Melalui rancangan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, Markas Besar Kepolisian dan sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan perpanjangan masa aktif anggota Kepolisian. Revisi undang-undang ini masuk kategori inisiatif Dewan.
Revisi ini tidak perlu dan harus dicoret dari daftar Program Legislasi Nasional 2016. Ini jika alasannya sekadar untuk memperpanjang masa aktif anggota Kepolisian. Selain hanya menguntungkan segelintir kalangan, usul perpanjangan ini bertentangan dengan upaya Presiden Joko Widodo membangun birokrasi yang ramping dan efisien.
Draf rancangan revisi Undang-Undang Kepolisian saat ini tengah dibahas di Badan Legislasi Dewan. Salah satu butir perubahan yang diusulkan menyangkut Pasal 30 ayat 2, yang mengatur ihwal usia pensiun personel polisi. Dewan menargetkan revisi itu selesai tahun ini atau paling lambat awal tahun depan. Usul ini menjadi sorotan karena muncul bertepatan dengan adanya isu perpanjangan masa jabatan Jenderal Badrodin Haiti sebagai Kapolri. Badrodin seharusnya pensiun akhir Juli ini.
Ketentuan masa pensiun anggota Kepolisian sebenarnya sudah cukup bagus. Dalam Undang-Undang Kepolisian Pasal 30 ayat 2 disebutkan usia pensiun anggota Kepolisian bisa diperpanjang sampai 60 tahun. Syaratnya, memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan Kepolisian. Keahlian khusus itu, seperti disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003, antara lain keahlian identifikasi, sandi, dan bahan peledak.
Melalui usul perpanjangan masa aktif, Markas Besar Kepolisian dan DPR hendak menghilangkan syarat keahlian khusus itu. Yang tidak bisa diterima adalah soal alasan perpanjangan. Kepolisian dan Dewan menganggap usia pensiun 58 tahun terlalu dini, karena fisik anggota Kepolisian masih bugar. Mereka menilai usia pensiun yang paling pas adalah 60 tahun.
Selain bakal membebani anggaran negara, perpanjangan ini akan menghambat regenerasi di Kepolisian. Misalnya untuk posisi Kepala Kepolisian. Jika aturan ini disahkan, paling cepat akhir tahun ini, Kepala Kepolisian pengganti Badrodin akan mendapat perpanjangan masa tugas selama dua tahun ke depan. Hal yang sama juga akan terjadi pada posisi di level bawahnya.
Presiden Joko Widodo harus turun gelanggang. Ia bisa memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM menolak rencana ini. Tanpa persetujuan pemerintah, perubahan undang-undang tersebut tidak akan terjadi. Ketimbang perpanjangan masa aktif, revisi Undang-Undang Kepolisian seharusnya lebih menyoroti hal yang lebih penting. Terutama menyangkut penguatan Kepolisian di bidang transparansi dan penanganan kasus korupsi, yang selama ini diberi ponten merah oleh publik.