phil Foden setelah Cetak Brace untuk Memastikan Manchester City Menjuara Liga Inggris 2023-2024

Phil Foden menjadi pahlawan saat Manchester City memenangi gelar Liga Inggris. Ia memborong dua gol untuk mengantar timnya menang atas West Ham.

Baca Selengkapnya

Daftar Juara Liga Inggris setelah Manchester City Menjadi Kampiun Musim 2023-2024

2 jam lalu

Daftar Juara Liga Inggris setelah Manchester City Menjadi Kampiun Musim 2023-2024

Manchester City berhasil menjuarai Liga Inggris 2023-2024 setelah mengalahkan West Ham United dengan skor 3-1 pada pekan terakhir.

Baca Selengkapnya

Elon Musk Kenakan Endek Saat Uji Coba Starlink di Bali

2 jam lalu

Elon Musk Kenakan Endek Saat Uji Coba Starlink di Bali

Elon Musk terlihat mengenakan kain endek, kain khas Bali. Endek dalam kemeja lengan panjang yang dikenakan Elon Musk berwarna hijau.

Baca Selengkapnya

Hasil Liga Inggris Pekan Terakhir: Manchester City Menjadi Juara setelah Kalahkan West Ham

2 jam lalu

Hasil Liga Inggris Pekan Terakhir: Manchester City Menjadi Juara setelah Kalahkan West Ham

Manchester City berhasil menjuarai Liga Inggris 2023-2024 setelah mengalahkan West Ham United dalam laga terakhirnya.

Baca Selengkapnya

Profil Meghan Markle, Istri Pangeran Harry

2 jam lalu

Profil Meghan Markle, Istri Pangeran Harry

Sebelum menikah dengan Pangeran Harry, Meghan Markle menikah dengan aktor dan produser Trevor Engelson. keduanya menikah 2011 dan bercerai 2014.

Baca Selengkapnya