Ahmad Khotim Muzakka, mahasiswa Center for Religious and Cross-cultural Studies, UGM
Umur yang ke-70 bagi Republik Indonesia mesti dijadikan momentum untuk memaknai lagi (dan terus-menerus) kesadaran berbangsa kita. Kesadaran terhadap kebangsaan, menurut Sukarno, sama sekali tidak bertentangan dengan keberislaman; dua terma yang masih saja diupayakan untuk dipertentangkan satu dengan yang lain oleh sekelompok kalangan.
Apa relevansi kesadaran kebangsaan di tengah perayaan kemerdekaan yang sudah setua itu? Umur 70 tahun, untuk ukuran manusia, tentu sudah menjadi kakek-nenek. Maka itu sangat urgen, kita menengok sejenak, betapa suara-suara yang tak "meridai" Indonesia-yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini-menjadi negara demokratis; alih-alih mengkampanyekan sistem khilafah.
Menurut M. Ridwan Lubis dalam Sukarno dan Modernisme Islam (2010), Sukarno membantah tuduhan orang-orang Persis bahwa, jika seseorang menerima konsep kebangsaan (nation-state), berarti dia "memberhalakan tanah air", dan, oleh karenanya akan berpengaruh terhadap kualitas keimanan.
Dalam Negara Nasional dan Tjita2 Islam, Sukarno menulis: Islam tidak bertentangan sebenarnja menurut fahamku dengan kenasionalan. Islam tidak melarang kita menjusun satu negara nasioanal. Tetapi jang selalu disalahweselkan ialah kiranya djikalau engkau nasional engkau anti agama. Djikalau engkau nasional, engkau memberhalakan tanah air. Tidak! Kalau aku tjinta kepada tanah airku maka aku memberhalakan tanah airku. Rasa nasional adalah lepas dari itu.
Bantahan Sukarno bukan tanpa sandaran. Bahkan, dasar pemahaman nasionalisme bisa dirunut hingga Al-Afghani yang mengumandangkan patriotisme yang bersanding dengan nasionalisme. Hubungan agama dan negara bukan merupakan dua hal yang mesti dipertentangkan, namun bisa saling bersinergi serta menguatkan (Lubis, 2010: 205).
Pelajaran nasionalisme kekinian bisa kita dapatkan dari peristiwa kecil di luar hiruk-pikuk Muktamar NU di Jombang. Dalam Muktamar NU ke-33 yang menahbiskan KH Ma'ruf Amin dan KH Said Aqil Siradj menakhodai kepemimpinan NU periode 2015-2020 ini, terselip pelajaran penting mengenai bagaimana nasionalisme dipupuk dan dirawat.
Adalah KH Maimoen Zubair, pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar Sarang, Rembang, yang ikut berdiri saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada pembukaan Muktamar ke-33 organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Meski dipapah menggunakan kursi roda, beliau ikut berdiri dan bersandar menggunakan tongkatnya. Satu hal yang tak lazim mengingat usia beliau sudah 86 tahun (NU Online, 2 Agustus).
Apa makna dari yang dilakukan Kiai Maimoen ini? Seorang kiai sepuh mau hadir dan ikut menghormati pelantunan lagu Indonesia Raya. Bagi saya, ini bukan sekadar peristiwa biasa. Ini merupakan cara Kiai Maimoen memperlihatkan betapa kecintaan kepada bangsa tidak bertentangan dengan nasionalisme; satu wacana yang masih terus dibangun oleh gerakan transnasional.
Di sini, saya teringat akan Saudara Felix Siauw, aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, yang dengan gencar melakukan penolakan terhadap gagasan nasionalisme. Tulisannya yang bertajuk "Talak Tiga Nasionalisme Now" di blog pribadinya menjadi sekadar angin lalu. *
Berita terkait
Film 1 CM Diperanakan 32 Anak Medan untuk Edukasi tentang Nasionalisme
53 hari lalu
Berisi tentang pesan-pesan nasionalisme, 1 CM menjadi film dengan alur cerita yang fresh, dan diperankan 32 anak-anak dari Medan, Sumatera Utara.
Baca SelengkapnyaDeretan Buku Pemikiran Sukarno Termasuk Nasionalisme, Islamisme, Marxisme
8 Desember 2023
Sukarno banyak menulis buah pikirnya dan kemudian dibukukan. Apa saja buku yang memuat tentang pemikiran Bung Karno?
Baca SelengkapnyaNasionalisme: Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Contoh Sikapnya
29 November 2023
Nasionalisme adalah suatu sikap yang memandang bahwa kesetiaan tertinggi seseorang kepada negara.
Baca SelengkapnyaNasionalisme Hadapi Tantangan, Bamsoet Ajak Tumbuhkan Semangat Kebersamaan
18 Agustus 2023
Kegagalan dalam mengelola kemajemukan dengan baik dan benar, hanya akan menempatkan kembali pada masa pra kemerdekaan
Baca SelengkapnyaUpaya Wujudkan Indonesia Emas Harus Dibarengi Penguatan Nasionalisme Anak Bangsa
16 Agustus 2023
Peningkatan keterampilan dan akademis untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 harus dibarengi dengan penguatan idealisme dan nasionalisme setiap anak bangsa.
Baca SelengkapnyaAnggota MPR Berikan Pemahaman ke Mahasiswa Berkaitan dengan Kebangsaan
10 Maret 2023
Sebagai generasi muda, mahasiswa harus menjadi orang hebat di masa depan
Baca SelengkapnyaPancasila Sebagai Ideologi Pemersatu Bangsa Jadi Booster Nasionalisme
15 Januari 2023
Generasi masa kini patut bersyukur bahwa Indonesia memiliki Founding Father atau pendiri dan proklamator Bangsa Indonesia seperti Bung Karno dan Bung Hatta yang meletakkan pilar dan ideologi bangsa yakni Pancasila.
Baca SelengkapnyaContoh Sikap Pengamalan Sila Ke-3 Pancasila di Kehidupan Sehari-hari
12 Januari 2023
Berikut contoh sikap dalam pengamalan sila ke-3 Pancasila di rumah, sekolah dan masyarakat
Baca SelengkapnyaMas Dhito Gelar Seminar Kebangsaan untuk Milenial
15 November 2022
Pemkab Kediri berupaya menyiapkan kaum milenial siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Baca Selengkapnya100 Tahun Chairil Anwar: 7 Puisi Sang Penyair dari Aku hingga Senja di Pelabuhan Kecil
27 Juli 2022
100 tahun Chairil Anwar, pada 26 Juli 2022. Berikut 7 puisi sang penyair dari romansa hingga nasionalisme.
Baca Selengkapnya