Jebakan Pemeringkatan

Penulis

Selasa, 7 Juli 2015 02:26 WIB

Darmaningtyas, Penulis Buku Melawan Liberalisasi Pendidikan

Para pengelola perguruan tinggi (PT), baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS) terjebak pada paradigma peringkat (ranking) yang dibuat oleh lembaga pemeringkatan dunia. Pada 2015, lembaga pemeringkatan Webometric merilis hasil pemeringkatannya dan hanya dua PTN di Indonesia yang masuk daftar 500 PT terkemuka di dunia, yaitu UI dan ITB. Hasil pemeringkatan ini pun tak pelak membuat Menteri Ristek dan Dikti M. Nasir gelisah, sehingga mendorong PTN-PTS di Indonesia untuk lebih banyak mendunia.

Pemeringkatan memang telah menjadi paradigma baru dalam pengembangan PTN/PTS di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Kebijakan pengembangan pendidikan tinggi kita sejak satu dekade terakhir amat dipengaruhi oleh hasil pemeringkatan, baik yang dilakukan oleh Webometric, Times Higher Education, maupun QS World University Rankings. Padahal, konsep pemeringkatan itu sendiri masih debatable, terutama menyangkut kriterianya yang tidak sepenuhnya relevan dengan kehidupan riil setiap negara. Demikian pula lembaga yang melakukan pemeringkatan, otoritasnya dapat dipertanyakan. Webometrics Ranking of World Universities misalnya, diinisiasi oleh grup riset Laboratorium Cybermetrics di Spanyol. Mereka mulai mempublikasi hasil pemeringkatan pada 2004 dan secara rutin mempublikasinya setiap dua tahun sekali.

Dasar pemeringkatan yang dipakai oleh Webometrics adalah jurnal ilmiah yang dipublikasi melalui website. Dengan demikian, negara-negara yang memiliki tradisi membaca-menulis dan jaringan Internet kuat memiliki peluang untuk tampil di peringkat atas. Sebaliknya, universitas di negara-negara yang memiliki tradisi membaca-menulis dan jaringan Internet terbatas akan berada di urutan bawah.

Kriteria yang dipakai oleh Quacquarelly Symonds(QS) World University Rankings lebih komprehensif, di antaranya riset, reputasi akademik, reputasi alumnusnya dalam memasuki dunia kerja, fasilitas pendidikan yang tersedia, penggunaan teknologi informasi untuk menunjang proses pembelajaran, reputasi mahasiswa setiap fakultas, banyaknya fakultas yang sudah mendunia, serta inovasi yang dihasilkannya. Dengan demikian, di antara lembaga pemeringkatan itu sendiri terdapat perbedaan metodologi dalam pemeringkatan, sehingga menjadi sangat menyesatkan bila dijadikan dasar untuk menentukan arah kebijakan pendidikan tinggi kita. Sekadar sebagai referensi untuk melakukan perbaikan, tidak masalah, tapi bila menjadi dasar penentu kebijakan, tentu menyesatkan, karena kebutuhan negara kita berbeda dengan kebutuhan negara-negara maju.

Bagi bangsa Indonesia yang memiliki keragaman geografis, ekonomi, sosial, dan budaya, juga keragaman sumber daya alam, yang dibutuhkan adalah profesor yang mampu menuliskan pemikirannya dalam bahasa lokal yang mudah dicerna masyarakat umum yang minim informasi untuk kemajuan masyarakatnya. Apalah artinya mampu menulis di jurnal internasional, sementara sebagian masyarakatnya tidak mampu membaca-menulis? Kebutuhan untuk mencerdaskan masyarakat di kampung-kampung, pedalaman, dan pesisir agar mereka bisa lepas dari belenggu kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan jauh lebih penting bagi PTN/PTS kita daripada mengejar peringkat yang kriterianya belum tentu relevan dengan kehidupan riil kita.

Berita terkait

Menristek Resmikan 36 Perguruan Tinggi Negeri Baru

6 Januari 2016

Menristek Resmikan 36 Perguruan Tinggi Negeri Baru

Pemerintah masih terkendala status pegawai dan dosen. Tapi status semua perguruan tinggi itu akan jadi negeri.

Baca Selengkapnya

Ilusi Pesona Harvard

25 Agustus 2015

Ilusi Pesona Harvard

Namun saya tak akan mengulas pelantikan Thomas Trikasih Lembong, lulusan Harvard yang menjadi menteri perdagangan.

Baca Selengkapnya

Masih Transisi, SMA Belum Dikelola Provinsi

21 Mei 2015

Masih Transisi, SMA Belum Dikelola Provinsi

Pemindahan administrasi pengelolaan sekolah akan dilakukan paling lambat 2016.

Baca Selengkapnya

Melindungi Hak Anak atas Pendidikan

3 Mei 2014

Melindungi Hak Anak atas Pendidikan

Dugaan kejahatan seksual terhadap anak-anak di sebuah sekolah internasional di Jakarta menegaskan betapa rentannya anak-anak menjadi korban pelecehan seksual. Sebagai kelompok rentan, anak-anak berhak mendapat perlindungan lebih dari negara. Negara telah gagal dalam melindungi dan memenuhi hak anak atas pendidikan sebagaimana dijamin dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang tentang hak asasi manusia.

Baca Selengkapnya

Karyawan UI Tuntut Status PNS

2 Mei 2013

Karyawan UI Tuntut Status PNS

Pelaksanaan otonomi BHMN UI telah gagal membangun sistem kepegawaian yang adil.

Baca Selengkapnya

Rektor UI Pahami UU Pendidikan Tinggi  

16 Juli 2012

Rektor UI Pahami UU Pendidikan Tinggi  

"Kita perlu berpikir lebih luas mengenai kepentingan bangsa, bukan diri pribadi atau instansi," kata dia kepada Tempo, Senin, 16 Juli 2012.

Baca Selengkapnya

Belum Disahkan, RUU PT Sudah Akan Digugat

11 Juli 2012

Belum Disahkan, RUU PT Sudah Akan Digugat

Rekan-rekan sudah siap mengajukan uji materi soal RUU PT itu ke MK, kata anggota Komnas Pendidikan, Alghifarri, kepada Tempo, Rabu, 11 Juli 2012.

Baca Selengkapnya

Minggu Ini, UU PT Baru Lahir  

10 Juli 2012

Minggu Ini, UU PT Baru Lahir  

Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga yakin jika RUU Perguruan Tinggi bisa disahkan minggu ini

Baca Selengkapnya

Pemerintah Minta Pengesahan RUU Pendidikan Tinggi Diundur

11 April 2012

Pemerintah Minta Pengesahan RUU Pendidikan Tinggi Diundur

RUU tersebut akan mengatur agar pengetahuan Indonesia juga
dapat berkembang ke manca negara.

Baca Selengkapnya

RUU Perguruan Tinggi Dinilai Telurkan NKK/BKK 2

4 April 2012

RUU Perguruan Tinggi Dinilai Telurkan NKK/BKK 2

Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi itu juga sarat semangat komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi pendidikan tinggi negeri.

Baca Selengkapnya