Modernitas

Penulis

Senin, 31 Agustus 2009 00:00 WIB

DI kesunyian Pulau Buru, Pramoedya Ananta Toer menonton wayang. Atau ia memperhatikan orang menonton wayang.

Saya bayangkan malam itu. Di koloni tahanan politik itu, di sepetak lapangan, layar dipasang dan batang pisang dibaringkan. Deretan wayang kulit tertancap. Sebuah blencong (atau bola lampu 100 watt?) menyala di atasnya.

Orang berkerumun. Juga prajurit yang berjaga. Dalang siap, tanpa beskap, tanpa keris. Para pangrawit mulai memainkan gamelan yang seadanya. Dan semua orang tahu, di balik kebersahajaan itu ada ambisi dan proses kerja yang luar biasa: di pengasingan itu para tahanan menatah sendiri wayang mereka dari kulit sapi yang mereka ternakkan, dengan pahat kecil yang diraut dari besi sisa peralatan. Selebihnya: imajinasi.

Saya tak tahu apa lakonnya. Tapi Pramoedya tak begitu bergembira.

Di catatan di Pulau Buru bertanggal akhir Januari 1973, yang dimuat dalam Nyanyi Sunyi Seorang Bisu jilid I, ia anggap wayangjuga gamelan dan tembang"membawa orang tertelan oleh dunia ilusi yang menghentikan segala gerak."

Advertising
Advertising

Bagi Pramoedya, dalam wayang, kahyangan terlampau dominan. Padahal manusia-lah yang harus mengambil peran, bukan para dewa:

Jam tujuh pagi baru selesai: tancep kayon.
Pukulan gong penghabisan. Selesai segala-galanya!
Para dewa, brahmana dan satria kembali masuk ke
kampus ki dalang. Akal dan perasaan bertambah
jenuh dengan pengalaman ulang. Dengan bersinarnya
matahari kembali terhalau para dewa, brahmana dan
satria dalam perspektif bentuknya sendiri.

Lakon memang tak layak dilanjutkan. Khayal wayang "memukau, memesonakan, mensihir, mematikan kesadaran, mematikan akal, membebalkan". Dan setelah itu tak ada pembebasan.

Seorang buruh tani yang ikut menonton mungkin akan masygul seandainya tahu pandangan sastrawan besar itu. Tapi Pramoedya tak sendiri; ia seperti lazimnya cendekiawan Indonesia yang tumbuh ketika gagasan kemajuan dan emansipasi sosial (dengan Marxisme) bergema keras bersama cita-cita kemerdekaan nasional.

Pada 1943, Tan Malaka juga mencemooh cerita Sri Rama. Baginya, telah tiba zaman yang mengharuskan bangsanya memasuki dunia ilmu empiris ("Ilmu Bukti"). Tan Malaka menganggap kisah anak panah Sri Rama "yang bisa menjelma jadi Naga" hanya "menggelikan hati". Bahkan bisa membuat marah. Sebab,

"kepercayaan pada kesaktian semacam itu,
yang bisa diperoleh manusia, pada urat akarnya
memadamkan semua hasrat dan minat terhadap
Ilmu Bukti."

Tan Malaka berseru untuk teknologi. "Ciptakan teropong 100 inci," katanya dalam Madilog, "yang bisa melihat kesemua penjuru alam 500.000.000 tahun sinar jauhnya!"

Kini, 2009, kita bisa sedikit mengejek iman yang begitu kuat kepada modernitas itu. Pramoedya dan Tan Malaka begitu saja menyamakan imajinasi dengan takhayul yang meremehkan rasionalitas. Seakan-akan sejarah tak dibangun juga oleh kerja dan fantasi penatah wayang, energi dalang yang berkisah, hasrat tubuh dan kesepian, yang membuat riwayat manusia dari abad ke abad tak lurus, tak tunggal, tak konsistentapi juga selalu bisa tak terduga-duga, tak pernah kering.

Di Indonesia yang ingin meninggalkan "keterbelakangan", sikap Pramoedya dan Tan Malaka sikap yang lumrah. Mereka tak mengalami sebuah situasi ketika "kemajuan" justru tampak sebagai gerak yang merusak dan meninggalkan unggunan puing, seperti dalam gambaran "Malaikat Sejarah" Walter Benjamin.

Benjamin, yang bunuh diri di Eropa menjelang Perang Dunia II, menyaksikan modernitas yang muram: hidup yang melangkah dengan blueprint dan perhitungan, akal yang hanya jadi instrumen untuk menaklukkan alam & dunia kehidupan.

Dengan itu prestasi modernitas memang dahsyat. Tapi orang bisa juga melihatnya sebagai progresi ke arah hidup yang bak disekap "kerangkeng besi", tunduk kepada kalkulasi dan tuntutan efisiensi.

Kaum kiri menganggap semua ini akibat kapitalisme. Mereka benar. Tapi kaum Marxis-Leninis kemudian juga ikut pola "kemajuan" itu: mereka ubah waktu jadi ruas-ruas homogen dan terukur. "Rencana Lima Tahun" dilaksanakan dengan gemuruh. Mereka bentang ruang jadi bidang yang abstrak agar bisa diformat apa saja. Akal ditentukan oleh hasil, bahkan seni dan imajinasi harus ikut rancangan. Masyarakat sosialis dibangun bagaikan alam semesta dijadikan dalam Genesis barutapi bersama itu, sebuah "kerangkeng besi" mengungkung semuanya.

Kritik kepada modernitas berangkat dari sini. Bahkan sejak dua abad sebelumnya. "Postmodernisme" hanya memberinya tenaga baru. Tapi sementara kritik ini dimamah-biak berkali-kali, dengan kutipan dari Benjamin atau Adorno, Derrida atau Foucault, belum ada yang menjawab: bisakah kita mengalahkan dorongan yang melahirkan modernitas ala Eropa ituyang menjanjikan kemajuan yang mempesona, meskipun gawat?

Jangan-jangan riwayat manusia tak bisa mengelakkan itu. Jangan-jangan yang bisa dilakukan hanya memulihkan kembali pengalaman sebagai sesuatu yang utuh dan berdegupseperti ketika kita membaca puisidan menebusnya sejenak dari cengkeraman rasionalitas sang penakluk.

Atau kita bekerja tanpa ilusi bisa lepas dari arus keras modernitas, namun terus dengan (dalam kata-kata Benjamin) "daya messianik yang lemah", schwache messianische Kraft. Di sana kita sesekali menemukan harapan pembebasan, dan kita pun berjuang kembali, meskipun tak bisa selamanya kukuh.

Dan kita pun pergi menonton wayang, menemui Karna yang terbelah, Kunti yang tak setia tapi ibu yang teguh, Bhisma yang membuang Amba tapi berbuat sesuatu yang luhur: serpihan kisah penebusan, ketika Messiah tak juga datang. Meskipun Pramoedya tak menyukainya.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Pembukaan World Water Forum Ke-10 Digelar di KEK Kura-kura Bali

1 menit lalu

Pembukaan World Water Forum Ke-10 Digelar di KEK Kura-kura Bali

Pemerintah Bali bersama Panitia World Water Forum ke-10 dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjalankan upacara Segara Kerthi.

Baca Selengkapnya

7 Tradisi Umat Buddha Rayakan Waisak, Mengenakan Pakaian Putih Hingga Mandi Sang Buddha

2 menit lalu

7 Tradisi Umat Buddha Rayakan Waisak, Mengenakan Pakaian Putih Hingga Mandi Sang Buddha

Pada Hari Raya Waisak, umat Buddha akan mengunjungi kuil-kuil lokal maupun kuil besar untuk melakukan doa. Umat Buddha juga umumnya melakukan perenungan akan diri dan kehidupan secara tenang.

Baca Selengkapnya

Kalahkan Tyson Fury, Oleksandr Usyk Menjadi Juara Sejati Tinju Dunia Kelas Berat

7 menit lalu

Kalahkan Tyson Fury, Oleksandr Usyk Menjadi Juara Sejati Tinju Dunia Kelas Berat

Petinju Ukraina Oleksandr Usyk menjadi juara sejati tinju dunia di kelas berat setelah mengalahkan Tyson Fury.

Baca Selengkapnya

Satgas Damai Cartenz Tuding KKB Membunuh Boki Ugipa, Ada Luka Tembakan di Jenazah Warga Sipil

7 menit lalu

Satgas Damai Cartenz Tuding KKB Membunuh Boki Ugipa, Ada Luka Tembakan di Jenazah Warga Sipil

Satgas Damai Cartenz menyimpulkan KKB membunuh Boki Ugipa setelah melihat ancaman ke keluarganya.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

9 menit lalu

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

Terpopuler bisnis: Keselamatan warga sekitar terancam karena smelter PT KFI kerap meledak. Pemerintah klaim pembebasan lahan IKN tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Top 3 Hukum: Detik-detik Ledakan Smelter PT KFI di Kutai Kartanegara, Ayah Pacar Vina Buka Suara soal Pembunuhan 8 Tahun Lalu

31 menit lalu

Top 3 Hukum: Detik-detik Ledakan Smelter PT KFI di Kutai Kartanegara, Ayah Pacar Vina Buka Suara soal Pembunuhan 8 Tahun Lalu

Sebelumnya ledakan serupa terjadi sekitar 18.40 waktu Indonesia tengah, Kamis, 16 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Gibran Tak Setuju Larangan Study Tour Sekolah Pasca Kecelakaan Maut SMK Lingga Kencana

36 menit lalu

Gibran Tak Setuju Larangan Study Tour Sekolah Pasca Kecelakaan Maut SMK Lingga Kencana

Menurut Gibran, yang diperlukan adalah uji kelayakan kendaraan yang digunakan, bukan melarang adanya study tour.

Baca Selengkapnya

BNPB: Data Terbaru Korban Meninggal Banjir Lahar Sumbar 61 Orang, Modifikasi Cuaca Diperpanjang

38 menit lalu

BNPB: Data Terbaru Korban Meninggal Banjir Lahar Sumbar 61 Orang, Modifikasi Cuaca Diperpanjang

Pembaharuan data BNPB untuk orang yang dilaporkan hilang dalam kejadian galodo atau banjir lahar ini total sebanyak 14 orang.

Baca Selengkapnya

Klasemen Akhir Liga Jerman 2023/2024: Bayer Leverkusen Lengkapi Gelar Juara dengan Status Tak Terkalahkan

42 menit lalu

Klasemen Akhir Liga Jerman 2023/2024: Bayer Leverkusen Lengkapi Gelar Juara dengan Status Tak Terkalahkan

Bayer Leverkusen menutup Liga Jerman musim 2023/2024 sebagai juara yang tak terkalahkan.

Baca Selengkapnya

PPP Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak untuk Pilkada Jawa TImur

49 menit lalu

PPP Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak untuk Pilkada Jawa TImur

Duet Khofifah-Emil mendapat tiga rekomendasi dari partai untuk maju di Pilkada Jawa Timur 2024.

Baca Selengkapnya