RAPBN 2016: Optimistis, Realistis, atau Ambisius?

Penulis

Selasa, 18 Agustus 2015 02:37 WIB

Sunarsip, Ekonom Kepala The Indonesia Economic Intelligence

Pada 14 Agustus 2015, pemerintah telah secara resmi mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Dibanding APBN-P 2015, terlihat bahwa postur RAPBN 2016 sebenarnya memperlihatkan sikap optimistis yang realistis. Volume (belanja negara) RAPBN 2016 ditargetkan sebesar Rp 2.121,3 triliun atau naik sebesar 6,9 persen dibanding APBN-P 2015, yang hanya Rp1.984,1 triliun.

Pendapatan negara juga naik tidak terlalu pesat (4,9 persen), dari Rp 1.761,6 triliun pada APBN-P 2015 menjadi Rp 1.848,1 triliun pada RAPBN 2016. Sementara itu, kenaikan pemasukan pajak sendiri hanya 4,9 persen, dari Rp 1.489,3 triliun pada APBN-P 2015 menjadi Rp 1.565,8 triliun pada RAPBN 2016. Itu artinya, RAPBN 2016 ini cukup konservatif jika dilihat dari pertumbuhannya dibanding APBN-P 2015.

Hanya, masalahnya, APBN-P 2015, yang menjadi pijakan bagi RAPBN 2016, sebenarnya diragukan "keandalannya", terutama bila melihat kinerjanya selama tujuh bulan pertama 2015. Berdasarkan data, terlihat bahwa realisasi APBN-P 2015 masih jauh dari target. Pertama, kinerja indikator makro ekonomi jauh dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2015. Realisasi pertumbuhan ekonomi pada semester I 2015 mencapai 4,7 persen (APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen), tingkat inflasi 7,26 persen (APBN-P 2015 sebesar 5,0 persen), nilai tukar rupiah rata-rata 13.022 per dolar Amerika (APBN-P 2015 sebesar 12.500 per dolar AS), harga minyak mentah Indonesia rata-rata US$ 55 per barel (APBN-P 2015 sebesar US$ 60 per barel), lifting minyak rata-rata 762 ribu barel per hari (APBN-P 2015 sebesar 825 ribu barel per hari), serta lifting gas rata-rata 1.171 ribu barel setara minyak per hari (APBN-P 2015 sebesar 1.221 ribu barel setara minyak per hari).

Kedua, masih jauhnya realisasi kinerja indikator makro ekonomi tersebut kemudian berujung pada jauhnya target pencapaian pendapatan negara. Hingga 31 Juli 2015, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 771,4 triliun, atau baru mencapai 43,8 persen dari target dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761,6 triliun. Dari realisasi nilai pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 621,0 triliun, atau baru mencapai 41,7 persen dari target yang ditetapkan (Rp 1.489,3 triliun).

Ketiga, realisasi belanja negara juga masih jauh dari target. Hingga 31 Juli 2015, realisasi belanja negara baru mencapai Rp 913,5 triliun, atau 46,0 persen dari pagu belanja negara dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun. Yang lebih memprihatinkan, realisasi belanja modal pemerintah sangat kecil, dengan volume yang justru menurun dibanding pada tahun lalu.

Melihat capaian APBN-P 2015 yang masih rendah tersebut, dapat dikatakan bahwa postur RAPBN 2016 memperlihatkan "ambisi" pemerintah dalam dua hal. Pertama, penerimaan perpajakan wajib naik signifikan. Kedua, diyakini belanja pemerintah terserap maksimal dan efektif dalam mengejar target pertumbuhan.

Peningkatan penerimaan perpajakan memang perlu dilakukan, terutama bila melihat tax ratio kita yang masih sangat rendah, yakni 11-12 persen. Namun upaya ini tidak cukup bila hanya mengandalkan reformasi administrasi dalam bidang perpajakan. Diperlukan perubahan kebijakan perpajakan (tax policy) agar target penerimaan perpajakan tersebut terlihat sebagai sesuatu yang realistis. Perlu diketahui, prognosis penerimaan pajak 2015 diperkirakan mencapai Rp 1.367 triliun. Dengan demikian, target penerimaan perpajakan pada RAPBN 2016 naik hingga Rp 200 triliun atau 14,5 persen dibanding prognosis 2015. Sebuah angka kenaikan yang signifikan.

Pada RAPBN 2016, pemerintah juga memperlihatkan ambisinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan belanja negara. Peningkatan angka belanja negara pada RAPBN 2016 ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi 2016, yang dipatok sebesar 5,5 persen. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen tersebut relatif tinggi ketimbang realisasi pertumbuhan ekonomi pada semester I 2015.

Ambisi pemerintah ini juga terlihat dari komposisi belanja negara yang juga bergeser. Pada 2016, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur ekonomi cukup besar, yaitu sebesar Rp 302,3 triliun, atau meningkat Rp 22,3 triliun dibanding APBN-P 2015, yang sebesar Rp 280,0 triliun. Belanja infrastruktur ekonomi mencapai 14,25 persen terhadap volume RAPBN 2016, sedangkan pada APBN-P 2015 hanya 9,1 persen. Sebagian besar, belanja infrastruktur ekonomi tersebut dialokasikan ke infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, perhubungan, pertanian, serta energi dan sumber daya mineral.

Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi melalui belanja negara tersebut, jelas dibutuhkan reformasi fiskal yang mendasar, terutama yang terkait dengan eksekusi belanja modal. Rendahnya realisasi belanja modal selama semester I 2015, yang kemudian berdampak rendahnya pertumbuhan ekonomi, merupakan sinyal bahwa pemerintah harus memperbaiki kualitas perencanaan, kualitas pengambilan keputusan, kualitas koordinasi kebijakan lintas departemen, serta koordinasi kebijakan pusat dan daerah.

Pada RAPBN 2016, agresivitas pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui penguatan kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah juga tinggi. Untuk RAPBN 2016, pemerintah mengalokasikan dana transfer sebesar Rp 735,2 triliun, atau meningkat Rp 91,4 triliun dibanding pada APBN-P 2015 (Rp 643,8 triliun). Pada RAPBN 2016, pemerintah juga mengalokasikan transfer dalam bentuk dana desa sebesar Rp 47,0 triliun, atau meningkat Rp 26,2 triliun dibanding pada APBN-P 2015 (Rp 20,8 triliun). Tingginya alokasi dana ke daerah ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat menaruh harapan tinggi bagi daerah untuk terlibat dalam percepatan pembangunan ekonomi nasional.

Meski demikian, bila kita merujuk pada realisasi belanja daerah sepanjang 2015, tampaknya pemerintah tidak bisa memberikan cek kosong melalui pencairan dana transfer ke daerah tanpa diimbangi reward and punishment yang mengikuti penyaluran dana transfer tersebut. Bentuk reward and punishment ini antara lain dapat diwujudkan melalui pemotongan dana transfer (bagi yang penyerapan APBD-nya rendah), atau dengan mengaitkan pencairan dana transfer proporsional dengan realisasi belanja di daerah, terutama belanja infrastruktur.

Berdasarkan dinamika yang ditampilkan pada RAPBN 2016, sebenarnya RAPBN 2016 terlihat relatif realistis. Namun, bila tidak disertai dengan upaya reformasi struktural, terutama yang terkait dengan kebijakan dan sistem fiskal kita, target yang sesungguhnya realistis tersebut bisa terlihat menjadi terlalu ambisius. *

Berita terkait

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

16 jam lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

19 jam lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya

Turunnya Penerimaan Pajak Berdampak pada Defisit APBN

21 jam lalu

Turunnya Penerimaan Pajak Berdampak pada Defisit APBN

Jika penerimaan pajak terus anjlok di tengah melesatnya belanja negara, defisit APBN bisa membengkak.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

5 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

5 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

5 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

6 hari lalu

Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, BTN Usulkan Skema Dana Abadi

PT Bank Tabungan Negara (BTN) usulkan skema dana abadi untuk program 3 juta rumah yang digagas Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

6 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

6 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

7 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya