Cap

Penulis

Senin, 8 Februari 2010 00:00 WIB

KADANG-KADANG orang menjepit orang lain dengan kata, menjerat diri dengan kata. Sejarah politik Indonesia modern bisa ditulis sebagai sejarah bekerjanya jepit dan jerat kata dari masa ke masa.

Pada tahun 1960-an, di bawah "demokrasi terpimpin", jepit dan jerat itu misalnya terbentuk dalam kata "kontra-revolusioner". Kata ini, bila dikenakan kepada seseorang, satu kelompok, atau satu pola sikap, dapat membuat yang dikenai seakan-akan tertangkap. Dalam posisi itu, ia berubah jadi sasaran untuk diserang ataudalam kata yang dominan waktu itu"diganyang". Kata "kontra-revolusioner" sama artinya dengan "musuh" Republik, pengkhianat tanah air, penentang "Revolusi", dan segala usaha yang sedang digerakkan oleh Sang Pemimpin Besar Revolusi yang tak bisa dibantah.

Dalam varian "kontra-revolusioner" ini ada kata "PSI" dan "Masyumi"dua partai politik yang dibubarkan Bung Karno, Pemimpin Besar Revolusi. Kedua partai itu juga dimusuhi oleh dua kekuatan pendukung, PKI dan ABRI. Para pemimpin PSI dan Masyumi dipenjarakan. Surat kabar mereka ditutup. Dan melalui serangan verbal lewat media massa, "PSI" dan "Masyumi" (kemudian juga "Manikebu") segera jadi kata yang menjepit dan menjerat siapa saja yang dianggap musuh politik. Buat digebuk.

Pada tahun 1970-an, di bawah "Orde Baru", kata yang dengan lebih buas menjepit dan menjerat adalah "PKI" dan "G30S" atau "Gestapu". Dengan kata itu, orang langsung tak dapat bergerak dan tak mungkin bicara. Acap kali mereka dipenjarakan dan dibunuh, tanpa bekas.

Seperti pada masa sebelumnya, daya jerat dan jepit kata "PKI" dan lain-lain itu juga dilahirkan oleh kampanye media massa, yang dikobarkan dengan penuh kebencian. Dengan teror dan ketakutan. Demikianlah sepatah kata menjadi stigma.

Advertising
Advertising

Stigma adalah cap. Kata ini berasal dari bahasa Yunani untuk menyebut semacam tanda yang diterakan dengan luka bakar atau tato ke kulit seorang hukuman, pelaku kriminal, budak, atau pengkhianat. Dengan cap yang melekat di jangat itu, stigma akan menandai orang yang tak diinginkan. Stigmatisasi terjadi bersama penyingkiran.

Pada zaman komunikasi kata-kata ini, cap itu tak melekat di jangat. Ia hanya jadi metafor. Ia berbentuk bunyi, penanda yang dikumandangkan ke dalam bahasa. Sebagai bagian dari bahasa, ia masuk ke kepala dan hati orang ramai, membentuk persepsi dan bahkan sikap dan laku mereka. Kata sebagai stigma berkembang dalam pusaran kesadaran kita bagaikan racun. Racun ini kemudian bisa disemburkan ke tiap sosok yang jadi sasaran.

Sebagai racun, ia bergabung dengan racun jiwa yang lain: purbasangka dan paranoia. Maka dengan mudah ia bisa dipergunakan untuk menyebarkan permusuhan. Yang menakjubkan, stigma bisa bertahan lama.

Setelah "demokrasi terpimpin" runtuh, kata "PSI" dan "Masyumi" masih merupakan stigma yang berlanjut. Ketika pada Januari 1974 terjadi gerakan yang membakar dan merusak mobil, motor, dan gedung di jalan-jalan Jakarta, pihak penguasa menggunakan media untuk menuduh bahwa yang jadi dalang kekerasan itu "PSI" dan "Masyumi". Sejumlah orang yang sering diberi label "PSI" dan "Masyumi" dipenjarakan. Banyak di antaranya tanpa diadili. Segera sesudah itu, sebuah buku propaganda diterbitkan dalam bentuk mewah, ditulis oleh seorang wartawan, Marzuki Arifin. Dakwaan terhadap "PSI" dan "Masyumi", dua partai yang sudah dibubarkan 14 tahun sebelumnya, dikumandangkan lagi.

Bahasa membentuk endapannya sendiri. Kata-kata ikut bercampur dengan bawah-sadar, dan diubah-ubah maknanya oleh apa yang bergolak dalam percampuran itu. Oleh hasrat dan dalam hasrat. Oleh kengerian dan dalam kengerian. Makna tak lagi jelas dan transparan. Dan tak ingin untuk demikian.

Apa arti "PSI"? "Masyumi"? "Manikebu"? "PKI"? "Gestapu"? Tak penting lagi dikaji apa sebenarnya arti kata-kata itu. Orang tak peduli lagi apa yang terkandung dan tak terkandung di dalamnya. Sebagai salah satu perumus "Manifes Kebudayaan" (yang diubah jadi "Manikebu", sebagai langkah awal stigmatisasi), saya sering takjub: sampai hari ini manifesto yang diganyang habis-habisan pada tahun 1960-an itu masih dianggap mendukung paham "seni untuk seni".

Endapan racun itu memang berumur panjang. Tak mengherankan jika paranoia masih mencengkam ketika orang dengar kata "komunis" dan "Marxis", juga 20 tahun setelah Partai Komunis terbesar di dunia jatuh.

Agaknya kini pun orang sedang memproduksi dan mengawetkan stigma sendiri: "neoliberal", "liberal", "sekuler", "fundamentalis"dan dengan itu pertukaran pendapat tak bisa lagi jernih, bahkan jadi mustahil. Akhir-akhir ini, dalam kasus Bank Century, bahkan meningkat suasana yang mempermudah stigmatisasi itu: orang bicara, dan racun bertaburan di antara tiap bunyi, tiap rangkaian huruf, tiap penanda.

Stabilitas yang dikukuhkan pada stigma seperti itu berbareng dengan berlanjutnya politik sebagai ajang kebencian dan intoleransi. Bahasa adalah arus yang tak henti-hentinya memelesetkan makna, dan orang memerlukan apa yang disebut psikoanalisis Lacan point de capiton agar ada pegangan, biarpun sementara, untuk mematok makna kata. Tapi point de capiton itu bisa menjepit dan menjeratbukan hanya musuh kita, tapi juga kita sendiri.

Pada saat itulah bermula kecurigaan jadi rumus, kebencian jadi doktrin. Kita hanya bisa membebaskan diri dari jerat dan jepit itu bila kita ingat bahwa pada tiap stigma ada racun yang melumpuhkan semuanya.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

5 Mei Ditetapkan Hari Bidan Sedunia, Begini Sejarahnya

3 menit lalu

5 Mei Ditetapkan Hari Bidan Sedunia, Begini Sejarahnya

Hari Bidan Sedunia dirayakan setiap tanggal 5 Mei sebagai penghargaan kepada para profesional kesehatan yang telah memberikan kontribusi besar dalam perawatan.

Baca Selengkapnya

Layanan Internet Starlink Sudah Bisa Dipesan, Biaya Langganan Rp750 Ribu per Bulan

7 menit lalu

Layanan Internet Starlink Sudah Bisa Dipesan, Biaya Langganan Rp750 Ribu per Bulan

Perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan layanan internet milik Elon Musk, Starlink mulai menawarkan layanannya untuk masyarakat di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Wakil Ketua MWA: 7 Bakal Calon Berpotensi Jadi Rektor Unpad 2024-2029l

11 menit lalu

Wakil Ketua MWA: 7 Bakal Calon Berpotensi Jadi Rektor Unpad 2024-2029l

Terdapat 14 bakal calon dalam pemilihan Rektor Universitas Padjajaran atau Unpad.

Baca Selengkapnya

Indonesia Memimpin Perjudian Online Dunia, Daftar 5 Negara Pemain Judi Online Terbanyak

13 menit lalu

Indonesia Memimpin Perjudian Online Dunia, Daftar 5 Negara Pemain Judi Online Terbanyak

Indonesia muncul sebagai negara dengan jumlah pemain judi online terbanyak di dunia, menurut survei DroneEmprit

Baca Selengkapnya

Korlantas Uji Coba Pengiriman Surat Tilang Melalui Whatsapp

14 menit lalu

Korlantas Uji Coba Pengiriman Surat Tilang Melalui Whatsapp

Bila sistem pengiriman surat tilang melalui Whatsapp aman, Korlantas akan memberlakukan aturan ini secara nasional.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Jubir Luhut Soal Orang "Toxic" di Pemerintahan Prabowo-Gibran

17 menit lalu

Penjelasan Jubir Luhut Soal Orang "Toxic" di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Juru bicara Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan maksud dari orang toxic dalam pemerintahan. Sebelumnya, Luhut menyebut istilah itu saat berpesan kepada Prabowo Subianto tentang kabinetnya.

Baca Selengkapnya

Piala Uber 2024: Ester Nurumi Tri Wardoyo Tetap Bangga Meski Gagal Bawa Indonesia Juara

21 menit lalu

Piala Uber 2024: Ester Nurumi Tri Wardoyo Tetap Bangga Meski Gagal Bawa Indonesia Juara

Ester Nurumi Tri Wardoyo dikalahkan He Bing Jao lewat pertarungan sengit tiga game saat duel Indonesia melawan Cina di final Piala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

Daftar Juara Piala Uber Sepanjang Masa setelah Cina Kalahkan Indonesia di Final Edisi 2024

21 menit lalu

Daftar Juara Piala Uber Sepanjang Masa setelah Cina Kalahkan Indonesia di Final Edisi 2024

Tunggal bulu tangkis putri Indonesia harus puas menjadi runner-up Piala Uber 2024 setelah kalah 0-3 dari Cina.

Baca Selengkapnya

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

26 menit lalu

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

Masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada

Baca Selengkapnya

Tim Piala Uber Capai Final, Greysia Polii: Ini Kemenangan Perempuan Indonesia yang Selalu Diremehkan

36 menit lalu

Tim Piala Uber Capai Final, Greysia Polii: Ini Kemenangan Perempuan Indonesia yang Selalu Diremehkan

Greysia Polii merasa, meski kalah melawan China, pencapaian tim Uber Indonesia 2024 ini merupakan kemenangan bagi para perempuan Indonesia.

Baca Selengkapnya