Alien

Penulis

Selasa, 1 Februari 2011 00:00 WIB

Dari petak sawah di desa di Sleman itu, kita tak terkejut lagi. Orang berbicara dengan yakin tentang makhluk angkasa luar yang barusan berkunjung. Sebuah lingkaran terbentuk secara misterius di atas padi yang hijau, dan orang tak segera menduga, jangan-jangan ada mahasiswa pintar yang iseng dari kampus UGM yang membuatnya. Yang kita bayangkan adalah makhluk dari ribuan tahun cahaya jauhnya, yang kita namai dengan bahasa asing: alien.

Ada yang berubah sebenarnya: kini Sleman, Yogyakarta, Jawa, Indonesia, bahkan dunia, telah kita terima sebagai sesuatu yang dengan wajar bersentuhan dengan sesuatu yang berbeda. Bahkan mungkin sama sekali berbeda. Bahkan tak kita ketahui seberapa jauh "sesuatu" itu bisa kita bandingkan dengan diri kita, dan bisakah alien itu kita kenali.

Ini 2011: kita hidup di era pasca-Flash Gordon. Tokoh fiktif ini, yang telah dikenal akrab oleh beberapa generasi Indonesia, kini kian jauh dari kenangan. Ada masanya film yang dibintangi Buster Crabbe, yang dibuat pertama kali pada 1936, beredar di gedung-gedung gambar-hidup yang dikunjungi kakek-nenek dan ayah-ibu kita. Di waktu kecil, saya menontonnya di sebuah gedung berdinding seng di kota kami, dan anak-anak kampung dengan antusias mengisahkan kembali petualangan si Flash: sang jagoan terbang bersama "istrinya" (sebenarnya pacarnya, Dale Arden) dan "ayah"-nya (sebenarnya Dr Zarkov, ilmuwan setengah gila penemu pesawat ruang angkasa yang menculik Flash dan Dale)satu indikasi betapa dekatnya para penonton udik itu dengan fantasi Hollywood.

Tapi tampak juga, di masa lalu itu tempat & waktu kita telah membentuk lensa mata kita untuk melihat kehidupan di luar. Imajinasi kita datang dari kampung tradisional, di mana tokoh cerita berhubungan sebagai keluarga ("istri", "ayah"). Imajinasi Alex Raymond, yang dengan goresan gambarnya yang apik dan saksama memulai komik yang kemudian dijadikan film itu, juga tak berbeda mendasar dari yang di benak anak kampung tetangga saya. Pada awal 1930-an itu, Raymond, orang New York yang pernah bekerja sebagai kerani di Wall Street, menggambarkan penghuni planet Mongo (dengan Kaisar Ming yang kejam sebagai penguasa) mirip orang Cina yang mungkin ia lihat di Canal Street. Era Flash Gordon adalah masa ketika geografi dan sejarah manusia kita percayai sebagai satu-satunya paradigma.

Empat dasawarsa setelah itu, film Close Encounters of the Third Kind menandai sebuah perubahan: antroposentrisme itu telah ditinggalkan. Steven Spielberg tak lagi menampilkan satu epik. Ia tak mengulangi tema yang seru tentang seorang lulusan Yale berambut pirang sebagai adijawara yang melawan si "asing" jahat yang berkulit kuning. Spielberg mendasarkan ceritanya pada teori pakar UFO Allen Hynek, seorang astrofisikawan dari Northwestern University, yang menyebut makhluk lain itu animate being, yang bukan dengan sendirinya extraterrestrial atau dari luar bumi. Hynek bahkan tak memakai kata alien. Dalam Close Encounters, makhluk-makhluk itu praktis tak dapat digambarkan: mereka liyan yang sepenuhnya liyan. Mereka ada bukan sebagai bagian dari permusuhan yang kita bikin dengan galaksi lain.

Advertising
Advertising

Film Spielberg adalah gema zamannya. Ia dibuat ketika Perang Vietnam telah menimbulkan rasa muak dan marah kepada keyakinan, narsisme, dan paranoia Amerika. Dalam Close Encounters, sebagaimana kemudian dalam film E.T., tak ada lagi motif dari masa Flash Gordon, apalagi dari masa Buck Rogers (di awal 1930-an juga), sebuah cergam dengan khayal tentang bangsa "Merah Mongol" yang menyerang Amerika kelak di pertengahan abad ke-21. Sebagai kontras, satu kalimat tercantum pada poster film Spielberg, tanpa kecemasan: "We are not alone."

Menarik bahwa Spielberg datang dengan kalimat itu setelah bertahun-tahun orang di mana pun dirongrong kecemasan kepada alien, baik dalam arti "E.T." maupun dalam arti orang yang datang dari "luar". Tampaknya kesadaran bahwa "kita tak sendirian" selalu diinterupsi dengan keras oleh rasa waswas yang menganggap egosentrisme sebagai kedaulatan. Seabad sebelum Kopernikus, manusia sebenarnya sudah sampai ke satu kesimpulan: bukan saja bumi terselip di antara jutaan galaksi, tapi juga bahwa bumi bukan lagi pusat-dan bahwa di alam semesta, tak ada yang disebut pusat.

Nicolaus Cusanus menulis Apologia doctae ignorantiae pada 1440. Seperti diuraikan dengan bagus oleh Karsten Harries dalam Infinity and Perspective, Cusanus menunjukkan bahwa bumi bak "sebuah roda di dalam sebuah roda dan sebuah lingkaran dalam sebuah lingkaran"yang tak punya pusat ataupun batas yang melingkunginya. Dan bumi itu bukan terra firma. Ia bergerak seperti kapal yang berlayar entah ke mana.

Di masa ketika bumi dianggap sebagai pusat jagat raya, pendapat ini bahkan lebih radikal ketimbang kosmologi Kopernikus dan Kepler yang datang kemudian, yang masih yakin ada satu pusat: matahari. Bagi Cusanus, anggapan adanya satu pusat hanyalah sebuah ilusi.

Empat ratus tahun kemudian Nietzsche melukiskan ilusi itu dengan perbandingan yang dramatis. Sejarah dunia yang berabad-abad itu sebenarnya cuma satu menit saja dalam usia alam semesta dan bumi hanya satu bintang nun jauh di pojok bentangan yang tanpa batas itu. Meskipun demikian, di bintang itu dengan congkak manusia menemukan "Kebenaran" yang abadi. Padahal menit itu akan lewat, bintang itu membeku, dan hewan congkak itu musnah.

Mungkin bersama Cusanus dan Nietzsche kita perlu menengok lingkaran Sleman. Siapa pun yang membuatnya, kita tahu: kita tak sendirian, tapi juga kita akan kalah dalam permainan monopoli alam semesta. Meskipun kita bilang, "Tuhan kita bersama kita."

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

6 menit lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Biaya Kuliah di PTN Makin Mahal karena Status PTNBH

8 menit lalu

Biaya Kuliah di PTN Makin Mahal karena Status PTNBH

Biaya kuliah di perguruan tinggi negeri atau PTN terus mengalami kenaikan. Akibat rencana alih status ke PTNBH atau kampus berbadan hukum.

Baca Selengkapnya

Kronologi OTT Bendesa Adat Bali yang Diduga Peras Investor Rp10 Miliar

15 menit lalu

Kronologi OTT Bendesa Adat Bali yang Diduga Peras Investor Rp10 Miliar

Seorang Bendesa Adat Berawa di Bali berinisial KR diduga memerasa pengusaha demi memberikan rekomendasi izin investasi

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

21 menit lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

33 menit lalu

Fakta Bandara Internasional Kansai Jepang, Biaya Pembangunan Termahal dan Terancam Tenggelam

Mulai dari lokasi pembangunannya di pulau buatan sampai ancaman tenggelam, simak informasi menarik tentang Bandara Internasional Kansai Jepang.

Baca Selengkapnya

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

48 menit lalu

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

Bayi wajib melakukan imunisasi untuk mencegah bahaya kesehatan, terutama ketika berusia 1-2 bulan. Lantas, apa saja jenis imunisasi yang wajib dilakukan bayi?

Baca Selengkapnya

Cuaca Ekstrem, Pemerintah Siapkan Impor Beras 3,6 Juta Ton

52 menit lalu

Cuaca Ekstrem, Pemerintah Siapkan Impor Beras 3,6 Juta Ton

Zulkifli Hasan mengatakan impor difokuskan ke wilayah sentra non produksi guna menjaga kestabilan stok beras hingga ke depannya.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Thomas 2024: Anthony Ginting Kalahkan Chou Tien Chen, Indonesia vs China Taipei 1-0

58 menit lalu

Hasil Piala Thomas 2024: Anthony Ginting Kalahkan Chou Tien Chen, Indonesia vs China Taipei 1-0

Atlet tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, mengalahkan wakil China Taipei, Chou Tien Chen, pada babak semifinal Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Banjir dan Longsor di Kabupaten Luwu Menewaskan 14 Warga

1 jam lalu

Banjir dan Longsor di Kabupaten Luwu Menewaskan 14 Warga

Kabupaten Luwu turut dilanda banjir dan longsor akibat hujan sejak Jumat dinihari, 3 Mei 2024. BNPB melaporkan 14 warga lokal meninggal dunia.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya