Multitude

Penulis

Senin, 29 Agustus 2011 00:00 WIB

Siapa yang memimpin para pemberontak yang menggedor Tripoli? Siapa yang mengomando ribuan orang yang menjatuhkan Mubarak dari Lapangan Tahrir di Mesir, mengerahkan ribuan orang yang memprotes di Puerta del Sol di Spanyol, dan mengarahkan demonstran yang menuntut demokrasi di jalanan kota Hamas di Suriah?

Tidak ada.

Belum ada.

Entah.

Mereka ibarat "orkes tanpa dirigen, yang akan terdiam bila ada yang naik ke podium".

Advertising
Advertising

Dengan perumpamaan itu mungkin kita bisa lebih mengerti apa yang terjadi: Michael Hardt dan Antonio Negri dalam Commonwealth, buku terakhir dalam trilogi mereka, menggunakannyasebuah perumpamaan yang bisa menggambarkan apa yang mereka maksud dengan multitude. Istilah ini belum bisa saya terjemahkan; ia identitas yang dimaksudkan untuk menggantikan pengertian Marx tentang proletariat.

Bagi Hardt dan Negri, Marx tak bisa lagi menjelaskan apa yang terjadi di dunia sekarang. Hidup tiga abad yang lalu, Marx menemukan lapisan manusia yang paling menderita (dan sebab itu juga paling berpotensi untuk menjadi pembebas) di kalangan buruh yang diisap tenaganya di pabrik-pabrik.

Namun sejak awal abad ke-20 Marxisme sebenarnya telah masuk ke dalam satu pengalaman yang ganjil: para penganutnya ternyata berhasil membuat sejarah justru di negeri di mana tak banyak buruh di pabrikdi Rusia, Cina, Korea, Kuba.

Belum bisa dikatakan bahwa analisis Marx keliru; tapi memang datang pengalaman lain: kapitalisme tak juga runtuh, bak Drakula (saya suka kiasan Zizek ini), si pengisap darah yang tiap dicoba dibunuh tetap saja tak mati. Akhirnya Marxisme juga menyaksikan bahwa pembebasan berlangsung bukan cuma oleh proletariat, yang dianggap wakil tunggal penderitaan manusia.

Seorang pemikir "post-Marxis' menunjukkan bahwa tak hanya ada satu pembebasan. Emancipations, tulis Laclau, dengan s. Kaum Hitam di Amerika Serikat memerdekakan diri pada tahun 1960-an, kemudian kaum perempuan pada tahun 1970-an. Kemudian orang-orang kulit berwarna di Afrika Selatan. Sementara orang Palestina terus menerjang penjajahan Israel, di Iran terjadi pembebasan yang menemukan lambangnya pada Ayatullah Khomeini. Dan perlawanan buruh di Polandia terhadap Partai Komunis.

Gerakan emansipasi yang bermacam-macam itu menyebabkan kita sulit meletakkan proletariat sebagai kelas yang memimpin. Tapi tak berarti yang "bermacam-macam" itu tak berkaitan sama sekali. Perempuan, Hitam, Palestina, Iran, Islamis, orang Katolik dan Protestan di Irlandia, penganut Ahmadiyah di Pakistan dan Indonesiamereka menanggungkan penindasan yang berbeda-beda, tapi semuanya tak bisa mengelak dari dampak modal. Mereka harus hidup dengan komoditas, benda-benda yang akhirnya dibentuk oleh nilai tukar, dan nilai tukar yang diaktualisasikan dalam uang.

Dengan kata lain, meskipun proletariat bukan pelaku sejarah yang istimewa, resistansi terhadap kekuasaan kapital dan negara yang mendukungnya bukan sebuah perjuangan yang kedaluwarsa. Hanya, kita kini hidup dengan "kerja imaterial" yang praktis menguasai semua: informasi, komunikasi, pengetahuan, jasa. Kerja tak lagi bisa diukur dengan waktu yang tetap, dan masa senggang dan masa kerja jadi kabur. Kerja merasuki semua sudut kehidupan sosial. Produksi kini jadi "biopolitikal". Mana yang lebih "menderita" atau "enak" tak bisa ditentukan dengan mudah, dan jaringan pun terjalin di antara mereka yang terlibat dalam produksi biopolitikal itu.

Maka tak ada proletariat yang tersendiri. Yang ada multitude. Di dalamnya kita temukan kesetaraan, orang-orang yang mengembangkan diri sebagai pelaku, sebagai subyek, tapi bekerja sama dalam jaringan yang berlangsung dengan adil dan bebas. Tak ada dirigen, tak ada komandan, tak ada penyambung lidah.

Mungkinkah multitude itu yang tampak di Libya, Mesir, Suriah, Spanyol belakangan ini? Tapi seberapa lama bertahan orkes tanpa dirigen itu? Akankah mereka membisu jika kemudian seseorang muncul dengan tongkat mengarahkan? Tidakkah ia sebenarnya sebuah himpunan yang retak-retak, dan mengandung antagonisme? Mungkinkah sebuah revolusi hanya lahir dari gerak yang spontan, tanpa organisasi yang matang? Apa jadinya Revolusi Oktober 1917, andai tak ada partai pelopor, andai Lenin tak membentuk kelompok revolusioner yang bergerak dengan teori: kaum Bolsyewik?

Tiap kali sebuah gerakan pembebasan menghadapi musuh, tiap kali biopower yang berkuasa menindas, kaum revolusioner membentuk identifikasi "kita" dan "mereka". Pada saat itu wacana pun disusun. Pada saat itu ada satu segmen dalam gerakan itu yang punya wibawa atau kekuasaan untuk menentukan apa itu "kita". Belum lagi ketika organisasi diperlukan, baik untuk mengatur perang maupun untuk bernegosiasi.

Perlawanan multitude, jaring-jaring yang batasnya tak kedap, memang bisa mengesankan. Tapi dalam tiap gerak politik emansipasi terkandung titik yang tragis: kebersamaan yang sama-rata-sama-rasa itu akan berlalu. Untung, ada yang menghibur dalam sejarah manusia: kemungkinan adalah kemungkinan, bukan takdir. Manusia bisa secara kreatif memanfaatkannya.

Itu sebabnya di Libya, Mesir, Suriah, Palestina, dan lain-lain orang tampak sedang membuka jalanbernama harapan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Liga Champions: PSG Kalah 0-1 di Markas Dortmund, Luis Enrique Masih Optimistis Bisa Lolos

9 menit lalu

Liga Champions: PSG Kalah 0-1 di Markas Dortmund, Luis Enrique Masih Optimistis Bisa Lolos

Paris Saint-Germain (PSG) kalah 0-1 dalam leg pertama semifinal Liga Champions. Luis Enrique masih optimistis bisa lolos.

Baca Selengkapnya

Vietnam Didatangi 6,2 Juta Turis Asing pada Januari - April 2024, Lebih Tinggi dari Sebelum Pandemi

11 menit lalu

Vietnam Didatangi 6,2 Juta Turis Asing pada Januari - April 2024, Lebih Tinggi dari Sebelum Pandemi

Korea Selatan tercatat sebagai negara penyumbang wisatawan asing terbesar di Vietnam dengan jumlah 1,6 juta orang.

Baca Selengkapnya

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

13 menit lalu

Pimpinan Mahkamah Agung Diduga Ditraktir Pengacara, Komisi Yudisial Terjunkan Tim Investigasi

Komisi Yudisial masih memverifikasi laporan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan Mahkamah Agung

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Airlangga dan Menteri Perdagangan Inggris Bahas Produk Susu, Gunung Ruang Erupsi 5 Bandara di Sulawesi Kemarin Masih Ditutup

24 menit lalu

Terpopuler: Airlangga dan Menteri Perdagangan Inggris Bahas Produk Susu, Gunung Ruang Erupsi 5 Bandara di Sulawesi Kemarin Masih Ditutup

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat melakukan kunjungan kerja di London, bertemu dengan Menteri Perdagangan Inggris The Rt. Hon. Greg Hands MP

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

24 menit lalu

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

Top 3 dunia, AstraZeneca, untuk pertama kalinya, mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping

Baca Selengkapnya

Sidang Praperadilan Crazy Rich Surabaya Budi Said Melawan Kejaksaan Agung Digelar Hari Ini

24 menit lalu

Sidang Praperadilan Crazy Rich Surabaya Budi Said Melawan Kejaksaan Agung Digelar Hari Ini

Perkara jual beli emas antara Budi Said dengan PT Aneka Tambang (Antam) sudah bergulir sejak 2018.

Baca Selengkapnya

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

24 menit lalu

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat memprakirakan 52,1 persen wilayah berkategori hujan rendah.

Baca Selengkapnya

Jadi Tuan Rumah, Jakarta Elektrik PLN Yakin Sapu Bersih 2 Laga Pekan Kedua Proliga 2024

27 menit lalu

Jadi Tuan Rumah, Jakarta Elektrik PLN Yakin Sapu Bersih 2 Laga Pekan Kedua Proliga 2024

Tim bola voli putri Jakarta Elektrik PLN percaya diri mampu menyapu bersih pertandingan pekan kedua PLN Mobile Proliga 2024.

Baca Selengkapnya

Perebutan Posisi 3 Piala Asia U-23 2024 Malam Ini, Pemain Irak Sebut Timnas Indonesia U-23 Sangat Kuat

37 menit lalu

Perebutan Posisi 3 Piala Asia U-23 2024 Malam Ini, Pemain Irak Sebut Timnas Indonesia U-23 Sangat Kuat

Pemain timnas Irak U-23 Muntadher Mohammed memuji timnas Indonesia U-23 menjelang laga perebutan tempat ketiga di Piala Asia U-23 2024.

Baca Selengkapnya

Mayat dalam Koper, CCTV Rekam Detik-Detik Pelaku dan Korban Masuk Hotel

41 menit lalu

Mayat dalam Koper, CCTV Rekam Detik-Detik Pelaku dan Korban Masuk Hotel

Polisi berhasil menangkap terduga pelaku pembunuhan pada kasus mayat dalam koper

Baca Selengkapnya