Recehan

Penulis

Senin, 14 Desember 2009 00:00 WIB

Di Jakarta yang macet, jalan menampik alasannya sendiri. Sejak Daendels membentangkan 1400 km "La Grande Route" di Jawa di abad ke-18, sampai dengan ketika dinas pekerjaan umum Republik Indonesia membuka jalur-jalur baru di abad ke-21, jalan diasumsikan sebagai ruang untuk mobilitas, peringkas waktu tempuh. Ia bagian dari arah dan gerak, dari dunia modern yang dinamis dan tak tergantung langsung pada alam. Tapi apa yang kita alami kini? Dengan lekas bisa anda jawab: di Jakarta, jalan sama dengan kelambatan dan hambatan; jalan adalah bagian kota yang rentan pada gangguan alam. Jalan adalah lahan banjir.

Ada lagi yang menampik alasannya sendiri: mobil. Kendaraan ini berkembang biak dengan cepat. Dan dengan cepat pula mobil, sebuah tanda modernitas yang lain - teknologi dengan dinamika tinggi -- telah terbalik posisinya: ia malah jadi simptom kesumpekan. Kita bisa hitung berapa meter persegi wilayah jalan yang diambil oleh satu mobil, dan berapa jadinya jika ada 500.000 buah jenis kendaraan itu, dibandingkan dengan betapa kecilnya bagian kota yang tersedia untuk penghuni baru itu. Saya gemar mengutip Hirsch di dalam soal ini: inilah kongesti, inilah "batas sosial dari pertumbuhan (ekonomi)".

Mungkin menarik untuk meneliti atau memperkirakan dengan rada persis bagaimana akibat kongesti ini bagi hidup kejiwaan. Berapa banyak orang makin naik tekanan darahnya jika tiap hari mereka terjebak macet dan harus menempuh jarak lima kilometer dalam satu jam, terutama sekitar pukul tujuh malam hari? Atau jangan-jangan telah berkembang sikap sabar yang tak terhingga?

Bagi saya, macet memang memberi kesempatan tidur lelap di jok mobil. Atau menulis sajak. Tapi saya tak tahu bagaimana orang lain memanfaatkan kemacetan itu -- yang mengambil kira-kira tiga jam dalam hidupnya sehari, atau sekitar 18 jam seminggu, atau sekitar tiga hari kerja dalam sebulan. Yang agaknya jelas adalah implikasinya bagi kehidupan bersama. Kongesti itu - berjubelnya mobil di jalan-jalan Jakarta tiap hari itu - adalah sebuah gejala perpecahan sosial.

Kongesti mendorong orang untuk melihat orang lain yang di sebelah, di depan, dan mungkin juga di belakangnya sebagai pihak yang tak diinginkan. Kompetisi, bahkan antagonisme, berlangsung diam-diam (kadang-kadang dengan teriak: pakai mulut atau klakson). Menutup mata tidur juga bisa jadi sikap tak mengacuhkan orang yang di luar sana.

Advertising
Advertising

Kemacetan lalu lintas lantaran mobil juga akibat dari yang disebut Hirsch, dalam The Social Limits to Growth, sebagai "the tyranny of small decisions": keputusan individual yang tak bertautan satu sama lain dalam mengadakan transaksi di pasar. Jika saya membeli mobil, saya tak memikirkan apa dampaknya bagi kelancaran lalu lintas atau bagi bersihnya cuacahal-hal yang merupakan bagian kebersamaan.

Itu sebabnya, di jalan-jalan, masyarakat - yang biasa dibayangkan sebagai sebuah bangunan utuh -- tak hadir. Polisi lalu lintas - jika pun ada - memperkuat raibnya keutuhan sosial itu, ketika ia menggunakan kekuasaannya untuk menarik uang sogok.Sebagaimana banyak orang menghayati mobil dan ruas jalan sebagai milik privat,polisi itu juga memberlakukan otoritasnya sebagai kekuasaan privat.Saya selalu mengatakan, korupsi adalah privatisasi kekuasaan yang didapat dari orang banyak.

Kita akhirnya melalaikan bahwa manusia selalu perlu barang dan jasa masyarakat yang, dalam kata-kata Marx, "dikomunukasikan, tapi tak pernah dipertukarkan; diberikan, tapi tak pernah dijual; didapat, tapi tak pernah dibeli." Di kemacetan jalan Jakarta, kita tak lagi bertanya, tak lagi peduli, di mana gerangan hukum, kelancaran, dan udara bersih.

Berangsur-angsur, tiap orang pun merasa bisa mengabaikan public spirit, moralitas dan semangat untuk kepentingan publik.

Ada ikhtiar untuk menangkal kecenderungan itu dengan mengendalikan kapitalisme dari bahaya "tirani keputusan-keputusan kecil". Itulah inti dari "kompromi Keynesian", cara Keynes untuk menyelamatkan kapitalisme dari fragmentasi yang berkelanjutan. "Kompromi Keynesian" mengakui bahwa tak semua bisa diserahkan kepada pasar. Diakui bahwa public spirit selamanya perlu.

Ketika zaman neoliberal kini ditinggalkan, ketika "kompromi Keynesian" diangkat untuk dijadikan kebijakan lagi, timbul lagi keyakinan bahwa perilaku pasar tak bisa dijadikan tauladan bagi seluruh perilaku sosial. Ada pengakuan bahwa kekuatan yang bukan-pasar (Negara dan para teknokratnya) harus - dan bisa -- memiliki ketahanan untuk mengembangkan nilai yang berbeda, khususnya nilai yang tak membenarkan manusia memaksimalkan kepentingan diri.

Tapi benarkah asumsi yang tersirat dalam "kompromi Keynesian" itu, bahwa para para pejabat Negara yang jadi pengelola sistem sosial-politik dan ekonomi niscaya punya nilai tersendiri?

Kenyataannya di Indonesia, institusi yang berkuasa tak dengan sendirinya bebas dari "tirani keputusan-keputusan kecil". Di atas saya telah sebutkan korupsi sebagai privatisasi kekuasaan. Maka kita pun bertanya dengan murung: masih adakah tempat bekerjanya apa "yang-sosial", apa yang menampik nafsi-nafsi?

Mungkin jawabnya bukan di kantor pemerintah dan pos polisi di pojok perempatan. Mungkin jawabnya bukan di jalan-jalan yang macet di mana orang saling hendak menyisihkan. Jawabnya ada di dekat kita sendiri.

Ketika Prita didenda Hakim - yakni petugas Negara yang tak adil - kita secara spontan berduyun-duyun datang untuk bersama perempuan yang dizalimi itu. Kita datang dengan uang recehan - fragmen dari sebuah kesatuan yang tak nampak -- yang justru menunjukkan sesuatu yang mengagumkan: kita belum menyerah kepada "tirani keputusan-keputusan kecil". Kita adalah bebrayan: sesama yang bisa punya saat bersama. Setidaknya sampai hari ini.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Ramai Kemenkop UKM Batasi Jam Operasional Warung Madura, Ini Respons Ikatan Pedagang Pasar

41 detik lalu

Ramai Kemenkop UKM Batasi Jam Operasional Warung Madura, Ini Respons Ikatan Pedagang Pasar

Ikappi menyatakan keuntungan dari warung madura itu akan berputar di daerah masing-masing dan mendorong upaya peningkatan ekonomi daerahnya.

Baca Selengkapnya

BMKG Prakirakan Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan Tebal Hingga Hujan Ringan

1 menit lalu

BMKG Prakirakan Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan Tebal Hingga Hujan Ringan

BMKG memprakirakan cuaca Jakarta hari ini, 30 April 2024, berawan tebal hingga hujan ringan.

Baca Selengkapnya

Klasemen Liga Spanyol Pekan Ke-33 dan Skenario Perebutan Juara setelah Barcelona Kalahkan Valencia 4-2

7 menit lalu

Klasemen Liga Spanyol Pekan Ke-33 dan Skenario Perebutan Juara setelah Barcelona Kalahkan Valencia 4-2

Trigol (hatrick) Robert Lewandowski membawa Barcelona menang 4-2 atas 10 pemain Valencia dalam pertandingan pekan ke-33 Liga Spanyol.

Baca Selengkapnya

Cuaca Jakarta dan Sekitarnya Sama Cerah Berawan Pagi Ini, Bagaimana Siang dan Malam?

11 menit lalu

Cuaca Jakarta dan Sekitarnya Sama Cerah Berawan Pagi Ini, Bagaimana Siang dan Malam?

Prediksi cuaca dari BMKG menyebut Jabodetabek seluruhnya cerah berawan pada pagi ini, Kamis 30 April 2024.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

18 menit lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Usai Nobar di Banyuwangi, Menteri AHY Ajak Terus Dukung dan Doakan Timnas U-23 Indonesia agar Lolos ke Olimpiade 2024

19 menit lalu

Usai Nobar di Banyuwangi, Menteri AHY Ajak Terus Dukung dan Doakan Timnas U-23 Indonesia agar Lolos ke Olimpiade 2024

Usai nobar di Banyuwangi, AHY mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mendoakan Timnas U-23 Indonesia agar bisa lolos ke Olimpiade Paris 2024.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Waktu Tempuh Kereta Cepat Jakata-Surabaya, Bea Cukai Tukang Palak Berseragam

24 menit lalu

Terpopuler Bisnis: Waktu Tempuh Kereta Cepat Jakata-Surabaya, Bea Cukai Tukang Palak Berseragam

Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Senin, 29 April 2024, dimulai dari waktu tempuh perjalanan kereta cepat Jakarta - Surabaya.

Baca Selengkapnya

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

24 menit lalu

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Negara 100 Persen Muslim, Bentrok Pengunjuk Rasa di UCLA

24 menit lalu

Top 3 Dunia: Negara 100 Persen Muslim, Bentrok Pengunjuk Rasa di UCLA

Top 3 Dunia diawali dengan artikel tentang negara dengan 100 persen penduduk muslim.

Baca Selengkapnya

Soal Calon yang Diusung PKB di Pilkada Jawa Timur, Cak Imin: Masih Rahasia, Kalau Ketahuan Khofifah Bahaya

24 menit lalu

Soal Calon yang Diusung PKB di Pilkada Jawa Timur, Cak Imin: Masih Rahasia, Kalau Ketahuan Khofifah Bahaya

PKB masih merahasiakan calon gubernur yang akan mereka dukung di Pilkada Jawa Timur pada November 2024.

Baca Selengkapnya