TEMPO.CO, Jakarta - Joko Riyanto, Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Suap lagi, tertangkap lagi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan berhasil menangkap dua anggota DPRD dan dua kepala dinas Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita tas berwarna merah marun yang berisi uang Rp 2,56 miliar dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Menurut pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi, uang itu diduga diberikan kedua kepala dinas kepada dua anggota DPRD tersebut, yang berkaitan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2015 Kabupaten Musi Banyuasin (Koran Tempo, 21/6/2015).
Operasi tangkap tangan di Musi Banyuasin merupakan operasi kedua yang dilakukan KPK sejak sejumlah pemimpin KPK dijabat plt pada Februari lalu. Operasi tangkap tangan pertama dilakukan terhadap Andriansyah, anggota DPR dari PDIP, di sela-sela kongres partai itu di Bali, April 2015. Kita apresiasi kinerja KPK di tengah masalah hukum pimpinannya serta upaya memperlemah KPK dengan revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK yang ingin menghapus kewenangan penyadapan serta penuntutan. Keberhasilan operasi tangkap tangan tersebut membuktikan masih ampuhnya kewenangan penyadapan (Pasal 12A UU KPK) dalam menangkap mereka yang sedang memberi dan menerima dana suap.
Kekuasaan besar yang dimiliki anggota DPRD serta birokrat daerah (pejabat pemerintah daerah) ternyata dapat disalahgunakan untuk suap pembahasan APBD. Suap-menyuap itu berkaitan dengan kebijakan resmi yang dibuat oleh komisi-komisi di DPRD. Artinya, jika ada, pengaruh uang dalam setiap kebijakan itu bukan tindakan perorangan atau oknum, melainkan produk kolektif. Tentu saja, seperti dalam teori hubungan korupsi dan demokrasi, pengaruh korupsi akan memusatkan perhatian pada politikus yang paling murah dibeli (Rose-Ackerman, 2000).
Hadi Supeno (2009) dalam bukunya, Korupsi di Daerah, mengatakan koruptor mempunyai tiga motif kala merampok uang negara. Pertama, korupsi yang sifatnya penyelewengan dan merugikan keuangan negara. Kedua, korupsi karena kesalahan administrasi sehingga tidak merugikan negara. Ketiga, korupsi yang dilatari kebutuhan akibat penghasilan yang tidak mencukupi.
Tapi suap juga dilakukan untuk motif politik demi mengembalikan modal politik dan mempertahankan kekuasaan. Adapun modus korupsi di daerah mayoritas berupa penyimpangan APBD. Korupsi sistematis ini merugikan ekonomi, politik, sosial, dan meremehkan hukum pemerintahan, karena kekuasaan berada di tangan orang yang tidak tepat.
Karakter suap ini sekaligus memperlihatkan bahwa pembagian kekuasaan di era otonomi hanya difokuskan pada pembagian kekuasaan dan sumber daya, tapi tidak diimbangi dengan akuntabilitas serta kurang memperhatikan suprastruktur dan infrastruktur yang dapat mengawasi pelaksanaan pemerintahan. Implementasi otonomi daerah tidak diikuti kesiapan perangkat hukum dan mentalitas pejabat yang menjadi pelakunya.
Kasus suap di Musi Banyuasin harus diusut tuntas. Dalam logika praktek suap, tidak mungkin ada aliran uang suap tanpa ada janji-janji dari penerima suap untuk mengakomodasi kepentingan si penyuap. Dan kasus suap bisa dibongkar dan ditangkap tangan jika ada kewenangan penyadapan. *
Berita terkait
Rencana Peleburan KPK dengan Ombudsman, IM57+ Institute: Skenario Besar sejak Revisi UU KPK
28 hari lalu
Ketua IM57+ Institute mengatakan dengan peleburan itu, KPK akan betul-betul dimusnahkan dari sisi core business-nya, yaitu penindakan.
Baca SelengkapnyaKPK Geledah Rutannya Sendiri, Eks Penyidik: Dampak Revisi UU KPK
59 hari lalu
Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendesak tersangka pungli di rutan KPK dipecat
Baca SelengkapnyaKasus Pungli di Rutan KPK, ICW: Sanksi 78 Pegawai Minta Maaf Dampak Buruk dari Revisi UU KPK
21 Februari 2024
ICW memberi tiga rekomendasi atas putusan Dewas terhadap pelaku pungli di rutan KPK.
Baca SelengkapnyaCawapres Mahfud Md Ingin Kembalikan UU KPK Lama, Begini Sejarah Terbentuknya KPK
17 Januari 2024
Pembicaraan tentang KPK telah muncul sejak era Presiden Presiden BJ Habibie. Namun baru terlaksana pada 2002 saat Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Baca SelengkapnyaNapi Korupsi Juliari Batubara dkk Dapat Remisi, Begini Kata Novel Baswedan dan ICW: Kemenangan Para Koruptor
5 Januari 2024
Napi korupsi kian sering mendapatkan remisi sejak PP Nomor 99/2012 dibatalkan MA, terakhir Juliari Batubara dkk. Begini kata Novel Baswedan dan ICW.
Baca SelengkapnyaAnies Bicara Independensi KPK, Ingin Revisi UU KPK jika Jadi Presiden
12 Desember 2023
Anies Baswedan berencana merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK jika menang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaSoal HAM Jadi Isu Debat Capres Cawapres, Ini 12 Pelanggaran HAM Berat yang Masih Ditagih ke Pemerintah
12 Desember 2023
Masalah HAM menjadi isu debat capres cawapres Pemilu 2024 hari ini. Apa saja pelanggaran HAM berat yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah?
Baca SelengkapnyaICW Nilai Jokowi Tak Menyangka Agus Rahardjo Buka Suara soal Intervensi KPK
4 Desember 2023
Sikap Jokowi yang justru mempertanyakan kembali maksud Agus Rahardjo menyinggung adanya intervensi KPK dinilai Presiden tak menyangka bakal dibuka.
Baca SelengkapnyaIstana Bilang Pertemuan Jokowi dengan Agus Rahardjo untuk Intervensi Kasus Tak Ada di Agenda Resmi Presiden
1 Desember 2023
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tidak ada persamuhan Jokowi dengan eks Ketua KPK Agus Rahardjo pada 2017 dalam agenda resmi.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Sebut Presiden Intervensi KPK Agar Hentikan Penyidikan Setya Novanto
1 Desember 2023
Menurut Agus Rahardjo, KPK mulai diintervensi oleh pemerintah sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 lalu.
Baca Selengkapnya