Alien

Penulis

Senin, 31 Januari 2011 00:00 WIB

Dari petak sawah di desa di Sleman itu, kita tak terkejut lagi. Orang berbicara dengan yakin tentang makhluk angkasa luar yang barusan berkunjung. Sebuah lingkaran terbentuk secara misterius di atas padi yang hijau, dan orang tak segera menduga, jangan-jangan ada mahasiswa pintar yang iseng dari kampus UGM yang membuatnya. Yang kita bayangkan adalah makhluk dari ribuan tahun cahaya jauhnya, yang kita namai dengan bahasa asing: alien.

Ada yang berubah sebenarnya: kini Sleman, Yogyakarta, Jawa, Indonesia, bahkan dunia, telah kita terima sebagai sesuatu yang dengan wajar bersentuhan dengan sesuatu yang berbeda. Bahkan mungkin sama sekali berbeda. Bahkan tak kita ketahui seberapa jauh "sesuatu" itu bisa kita bandingkan dengan diri kita, dan bisakah alien itu kita kenali.

Ini 2011: kita hidup di era pasca-Flash Gordon. Tokoh fiktif ini, yang telah dikenal akrab oleh beberapa generasi Indonesia, kini kian jauh dari kenangan. Ada masanya film yang dibintangi Buster Crabbe, yang dibuat pertama kali pada 1936, beredar di gedung-gedung gambar-hidup yang dikunjungi kakek-nenek dan ayah-ibu kita. Di waktu kecil, saya menontonnya di sebuah gedung berdinding seng di kota kami, dan anak-anak kampung dengan antusias mengisahkan kembali petualangan si Flash: sang jagoan terbang bersama "istrinya" (sebenarnya pacarnya, Dale Arden) dan "ayah"-nya (sebenarnya Dr Zarkov, ilmuwan setengah gila penemu pesawat ruang angkasa yang menculik Flash dan Dale)satu indikasi betapa dekatnya para penonton udik itu dengan fantasi Hollywood.

Tapi tampak juga, di masa lalu itu tempat & waktu kita telah membentuk lensa mata kita untuk melihat kehidupan di luar. Imajinasi kita datang dari kampung tradisional, di mana tokoh cerita berhubungan sebagai keluarga ("istri", "ayah"). Imajinasi Alex Raymond, yang dengan goresan gambarnya yang apik dan saksama memulai komik yang kemudian dijadikan film itu, juga tak berbeda mendasar dari yang di benak anak kampung tetangga saya. Pada awal 1930-an itu, Raymond, orang New York yang pernah bekerja sebagai kerani di Wall Street, menggambarkan penghuni planet Mongo (dengan Kaisar Ming yang kejam sebagai penguasa) mirip orang Cina yang mungkin ia lihat di Canal Street. Era Flash Gordon adalah masa ketika geografi dan sejarah manusia kita percayai sebagai satu-satunya paradigma.

Empat dasawarsa setelah itu, film Close Encounters of the Third Kind menandai sebuah perubahan: antroposentrisme itu telah ditinggalkan. Steven Spielberg tak lagi menampilkan satu epik. Ia tak mengulangi tema yang seru tentang seorang lulusan Yale berambut pirang sebagai adijawara yang melawan si "asing" jahat yang berkulit kuning. Spielberg mendasarkan ceritanya pada teori pakar UFO Allen Hynek, seorang astrofisikawan dari Northwestern University, yang menyebut makhluk lain itu animate being, yang bukan dengan sendirinya extraterrestrial atau dari luar bumi. Hynek bahkan tak memakai kata alien. Dalam Close Encounters, makhluk-makhluk itu praktis tak dapat digambarkan: mereka liyan yang sepenuhnya liyan. Mereka ada bukan sebagai bagian dari permusuhan yang kita bikin dengan galaksi lain.

Advertising
Advertising

Film Spielberg adalah gema zamannya. Ia dibuat ketika Perang Vietnam telah menimbulkan rasa muak dan marah kepada keyakinan, narsisme, dan paranoia Amerika. Dalam Close Encounters, sebagaimana kemudian dalam film E.T., tak ada lagi motif dari masa Flash Gordon, apalagi dari masa Buck Rogers (di awal 1930-an juga), sebuah cergam dengan khayal tentang bangsa "Merah Mongol" yang menyerang Amerika kelak di pertengahan abad ke-21. Sebagai kontras, satu kalimat tercantum pada poster film Spielberg, tanpa kecemasan: "We are not alone."

Menarik bahwa Spielberg datang dengan kalimat itu setelah bertahun-tahun orang di mana pun dirongrong kecemasan kepada alien, baik dalam arti "E.T." maupun dalam arti orang yang datang dari "luar". Tampaknya kesadaran bahwa "kita tak sendirian" selalu diinterupsi dengan keras oleh rasa waswas yang menganggap egosentrisme sebagai kedaulatan. Seabad sebelum Kopernikus, manusia sebenarnya sudah sampai ke satu kesimpulan: bukan saja bumi terselip di antara jutaan galaksi, tapi juga bahwa bumi bukan lagi pusat-dan bahwa di alam semesta, tak ada yang disebut pusat.

Nicolaus Cusanus menulis Apologia doctae ignorantiae pada 1440. Seperti diuraikan dengan bagus oleh Karsten Harries dalam Infinity and Perspective, Cusanus menunjukkan bahwa bumi bak "sebuah roda di dalam sebuah roda dan sebuah lingkaran dalam sebuah lingkaran"yang tak punya pusat ataupun batas yang melingkunginya. Dan bumi itu bukan terra firma. Ia bergerak seperti kapal yang berlayar entah ke mana.

Di masa ketika bumi dianggap sebagai pusat jagat raya, pendapat ini bahkan lebih radikal ketimbang kosmologi Kopernikus dan Kepler yang datang kemudian, yang masih yakin ada satu pusat: matahari. Bagi Cusanus, anggapan adanya satu pusat hanyalah sebuah ilusi.

Empat ratus tahun kemudian Nietzsche melukiskan ilusi itu dengan perbandingan yang dramatis. Sejarah dunia yang berabad-abad itu sebenarnya cuma satu menit saja dalam usia alam semesta dan bumi hanya satu bintang nun jauh di pojok bentangan yang tanpa batas itu. Meskipun demikian, di bintang itu dengan congkak manusia menemukan "Kebenaran" yang abadi. Padahal menit itu akan lewat, bintang itu membeku, dan hewan congkak itu musnah.

Mungkin bersama Cusanus dan Nietzsche kita perlu menengok lingkaran Sleman. Siapa pun yang membuatnya, kita tahu: kita tak sendirian, tapi juga kita akan kalah dalam permainan monopoli alam semesta. Meskipun kita bilang, "Tuhan kita bersama kita."

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Tanggapan Heru Budi hingga Ketua Kadin DKI Soal UU DKJ yang Resmi Diteken Jokowi

1 menit lalu

Tanggapan Heru Budi hingga Ketua Kadin DKI Soal UU DKJ yang Resmi Diteken Jokowi

Heru Budi Hartono meyakini pengesahan UU DKJ adalah yang terbaik untuk Jakarta.

Baca Selengkapnya

Jadwal Cuti Bersama dan Tanggal Merah Mei 2024, Banyak Long Weekend

6 menit lalu

Jadwal Cuti Bersama dan Tanggal Merah Mei 2024, Banyak Long Weekend

Jadwal cuti bersama dan tanggal merah Mei 2024 cukup banyak. Anda bisa langsung menentukan waktu liburan dengan tepat. Ini tanggalnya.

Baca Selengkapnya

Prabowo Bertemu Calon PM Singapura, Diperkenalkan oleh Jokowi

7 menit lalu

Prabowo Bertemu Calon PM Singapura, Diperkenalkan oleh Jokowi

Jokowi mempertemukan Prabowo dengan calon PM Singapura yang akan dilantik Lawrence Wong.

Baca Selengkapnya

Janji akan Konser di Jakarta Lagi, IU: Aku Mau Naik Naga

8 menit lalu

Janji akan Konser di Jakarta Lagi, IU: Aku Mau Naik Naga

IU mengaku ingin naik naga saat menggelar konser di Jakarta lagi karena Uaena Indonesia berhasil membuatnya terkesan.

Baca Selengkapnya

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Prediksi Timnas U-23 Indonesia Hanya Menang Tipis Lawan Uzbekistan

9 menit lalu

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Prediksi Timnas U-23 Indonesia Hanya Menang Tipis Lawan Uzbekistan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yakin Timnas U-23 Indonesia kalahkan Uzbekistan usai melihat permainan mereka saat mengalahkan Korea Selatan.

Baca Selengkapnya

Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Kota Medan, Berikut Profil Benny Sinomba Siregar

9 menit lalu

Bobby Nasution Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Kota Medan, Berikut Profil Benny Sinomba Siregar

Wali Kota Medan Bobby Nasution menunjuk Benny Sinomba Siregar jadi Plh Sekda Kota Medan. Benny adalah paman Bobby.

Baca Selengkapnya

PPP Sambangi Markas PKB, Mardiono: Mau Silaturahmi

13 menit lalu

PPP Sambangi Markas PKB, Mardiono: Mau Silaturahmi

Plt Ketua Umum PPP Mardiono menyambangi markas DPP PKB hari ini. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tampak menyambutnya.

Baca Selengkapnya

Polisi Simpulkan Brigadir RA Tewas Karena Bunuh Diri, Kasus Dianggap Selesai dan Ditutup

15 menit lalu

Polisi Simpulkan Brigadir RA Tewas Karena Bunuh Diri, Kasus Dianggap Selesai dan Ditutup

Polres Metro Jakarta Selatan menyimpulkan Brigadir RA tewas bunuh diri di dalam mobil Alphard. Kasus dianggap selesai dan ditutup.

Baca Selengkapnya

Alasan Partai Gelora Minta PKS Timbang Ulang Rencana Gabung ke Kubu Prabowo

19 menit lalu

Alasan Partai Gelora Minta PKS Timbang Ulang Rencana Gabung ke Kubu Prabowo

Partai Gelora meminta PKS mempertimbangkan dengan matang keputusan bergabung atau tidak dengan pemerintahan Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

Prastowo Sebut Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah

22 menit lalu

Prastowo Sebut Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah

Staf Khusus Kementerian Keuangan sebut bea cukai bukan keranjang sampah, imbas banyak postingan media sosial yang mengeluhkan pajak barang Impor dari luar negeri yang terlalu mahal.

Baca Selengkapnya