Gelap

Penulis

Senin, 17 Mei 2010 00:00 WIB

Siang itu saya lihat seorang perempuan berjilbab duduk tekun di depan sebuah mikroskop di sebuah lab. Saya teringat Kartini.

Dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902, Kartini mencantumkan seuntai kwatrin:

Door nacht tot licht
Door storm tot rust
Door strijd tot eer
Door leed tot lust

Banyak orang meleset dari sajak pendek ini. Buku kumpulan surat Kartini yang pertama terbit pada 1911 berjudul Door Duisternis Tot Licht. Kalimat itu agaknya dipilih J.H. Abendanon, pejabat pemerintahan Hindia Belanda yang bersemangat mendukung putri Bupati Jepara itu. Abendanon pula yang menyeleksi surat-surat gadis itu dan menerbitkannya. Penyair Armijn Pane kemudian menerjemahkan buku itu jadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Dengan judul itu agaknya orang menemukan sebuah metafor untuk menggambarkan pergulatan Kartini membebaskan diri dari dunia adat yang kuno, kolot, dan mengekang. "Terang" (licht) adalah kiasan untuk pencerahan sikap dan pikiran: tanda emansipasi dari yang mengekang itu.

Advertising
Advertising

Joost Cote termasuk yang berpikir demikian. Peneliti yang menerjemahkan surat-surat Kartini yang lebih lengkap dan menerbitkannya dalam sebuah buku (diterbitkan oleh Monash Asia Institute of Monash University tahun 1992) itu menulis bahwa "dari gelap terbitlah terang" diambil dari sajak dalam surat Kartini, yang mencerminkan "kesadaran dirinya tentang perjuangannya yang bersejarah".

Tapi saya kira tak demikian. Jika kita baca surat yang memuat sajak itu (mungkin karya Kartini sendiri), kita akan tahu bahwa kata "terang" itu mengacu ke sesuatu yang sama sekali lain: "terang" adalah saat Kartini menemukan identitasnya sebagai seorang muslimah. Ia mendapatkan "terang" itu berkat bimbingan ibu kandungnya, yang datang dari keluarga santri, bukan seorang wanita berpendidikan Barat, tapi "seorang perempuan tua dari mana aku memperoleh pelbagai kembang yang terbit dari hati".

Bahwa Abendanon tak mengaitkan kalimat yang dipilihnya itu dengan apa yang sebenarnya terjadi, itu mengungkapkan sebuah perspektif yang tipikal seorang Eropa terpelajar di awal abad ke-20: baginya, perjuangan Kartini adalah tauladan modernisasi. Modernisasi adalah jalan ke Aufklrung, "pencerahan". Dan itu pasti bukan jalan ke agama, apalagi Islam. "Pencerahan" adalah datangnya cahaya yang menggantikan kegelapan tua: irasionalitas, takhayul, dan taklid.

Bagi Abendanon, juga bagi para pemikir modernisasi Indonesia (Takdir Alisjahbana, Sjahrir, Tan Malaka, Soekarno), ruang dan waktu Kartini adalah miniatur sejarah ketika rasionalitas menggedor pintu sebuah masyarakat yang "terkebelakang". Maka mereka menyebut Kartini (seperti dalam lagu yang kita hafal) "pendekar", khususnya "pendekar kaumnya untuk merdeka": merdeka dari adat yang mengekang dan dari kepercayaan yang membekukan pikir.

Tapi bagi Kartini, perkaranya lebih kompleks. Ia hidup di tengah-tengah derap maju rasionalitas itu, namun dan pada saat yang sama ia tahu bahwa agamayang umumnya dilihat sebagai deretan dogma yang bekutak terusir ke masa silam.

Mungkin itu sebabnya, perempuan berjilbab dengan mikroskop itu mengingatkan saya kepada Kartini: agama dan rasionalitas bukanlah dua kubu yang bertentangan.

Ada suatu masa, terutama di Eropa, ketika rasionalitas menampik iman. Ilmu pengetahuan pun meninggalkan agama, atau keduanya hidup terpisah, sementara rasio menguasai kehidupan. Tapi dengan kemenangan itu, sesuatu terjadi pada rasio. Seusai pertempuran rasio dengan agama, kata Hegel, agama memang terpuruk, tapi "rasio [berubah] hanya jadi intelek semata-mata".

Dalam Revolusi Prancis, rasio dirayakan, agama diusir. Sejak itu iman hidup dalam batin, bukan dalam kehidupan sosial dan tubuh lembaga seperti Gereja. Agama mundur dari arena, tapi iman menemukan ruang hidupnya yang baru, di dunia privat. Rasio tak merasa perlu mengusirnyadan ia tak juga mampu menjelaskannya. Maka rasio lebih baik menyibukkan diri dalam soal lain: jadi intelek, atau jadi akal semata (dari mana kata "mengakali" berasal). Dengan alat itulah manusia mengakali alam dan mengendalikannya. Ia jadi Tuan. Ia menghasilkan sesuatu yang dulu tak ada.

Dulu rasio tak berhenti tergugah akan ketakjuban dunia; dengan itulah filsafat serta ilmu lahir. Tapi pada akhirnya rasio, sebagai akal, ikut membuat hilangnya pesona duniadan, dalam pandangan muram Max Weber, pelan-pelan manusia pun terdorong ke dalam "kerangkeng besi".

Maka kisah kemenangan rasio juga kisah kekalahannya. Akal budi lupa bahwa ia sebenarnya hanya hadir sebagai "terang" karena ada "gelap". "Gelap" bukanlah sebuah keadaan defisit dari terang, tapi justru yang membuat terang jadi terang. Ketika gelap ditolak dan dicampakkan, tak ada lagi yang berharga yang tinggal.

Tapi pada saat itulahdalam mencampakkan gelapagama dan akal sering bertemu. Saya teringat perempuan berjilbab di depan mikroskop itu: saya teringat Kartini. Jangan-jangan Kartini termasuk orang yang meninggalkan "malam" (keadaan gelap yang sementara), karena baginya agama dan rasio menghendaki demikian. Bukankah agama dan dunia modern menolak segi yang kacau dan tak terungkapkan dari manusiamisalnya dunia bawah-sadarnya?

Tapi jika demikian, saya takut ia akan buntu: ia akan berhenti memahami hidup. Saya ingat kata-kata Chesterton tentang mistisisme: "manusia dapat memahami semuanya karena ia dibantu oleh apa yang tak dapat dipahaminya". Dengan kata lain, manusia memahami hidup karena ia mengakui dan menemui misteri.

Tapi mungkin saja mikroskop di tangan itu lain. Mungkin ia bagian dari ketakjuban yang sedang bangkit lagibukan alat akal untuk menaklukkan hidup, tak mengakui gelap.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

5 Cara Menggunakan Parfum yang Benar

5 menit lalu

5 Cara Menggunakan Parfum yang Benar

Menggunakan parfum dengan benar dapat membuat aroma bertahan lebih lama dan lebih merata.

Baca Selengkapnya

Soal Izin Ekspor Konsentrat Freeport, Wamen BUMN Komitmen Selesaikan Smelter

7 menit lalu

Soal Izin Ekspor Konsentrat Freeport, Wamen BUMN Komitmen Selesaikan Smelter

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa kementeriannya sedang berdiskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM soal rencana izin ekspor konsentrat tembaga oleh PT Freeport Indonesia.

Baca Selengkapnya

Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

11 menit lalu

Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

Bersama lulusan lain, dokter Tirta menghadiri Sidang Terbuka Wisuda Kedua ITB Tahun Akademik 2023/2024 di Gedung Sabuga, ITB.

Baca Selengkapnya

Pemantau PBB Laporkan Rudal Korea Utara Hantam Kharkiv Ukraina

11 menit lalu

Pemantau PBB Laporkan Rudal Korea Utara Hantam Kharkiv Ukraina

Badan ahli tersebut mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa penemuan rudal menunjukkan pelanggaran sanksi internasional oleh Korea Utara.

Baca Selengkapnya

Antusiasme Warga Nobar Timnas Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

12 menit lalu

Antusiasme Warga Nobar Timnas Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Jokowi dan beberapa menteri nonton bareng laga Timnas Indonesia vs Uzbekistan di Piala Asia U-23 2024. Nobar pun dilakukan di banyak tempat semalam.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

15 menit lalu

Terkini Bisnis: Ikappi Respons Isu Pembatasan Operasional Warung Madura, Tips Hindari Denda Barang Impor

Ikappi merespons ramainya isu Kementerian Koperasi dan UKM membatasi jam operasional warung kelontong atau warung madura.

Baca Selengkapnya

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

17 menit lalu

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

Korban gempa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum mendapatkan bantuan, baik bantuan sosial pangan ataupun yang lainnya. Pemerintah daerah beralasan masih melakukan pendataan. Bantuan akan diberikan setelah verifikasi dan validasi data.

Baca Selengkapnya

Harga Pangan Diklaim Normal, Zulhas: Kalau Terlalu Murah Petaninya Bangkrut

20 menit lalu

Harga Pangan Diklaim Normal, Zulhas: Kalau Terlalu Murah Petaninya Bangkrut

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim sejumlah harga pangan telah berangsur normal. Yang mahal tinggal gula pasir.

Baca Selengkapnya

Cerita Peserta UTBK SNBT di UPN Yogyakarta Diawasi 5 Pengawas: Susah Kalau Ada yang Mau Curang

24 menit lalu

Cerita Peserta UTBK SNBT di UPN Yogyakarta Diawasi 5 Pengawas: Susah Kalau Ada yang Mau Curang

UTBK di UPN Yogyakarta: Sulit Kalau Mau Curang, Pengawas Satu Ruang Bisa Sampai 5 Orang

Baca Selengkapnya

Timnas U-23 Indonesia Takluk Lawan Uzbekistan, Skuad Garuda Dinilai Kalah Fisik dan Pengalaman

27 menit lalu

Timnas U-23 Indonesia Takluk Lawan Uzbekistan, Skuad Garuda Dinilai Kalah Fisik dan Pengalaman

Pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni menilai kekalahan Timnas U-23 Indonesia dari Uzbekistan karena fisik dan pengalaman yang belum setara.

Baca Selengkapnya