Rindu Universitas Riset  

Penulis

Rabu, 8 Juli 2015 02:31 WIB

Mayling Oey-Gardiner, Guru Besar Emeritus FEB Universitas Indonesia, anggota KIS-AIPI

MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyuarakan kerisauannya karena perguruan tinggi (PT) Indonesia tidak masuk kelompok terbaik dunia. Jangankan masuk daftar 100 terbaik dunia, dalam 500 besar dunia saja tidak terdaftar. Sementara itu, negara tetangga, misalnya Singapura yang makmur atau negara kelas menengah atas Thailand dan Malaysia, menempatkan satu atau lebih universitasnya dalam daftar tersebut.

Menteri mengakui bahwa hal itu disebabkan oleh kelemahan perguruan tinggi kita dalam riset, karena kurangnya pendanaan penelitian. Dengan dukungan dana, Menteri berharap agar dalam waktu tidak terlalu lama, ada tujuh universitas negeri bisa masuk daftar 500 PT terbaik dunia.Terima kasih Bapak Menteri, dana penelitian memang dibutuhkan, namun itu bukan satu-satunya (necessary but not sufficient).

Ada banyak pelaksanaan peraturan yang menjadi kendala lebih besar bagi berlangsungnya penelitian ilmiah bermutu. Peraturan keuangan negara, misalnya. Peraturan ini tidak mampu membedakan pendanaan penelitian yang merupakan hasil pemikiran manusia dengan, contohnya, pengadaan alat perkantoran atau kebersihan toilet.

Penelitian bermutu juga jarang dapat diselesaikan dalam waktu bulanan, sementara peraturan menghendaki penyerahan hasil cetakan, yang disebut publikasi, terlepas dari mutu laporannya. Peneliti yang banyak berkiprah di dunia internasional pun menganggap peraturan tentang standar biaya (SBU) penelitian sebagai "penghinaan", sehingga mereka bangga tidak menggunakan dana pemerintah.

Kelemahan peraturan ini mengakibatkan kelemahan hasil penelitian. Dalam ilmu alam dan teknologi, peneliti terbatasi oleh peralatan yang bisa diperolehnya. Ilmu sosial, yang seharusnya dapat menjadi kekuatan kita sebagai bangsa karena keunikan kehidupan sosial kita, tidak diberi kesempatan untuk mengumpulkan data secara ilmiah dan berkualitas. Kualitas memang mahal, namun adalah kualitas yang menentukan pengakuan internasional.

Sebenarnya pemerintah telah menerapkan berbagai aturan kuantitatif yang dianggap ketat untuk menjamin kualitas penelitian, namun faktanya PT Indonesia belum juga masuk dalam daftar universitas kelas dunia. Bukankah hal ini seharusnya menjadi bahan penelitian oleh Kementerian, untuk menjawab pertanyaan mengapa intervensi aturan tidak juga mencapai hasil yang diinginkan: masuk kelas dunia?

Sepertinya sudah waktunya kita mempertanyakan apakah ukuran keberhasilan yang diangkakan/dikuantifikasi ala pemerintah saat ini sanggup membawa universitas kita ke tingkat dunia. Soalnya, ada celah untuk memainkan peraturan ini. Misalnya, ketika seorang dosen ingin naik pangkat, ia akan ditanya tentang jumlah frekuensi namanya terindeks di scopus, sebuah pusat data terbesar di dunia, yang mencakup puluhan juta literatur/jurnal ilmiah terkemuka. Padahal, kemungkinan publikasi dalam jurnal terkemuka sering memerlukan waktu cukup lama, bisa lebih dari setahun atau dua tahun, terutama dalam ilmu sosial. Alhasil, bukan kualitas yang diusahakan dosen, melainkan usaha untuk menemukan cara yang memungkinkan namanya terindeks dalam scopus. Tujuan menghalalkan segala cara.

Pada 2013 tercatat ada sekitar 5,8 juta mahasiswa. Namun hanya 19.227 atau 0,33 persen di antaranya yang merupakan mahasiswa S-3, yang seharusnya menjadi motor dunia penelitian. Adapun guru besar kita juga masih jarang melakukan penelitian. Para guru besar tidak terbiasa bersaing mencari dana penelitian dengan usul yang sudah seharusnya bersifat frontier, mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena itu, mereka juga tidak mengembangkan aliran pemikiran yang dibicarakan dengan mahasiswanya. Adalah yang demikian ini yang menjadi hambatan berkembangnya budaya penelitian.

Budaya penelitian bertumbuh-kembang di perguruan tinggi penelitian (research universities). PT seperti ini dihuni oleh guru besar dan mahasiswa S-3 yang melakukan penelitian bersama. Kehidupan kampus merupakan kegiatan utama, bukan sambilan seperti sekarang, karena dosen harus bekerja ganda.

Perlu diingatkan bahwa universitas yang masuk dalam kelompok terbaik dunia itu adalah universitas riset. Perguruan tinggi penelitian itu memiliki ciri didominasi program pascasarjana. Peneliti yang sebenarnya adalah mahasiswa S-3 yang harus menulis disertasi tentang hal "baru" di bawah bimbingan guru besar yang sering juga merupakan mentor dan pencari dana penelitian.

Jika ingin bersaing dengan perguruan tinggi dunia, tentu saja kita harus memenuhi kriteria yang digunakan dunia. Umumnya PT yang masuk pemeringkatan dunia itu merupakan PT penelitian yang otonom-dapat memperoleh dan mengelola sendiri dana penelitian, dari negara dan masyarakat dalam dan luar negeri, yang cukup besar dan makin besar, tanpa harus diserahkan kepada negara, hingga harus mengikuti aturan keuangan negara. Untuk itu, mungkin diperlukan pula sarana dan prasarana pendukung, termasuk kemungkinan merekrut SDM terbaik dalam bidangnya, dari dalam dan luar negeri. Mungkinkah itu semua? Jika tidak mungkin, kita akan terus menjadi pariah dalam dunia akademis.*/**

Berita terkait

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

2 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

42 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

42 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

43 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya

Ratih Kumala Ceritakan Proses Kreatif Penulisan Gadis Kretek

18 Desember 2023

Ratih Kumala Ceritakan Proses Kreatif Penulisan Gadis Kretek

Penulis novel Gadis Kretek Ratih Kumala menceritakan proses kreatif. Mengapa ia akhirnya menjadi seorang kolektor bungkus kretek.

Baca Selengkapnya