Representasi

Penulis

Senin, 26 September 2011 00:00 WIB

Politik tak bisa dikurung di satu tempat. Politik tak hanya berkisar di sejumlah lembaga. Bahkan partai, parlemen, dan pemerintahan bukanlah ruang dan waktu politik yang sebenarnya.

Penghitungan suara, adu kata-kata yang setengah jujur dan yang culas, kalkulasi yang tak bisa dielakkan untuk memenangi pemilihan umum yang akan datangsemua itu "politik" dalam arti yang terbatas: sebuah persaingan kekuatan. Di situ belum ditegaskan, persaingan antara siapa dan siapa.

Dalam teori, apa yang terjadi di lembaga-lembaga itu merupakan gema dari yang di luar, di jalan, di tengah sawah-ladang, di laut dan pantai dan wilayah hutan, di tambang minyak dan mineral. Tapi ada yang salah dalam anggapan ini.

Terutama ketika hampir tiap hari kita saksikan betapa tak produktifnya parlemen melahirkan legislasi, betapa korup dan angkuhnya para politikus yang duduk di dalamnya, betapa jauhnya lembaga-lembaga ituDPR, kabinet, aparat penegak hukumdari orang-orang yang teraniaya. Terutama ketika yang teraniaya itu mereka yang tak masuk hitungan dalam percaturan kekuasaan: umat Ahmadiyah yang dibakar rumah ibadahnya dan diusir bahkan dibunuh, orang Kristen yang dicegah menggunakan gereja mereka, buruh tambang yang digaji begitu tak adil, pekerja seks yang diusir, seniman yang dilarang karyanya.

Agaknya kita perlu meninjau kembali, benarkah sistem yang kita kenal kinikatakanlah "demokrasi liberal"merupakan format yang tak punya alternatif lain.

Advertising
Advertising

Kita mulai dengan parlemen, lembaga yang berperan sentral dalam sistem itu. Kata yang lazim dipakai untuk parlemen adalah "representasi". Dalam bahasa Indonesia: "perwakilan". Yang pertama menunjukkan ada yang dihadirkan kembali, dari kata re-present. Yang kedua lebih jelas bagi apa yang ingin saya kemukakan: wakil bukanlah yang diwakili; wakil dari X bukanlah X yang [seakan-akan] dihadirkan kembali. Antara yang "mewakili" dan yang "diwakili" ada persamaan posisi, tapi masing-masing oknum yang berbeda.

Oknum yang diwakili, dalam tatanan demokrasi, adalah "rakyat". Penamaan ini saja sudah sebuah problem. Sebab dengan demikian diasumsikan ada sesuatu yang bisa diidentifikasikan: sesuatu yang utuh dan tetap. Tapi bahkan sehimpun pemilih sebuah partai politikapalagi seluruh "rakyat"tak pernah selamanya berada dalam ruang dan waktu yang sama. Tak ada identifikasi yang tak meleset. Tak ada identitas yang tak berubah.

Perubahan itu menyebabkan "representasi" selalu tak memadai. "Rakyat" yang menurut hukum diwakili di sana sering merasa tak diperhitungkan. Los indignados, "kaum yang amarah", ratusan ribu orang yang berkumpul di Puerta del Sol, di ibu kota Spanyol yang "demokratis", adalah contohnya. Mereka mencoba menggugat demokrasi yang bagi mereka tak mengajak mereka ikut serta dalam keputusan untuk publik.

Memang, dengan segera Puerta del Sol sepi kembali. Amarah ribuan orang itu dijinakkandengan pemilihan umum, misalnya. Sudah tentu, lembaga yang ada dengan sendirinya berusaha agar "kaum yang amarah" tak mencederainya. Sang lembaga harus kukuh dalam sistem dan prosedurnya sendiri. Maka perwakilan yang tak memadai itu pada akhirnya memagari apa yang tengah dan akan berubah. Lembaga menegakkan tata. Lembaga, dalam istilah Jacques Ranciere, adalah "Polisi". Di sana politik diambil alih, tapi juga dibekukan.

Tapi ada yang mustahil. Tiap rezim mengandung ketegangan. Di satu pihak ia bertolak dari asumsi kesetaraan: antara yang mengatur dan yang diatur tak ada celah dalam kapasitas, hingga kebijakan diharapkan akan dipahami dan diikuti. Tapi di lain pihak tiap rezim bertolak dari hierarki.

Dengan kata lain, Polisi akan selalu ada, tapi selalu ada juga sikap yang menampung asumsi kesetaraan yang mendasari sistem politik modern. Pada gilirannya sikap itu bertahan, bahkan akan selalu jadi gerak yang melawan hierarki.

Gerak itulah politik. Politik, kata Ranciere, "tak dapat didefinisikan semata-mata sebagai pengorganisasian sebuah komunitas". Politik juga tak bisa disamakan dengan "pengisian tempat pemerintahan". Politik selamanya adalah "alternatif bagi tata Polisi yang mana pun".

Dewasa ini, beberapa dasawarsa setelah "demokrasi liberal" dinyatakan sebagai pemenang di akhir sejarahsetelah rezim-rezim yang menyebut diri "demokrasi rakyat" atas nama sosialisme runtuhorang memang makin merasa tepuk tangan itu terlalu cepat. Makin terasa ada pintu yang tertutup. Ada suara-suara yang jadi terasing, atau tak diakui, atau tak diperhitungkan. Jurang antara "wakil" dan yang "diwakili" terasa membentang. Representasi hanya membentuk sebuah kerowak. Pintu itu harus dijebol.

Tapi tak mudah: perubahan senantiasa membentuk masyarakat. Dalam perubahan itu, akan ada "kaum yang amarah" baru, yang menerabas "pengorganisasian sebuah komunitas". Kecuali apabila tak ada lagi hierarki dan tak ditegakkan lagi lembaga. Namun, seperti disebut tadi, Polisi akan selalu ada. Apa boleh buat.

Memang kita tak bisa berbicara tentang optimisme di dalam hal ini: pembebasan manusia dari tata yang lama akan selalu berakhir dengan benturan ke dinding tata yang baru. Tapi pada saat yang sama kita tak bisa menawarkan pesimisme, sebab perlawanan akan selalu terjadi terhadap tata yang eksklusif. Politik akan selalu hidup, dengan gejolak yang bermacam-macam.

Tapi dengan demikian setidaknya kita menyadari, sebuah demokrasi tak berhenti dalam satu bentuk. Tanpa, seperti kata Marx, kita tergoda "menulis resep untuk kedai masa depan"karena kita tak mampupada akhirnya kita harus membayangkan politik sebagai arus yang belum berhenti. Bukan tebing.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Pakar Sebut 26 Menteri Cukup dalam Kabinet: Banyak Kementerian Saling Tabrak

2 menit lalu

Pakar Sebut 26 Menteri Cukup dalam Kabinet: Banyak Kementerian Saling Tabrak

Dalam Kajian Pusat Studi Konstitusi Unand, Feri Amsari menyatakan Indonesia hanya membutuhkan 26 menteri.

Baca Selengkapnya

PKS Buka Peluang Usung Musa Rajekshah di Pilkada Sumut

7 menit lalu

PKS Buka Peluang Usung Musa Rajekshah di Pilkada Sumut

PKS tengah mendatangi tokoh-tokoh potensial yang punya peluang untuk diusung di Pilkada Sumut.

Baca Selengkapnya

Prakiraan Cuaca BMKG: Hujan Melanda Sejumlah Kota Besar Dipicu Bibit Siklon 91W, Waspadai Banjir Rob

10 menit lalu

Prakiraan Cuaca BMKG: Hujan Melanda Sejumlah Kota Besar Dipicu Bibit Siklon 91W, Waspadai Banjir Rob

Potensi awan hujan di sekitar bibit siklon tropis, sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi atau konvensi.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Menghapus Semua Postingan di Facebook

11 menit lalu

Begini Cara Menghapus Semua Postingan di Facebook

Menghapus semua postingan di Facebook mungkin menjadi opsi bagi beberapa orang yang ingin membersihkan akun. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

Real Madrid vs Bayern Munchen, Thomas Tuchel Akui Butuh Keberuntungan dan Tampil Presisi

21 menit lalu

Real Madrid vs Bayern Munchen, Thomas Tuchel Akui Butuh Keberuntungan dan Tampil Presisi

Bagi Thomas Tuchel, bermain melawan Real Madrid di semifinal Liga Champions adalah impian banyak pemain Bayern Munchen saat tumbuh dewasa.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tomas Bata, Sang Raja Sepatu yang Mendirikan Pabrik Sepatu Bata di Indonesia

22 menit lalu

Mengenal Tomas Bata, Sang Raja Sepatu yang Mendirikan Pabrik Sepatu Bata di Indonesia

Sosok Tom Bata dikenal sebagai "Raja Sepatu" di negara asalnya.

Baca Selengkapnya

Zico Berhasil Masuk Top 10 Billboard Global Lewat Lagu SPOT! (feat. Jennie)

22 menit lalu

Zico Berhasil Masuk Top 10 Billboard Global Lewat Lagu SPOT! (feat. Jennie)

Pencapaian di tangga lagu Billboard, ini membuktikan kepopuleran Zico di pasar musik global

Baca Selengkapnya

AstraZeneca Siap Tarik Vaksin Covid-19 karena Surplus

23 menit lalu

AstraZeneca Siap Tarik Vaksin Covid-19 karena Surplus

AstraZeneca menyatakan dengan banyaknya varian vaksin Covid-19 yang sudah diproduksi, maka terdapat surplus dari vaksin-vaksin yang tersedia

Baca Selengkapnya

Water Kingdom Mekarsari: Harga Tiket, Jam Buka, dan Fasilitasnya

23 menit lalu

Water Kingdom Mekarsari: Harga Tiket, Jam Buka, dan Fasilitasnya

Hari libur, Anda bisa berkunjung ke Water Kingdom Mekarsari di Bogor. Ada banyak wahana yang tersedia, mulai dari toddler pool hingga outbond zodara.

Baca Selengkapnya

Presidential Club Alias DPA: Dibentuk Soekarno, Dihapus saat Reformasi dan Dihidupkan Kembali Prabowo?

23 menit lalu

Presidential Club Alias DPA: Dibentuk Soekarno, Dihapus saat Reformasi dan Dihidupkan Kembali Prabowo?

Presiden terpilih Prabowo berniat membentuk 'Presidential Club' yang terdiri atas para mantan Presiden RI untuk menjadi semacam penasihat pemerintah.

Baca Selengkapnya