Bagong Suyanto, dosen Program S2 Ilmu Kepolisian Universitas Airlangga
Kasus salah tangkap dan salah vonis bukan hanya sekali-dua kali terjadi di Tanah Air. Berita yang terbaru, Dedi, 33 tahun, seorang tukang ojek di Jakarta yang sempat divonis bersalah dan ditahan hingga 10 bulan, ternyata adalah korban salah tangkap aparat kepolisian.
Kisah Dedi ini terasa mengoyak rasa keadilan, bukan sekadar karena ia harus menjalani hukuman yang sebetulnya tidak berkaitan dengan perbuatannya, tapi yang memprihatinkan adalah penderitaan yang harus ditanggung keluarga korban. Istri korban harus hidup banting tulang sebagai tukang ojek, dan anak tunggal korban yang masih berusia 3 tahun meninggal dunia gara-gara kekurangan gizi.
Meski kematian putranya ini tidak berkaitan langsung dengan kasus salah tangkap yang dialami korban, nasib tentunya bisa berkata lain jika, sebagai ayah, korban masih bisa bertanggung jawab dan bekerja sebagai ayah untuk menghidupi istri dan anaknya.
Selain Dedi, orang-orang yang menjadi korban salah tangkap dan kemudian divonis bersalah boleh jadi masih banyak yang belum memperoleh keadilan dan pembelaan yang semestinya.
Dalam sejumlah kasus salah tangkap yang selama ini terjadi, ketika diperiksa kembali biasanya baru ketahuan bahwa korban selama proses pemeriksaan ternyata terpaksa mengakui perbuatannya karena dipaksa dan takut ancaman aparat yang memeriksanya. Di tengah banyaknya kasus tindak kejahatan yang ditangani kepolisian, memang terkadang tidak tertutup kemungkinan aparat kemudian bersikap pragmatis.
Seorang aparat yang sehari-hari menghadapi para pelaku tindak kejahatan biasanya sudah hafal dengan taktik penjahat yang selalu tidak mengakui perbuatannya. Untuk memperoleh pengakuan pelaku tindak kejahatan, salah satu cara yang efektif biasanya memang dengan ancaman dan tindak kekerasan.
Tapi, masalahnya, ketika yang dihadapi aparat kepolisian bukanlah penjahat yang sebenarnya, sementara di benak aparat sudah ada syak-wasangka yang kuat, maka apa pun pembelaan pihak terdakwa niscaya tidak akan banyak digubris, karena hanya dianggap sebagai upaya membangun alibi.
Dalam menjalankan tugas sebagai penyidik, selama ini memang sering terjadi aparat kepolisian dihadapkan pada sejumlah dilema. Di satu sisi, polisi dituntut untuk menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap siapa pun pihak yang dicurigai sebagai pelaku tindak kejahatan. Sedangkan di sisi lain, ketika jumlah aparat kepolisian makin tidak sebanding dengan besaran masalah kejahatan yang harus ditangani, sering kali desakan untuk menyelesaikan setiap kasus dengan cepat membuat polisi terkadang tidak cermat dalam memeriksa terdakwa.
Alih-alih bersikap obyektif dan menelusuri serta mengurai bukti demi bukti hingga diambil kesimpulan yang benar-benar obyektif, dalam kenyataan tidak sekali-dua kali ada aparat kepolisian tergelincir karena dikendalikan syak-wasangkanya sendiri.
Untuk mencegah dan mengurangi kasus-kasus salah tangkap di masa depan, yang dibutuhkan bukan sekadar sikap polisi yang simpatik dan profesional. Yang tak kalah penting adalah keberanian, kemampuan, dan keberdayaan masyarakat untuk memahami hak dan memiliki akses untuk memperoleh perlakuan hukum yang seadil-adilnya.
Berita terkait
Kasus Polisi Salah Tangkap Pasangan Suami Istri di Cileungsi Viral, Kapolres Bogor Copot Anggotanya
13 Februari 2024
Kapolres Bogor minta maaf atas kasus salah tangkap terhadap pasangan suami istri penjual keripik yang sedang isi bensin di SPBU.
Baca SelengkapnyaOman Abdurohman Korban Salah Tangkap, Bagaimana Tanggung jawab Polisi dan Hak Korban?
14 Januari 2024
Belum lama ini Oman Abdurohman mendapat ganti rugi Rp 222 juta karena jadi korban salah tangkap polisi. Apa hak korban salah tangkap?
Baca SelengkapnyaKorban Salah Tangkap Polisi Sejak Sengkon dan Karta, Pengamen Cipulir, hingga Oman Abdurohman
14 Januari 2024
Oman Abdurohman bukan korban salah tangkap polis pertama. Mengingatkan peristiwa 27 tahun lalu, kasus Sengkon dan Karta.
Baca SelengkapnyaDosen Hukum UGM Sebut Kasus Klitih Gedongkuning Bukti Absennya Pendekatan Humanis Aparat
24 Mei 2023
Dosen Hukum Tata Negara UGM Herlambang P. Wiratraman sebut kasus salah tangkap klitih Gedongkuning buktikan tak ada pendekatan humanis aparat.
Baca Selengkapnya3 Warga AS Jadi Korban Salah Tangkap 28 Tahun, demi Lindungi Pengedar Narkoba
21 Oktober 2022
Tiga pria AS jadi korban salah tangkap 28 tahun, kasusnya direkayasa polisi untuk melindungi bndar narkoba.
Baca SelengkapnyaApa Sanksi Bagi Polisi yang Melakukan Salah Tangkap? 24 Hal yang Dilarang Dilakukan Anggota Polri
18 September 2022
Korban salah tangkap berhak mendapat rehabilitasi dan ganti rugi. Apa sanksi bagi anggota Polri yang lakukan salah tangkap?
Baca SelengkapnyaHak Apa Saja Yang Didapat Korban Salah Tangkap Polisi?
18 September 2022
Polisi bisa saja melakukan salah tangkap, sebagai korban bisa mengajukan ganti rugi yang dijamin KUHAP. Bagaimana caranya?
Baca SelengkapnyaTop 3 Metro: Kader HMI Dituduh Begal Bebas, Mosi Tidak Percaya Wali Kota Depok
11 Mei 2022
LBH dan Kontras menangani kasus dugaan salah tangkap begal Bekasi ini pada 10 Februari 2022, ketika sudah di persidangan.
Baca SelengkapnyaKader HMI Dituduh Begal Bebas dari Tahanan, Polisi: Kewenangan Pengadilan
10 Mei 2022
Kapolres Metro Bekasi mengatakan bebasnya kader HMI yang dituduh begal dari tahanan merupakan kewenangan pengadilan. Diduga korban salah tangkap.
Baca SelengkapnyaKader HMI yang Dituduh Begal Dilepas, Polda: Selanjutnya Diurus Polres Bekasi
10 Mei 2022
Kader HMI sekaligus guru mengaji di Bekasi, Muhamad Fikry, yang diduga jadi korban salah tangkap kasus begal di bekasi dibebaskan bersama dua rekannya
Baca Selengkapnya