Guantnamo

Penulis

Senin, 19 September 2011 00:00 WIB

Ada sepatah kata yang agaknya dicoba dilupakan Obamakata yang dicoba dilontarkan jauh-jauh tapi bergetar seperti lembing yang tertancap di tempat lain: "Guantnamo".

Nama itu tak lagi menandai sebuah wilayah. Ia menunjuk ke serangkai ketakjelasan.

Hanya setahun setelah "11/9"setelah Kota New York diguncang dua pesawat teroris yang menghancurkan Menara Kembar dan membunuh hampir 3.000 orang sekaligusAmerika Serikat menyerbu Afganistan. Sejumlah orang tertangkap.

Dari Afganistan mereka diterbangkan jauh ke pantai Teluk Guantnamo, wilayah tenggara Kuba yang sejak 1903 disewa AS untuk pangkalan angkatan laut. Pemerintah Kuba yang sekarang menganggap perjanjian itu tak berlaku, tapi Castro tak bisa mengubah keadaan. Anehnya, pemerintah AS sendiri yang kemudian menentukan tempat itu di luar yurisdiksi hukumnya.

Akhirnya "Guantnamo" adalah wilayah yang tak jelas statusnya untuk tahanan yang tak jelas statusnyaorang-orang yang dianggap bukan "tawanan perang" yang berhak diperlakukan dengan ketentuan Konvensi Jenewa.

Advertising
Advertising

Dalam ketakjelasan itu pemerintah Bush mengelak dari hukum internasional. Sekaligus ia menunjukkan, sebagaimana ketika menyerbu Irak tanpa mengindahkan PBB, bahwa Amerika Serikat adalah sebuah perkecualian. Negeri lain di muka bumi harus menaati hukum antarbangsa, tapi AS tidak.

Syahdan, di satu sudut Washington Square, satu hari setelah "11/9", saya melihat sederet kalimat terpasang, konon dikutip dari Nelson Mandela. Kata-kata itu seakan-akan memperingatkan agar AS, dalam amarah dan kepedihan, tak terjerumus: "Rasa takut kita yang terdalam bukanlah karena kita tak memadai. Rasa takut kita yang terdalam adalah karena kita kuat, lebih kuat dari yang bisa dibayangkan. Terang-benderang kitalah yang menakutkan kita, bukan kegelapan kita."

Tapi apa mau dikata. Itu cuma kalimat di pojok taman New York. Sejak "11/9", AS merasa jadi korban; ia merasa membawa terang-benderang, bukan kegelapan. Dan ia sadar ia sangat kuat.

Dengan itulah ia memang terjerumus.

"Guantnamo" jadi kata yang terpaut erat dengan kesewenang-wenangan: di sana ditahan ratusan orang yang belum terbukti bersalah untuk waktu yang tak ditentukan. "Guantnamo" juga terpaut dengan penyiksaan.

Satu fragmen penuturan Abu Zubaydah yang ditangkap tentara Amerika dalam satu serbuan di Faisalabad, Pakistan, 28 Maret 2002: "Saya dikeluarkan dari sel saya dan salah seorang interogator membungkus leher saya dengan sehelai handuk, dan dengan itu mereka mengayunkan tubuh saya dan membenturkannya berulang kali ke tembok keras kamar."

Orang Palestina berumur 31 itu diduga orang penting dalam Al-Qaidah, meskipun belum pernah terbukti. Dalam The New York Review of Books 13 Oktober 2011, dengan tajam dan masygul Mark Danner menulis bagaimana Amerika telah masuk ke state of exception, keadaan luar biasa yang memperkenankan pelanggaran konstitusi dan hak-hak asasi. Yang ditanggungkan Abu Zubaydah adalah contohnya.

Tapi state of exception itu sebenarnya bukan benar-benar keadaan "luar biasa". Penyiksaan atas Abu Zubaydah adalah satu "de-nasionalisasi" (atau "internasionalisasi") kekejaman: seorang tersangka bisa diperkosa hak-haknya dengan cara mengirimnya ke luar wilayah nasional. Guantnamo dinyatakan berada di luar yurisdiksi hukum Amerika. Para tahanan dikirim ke negeri-negeri lain yang mau bekerja sama, ke bui-bui rahasia nun di Polandia, Maroko, Lithuania, Pakistan, Rumania, juga mungkin Libya. Di sana mereka bisa disiksa untuk "mengaku".

Dengan itu Amerika mengukuhkan keburukan berabad-abad: kesewenang-wenangan terhadap orang yang dianggap musuh adalah hal yang wajar, di mana saja, dulu dan kini. Artinya Amerika tak berada di pihak yang ingin mengubah dunia jadi lebih baik: ia termasuk suara yang yakin tak ada harapan. Presiden Obama, yang mendapat Hadiah Nobel Perdamaian dan pernah berjanji menutup kamp Guantnamo, ternyata seakan-akan melupakannya.

Atau mungkin juga ini peneguhan pandangan yang percaya bahwa semua keputusan tentang baik dan buruk tak memerlukan ingatan panjang, sebab tak ada yang kekal. Yang baik dan yang buruk adalah hasil keputusan politik. "De-nasionalisasi" kekejaman justru menunjukkan bahwa di mana-mana tak ada dasar yang universal yang menentukan apa yang sewenang-wenang dan yang tidak. Kita harus mengakui contingency sebagai kondisi satu-satunya ketika kita coba tentukan nilai-nilai kita: semua bergantung pada konteks; tak ada yang pasti.

Agaknya di sini bergaung pragmatisme yang dikukuhkan Richard Rorty. Bagi Rorty, filsafat, yang hendak menentukan apa yang benar dan yang baik, seyogianya ditinggalkan. Metafisika, yang berpretensi mengetahui apa yang universal, sebenarnya hanya melihat dari luar, dari atas, kejadian. Sebab itu lebih baik sastra ketimbang filsafat. Kata Rorty, lebih baik "menyajikan kisah-kisah yang memberi inspirasi tentang episoda atau tokoh dalam masa lalu bangsaepisoda dan tokoh yang jadi panutan sebuah negeri".

Tapi dengan itu ia menangkis tesisnya sendiri: bukankah "episoda" atau "tokoh" tauladan itu dipilih dengan dasar yang kukuh tentang apa yang baik? Bukan nilai yang hanya lahir dari satu ruang dan waktu?

Ada yang mencatat, pembangkangan di Dunia Arab kini terpaut juga dengan kata "Guantnamo". Di sana banyak orang Arab dianiaya. Akhirnya "Guantnamo" jadi lembing yang bisa ditusukkan siapa saja, di mana sajadan sebab itu membangkitkan amarah orang-orang di negeri lain, tentang kesewenang-wenangan penguasa mereka.

Pada saat seperti itu, "Guantnamo" punya gema yang mungkin tak disangka Obama.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Fakta-Fakta Bambang Hartono Pemilik Como 1907, Pernah Jadi Atlet Indonesia Tertua

19 menit lalu

Fakta-Fakta Bambang Hartono Pemilik Como 1907, Pernah Jadi Atlet Indonesia Tertua

Bambang Hartono Pemilik Como 1907 adalah seorang atlet bridge. Ia menjadi atlet tertua kontingen Indonesia untuk Asian Games 2018 di usia 78 tahun.

Baca Selengkapnya

Tinju Dunia Kelas Berat: Tyson Fury Tak Terima dengan Kekalahan, Sebut Oleksandr Usyk Menang karena Simpati Juri atas Ukraina

21 menit lalu

Tinju Dunia Kelas Berat: Tyson Fury Tak Terima dengan Kekalahan, Sebut Oleksandr Usyk Menang karena Simpati Juri atas Ukraina

Tyson Fury tidak terima dengan kekalahan dari Oleksandr Usyk dalam perebutan gelar juara sejati tinju kelas berat.

Baca Selengkapnya

Fahri Bachmid Gantikan Sementara Yusril yang Mundur dari Ketum PBB

25 menit lalu

Fahri Bachmid Gantikan Sementara Yusril yang Mundur dari Ketum PBB

Pergantian Yusril Ihza Mahendra dari Ketua Umum Partai Bulan Bintang dianggap telah dilakukan secara demokratis dan sah.

Baca Selengkapnya

AHY Harap Penyelenggaraan World Water Forum Bisa Beri Solusi Pengelolaan Air Global

33 menit lalu

AHY Harap Penyelenggaraan World Water Forum Bisa Beri Solusi Pengelolaan Air Global

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) AHY penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali bisa menciptakan solusi pengeloaan air global

Baca Selengkapnya

Gunung Ibu Kembali Erupsi, Warga di Tujuh Desa Dievakuasi

34 menit lalu

Gunung Ibu Kembali Erupsi, Warga di Tujuh Desa Dievakuasi

Warga yang tinggal di tujuh desa dievakuasi setelah Gunung Ibu dua kali meletus pada Sabtu, 18 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Jadwal Proliga 2024 Minggu 19 Mei: 3 Laga Terakhir Pekan Keempat, Posivo dan STIN BIN Beraksi Lagi

42 menit lalu

Jadwal Proliga 2024 Minggu 19 Mei: 3 Laga Terakhir Pekan Keempat, Posivo dan STIN BIN Beraksi Lagi

Jadwal Proliga 2024 akan kembali hadir pada Minggu, 19 Mei. Tiga laga terakhir pekan keempat akan berlangsung di Gresik.

Baca Selengkapnya

Nasdem Sebut Penambahan Kementerian Tak Lewat Perppu atau Putusan MK, Ini Alasannya

45 menit lalu

Nasdem Sebut Penambahan Kementerian Tak Lewat Perppu atau Putusan MK, Ini Alasannya

Nasdem menyatakan penambahan kementerian melalui revisi UU Kementerian Negara menciptakan partisipasi publik.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Menolak Media asal Rusia, Ketua Parlemen Berang

51 menit lalu

Uni Eropa Menolak Media asal Rusia, Ketua Parlemen Berang

Ketua parlemen Rusia mengecam Uni Eropa yang melarang distribusi empat media Rusia. Hal itu sama dengan menolak menerima sudut pandang alternatif

Baca Selengkapnya

Jadwal Final Thailand Open 2024 Hari Ini, Ana / Tiwi Hadapi Wakil Tuan Rumah Unggulan Pertama

55 menit lalu

Jadwal Final Thailand Open 2024 Hari Ini, Ana / Tiwi Hadapi Wakil Tuan Rumah Unggulan Pertama

Pertandingan Ana / Tiwi akan menghadapi Jongkolphan Kititharakul / Rawinda Prajonjai di final Thailand Open 2024 akan dimainkan di partai keempat.

Baca Selengkapnya

1.500 Orang Badui Jalani Ritual Seba di Serang

1 jam lalu

1.500 Orang Badui Jalani Ritual Seba di Serang

Ritual Seba merupakan tradisi masyarakat adat Suku Badui, sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.

Baca Selengkapnya