Pekik

Penulis

Senin, 5 Desember 2011 00:00 WIB

Ia selintas mirip Ho Chi Minh yang menyamar jadi buruh perkebunan tebu. Kurus. Misainya memanjang tapi tak rimbun. Rambutnya yang lurus rada kacau, gondrong tapi tak berjela. Keriputnya kentara di kulit wajahnya yang gelap terjemur matahari, tapi otot itu tampak masih liat. Matanya sipit, dengan tilikan tajam (lewat kacamata) yang jail. Atau jenaka.

Djoko Pekik, 70 sekian tahun, masih bisa menertawakan nasib dan dirinya. Saya rasa pelukis ini, dengan sikap ironis, sedang berbahagia.

Dan itu sebuah cerita tersendiri.

Siang itu saya berdiri di sebelahnya, di tepi Kali Bedhog yang mengalir tipis dan lirih di kiri rumahnya. Serumpun bambu tinggi menaungi petak tanah itu, sebagaimana ratusan pohon meneduhkan tanahnya di Desa Sembungan itu. Tenteram. Tadi, ketika kami duduk di bangku, menghadapi gelas kopi manis dan piring pisang rebus, ia serius bertanya: apa sebenarnya nasib baginya? Saya tiba-tiba teringat sebaris sajak saya sendiri: "Tuhan, kenapa kita bisa bahagia?"

Pada tahun 1965, Djoko Pekik ditangkap, bersama ribuan orang yang dianggap mendukung PKI. Bersama sederet pelukis lain, anggota grup Bumi Tarung yang aktif di Yogya, juga hampir semua anggota Lekra, ia disekap. Pekik dikurung di Benteng Vredeburg, bangunan buatan VOC ketika mempertahankan cengkeramannya di wilayah Mataram.

Advertising
Advertising

Entah berapa ratus orang ditahan di sana. Bisa saya bayangkan betapa padatnya benteng itu. Hampir tiap hari ada tahanan yang mati, dan tak cuma satu: karena sakit, kelaparan, penyiksaan. Pekik teringat ketika pagi hari para tahanan dijemur, disuruh duduk mencangkung dan menatap ke tanah berjam-jamsementara ada tentara yang naik dan berjalan menginjak-injak deretan kepala mereka, menendangkan sepatu, memukulkan popor bedil.

Trauma merasuk ke dalam diri Pekik sejak itu; ia gemetar tiap melihat warna hijau, warna seragam militer. Setelah 1972, setelah ia lepas dari tahanan dan punya rumah sendiri, ia lawan traumanya dengan cara seorang pelukis: ia cat semua dinding rumahnya dengan warna hijau. Trauma itu pun hilang.

"Saya ini orang yang beruntung," katanya. Di antara kebrutalan yang disaksikan dan dialaminya, dalam penjara ia masih ketemu tentara yang menunjukkan kebaikan-kebaikan kecil: mengajarinya mengecat topi baja dan kopelrim, membiarkannya makan di dapur sampai hampir mati kekenyangan, tak menyiksanya ketika ia dipergoki lepas sebentar untuk beli gula jawa di pasar dekat Benteng Vredeburg.

Tapi nasib baiknya yang terbesar datang karena Bung Karno. Sekitar awal 1966 Bung Karno, yang tahu penyekapan besar-besaran yang terjadi tapi tak cukup kuasa untuk melepaskan mereka (waktu itu, Soeharto, bukan Sukarno, yang praktis mengendalikan keadaan), diam-diam memanggil Overste Mus Subagyo. Perwira polisi militer yang berkuasa di Yogya ini kemudian bercerita kepada Pekik: Bung Karno berpesan agar para seniman yang ditahan tak dihabisi. "Menghasilkan seniman itu lebih susah dari menghasilkan insinyur, Mus," kata Bung Karno menurut cerita Mus Subagyo kepada Pekik.

Mus Subagyokabarnya perwira yang ikut menangkap Ketua PKI D.N. Aiditmenghormati Bung Karno sungguh-sungguh, dan ia tahu Bung Karno benar. Ia laksanakan pesan itu.

Djoko Pekik salah seorang yang diam-diam diselamatkannya. Pelukis itu (waktu itu ia bukan apa-apa) diberi ruangan tersendiri di sebuah rumah di luar Vredeburg. Ia tetap dikurung, tapi punya kesempatan berkarya. Pekik sempat membuat sebuah patung. Ia tampaknya tak pernah melupakan jasa perwira polisi militer itu.

Pada 1969, dalam umur 30, di tahanan, Pekik menikahi Tini Purwaningsih. Perempuan manis yang lebih muda 12 tahun ini dikenalnya ketika ia masih kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia di Gampingan. Tini dulu tinggal di belakang sekolah itu. Pasti ada yang mengikat hati gadis Katolik ini hingga ia mau bersuamikan seorang tahanan "Gestapu", lelaki dari keluarga tani Dusun Kedungwaru di Grobogan yang tak punya apa-apa. Apa pun yang menjadikannya, pernikahan mereka panjang dan tenang. Delapan anak lahir, yang sulung ketika Pekik masih dalam status tahanan.

Ketika ia akhirnya bebas, ia mencari nafkah dengan jadi penjahit. Sesekali melukis dengan bahan seadanya. Hidup amat-amat sulit. Ia berjualan kain dengan naik sepeda ke tempat-tempat jauh. Tapi akhirnya ia "ditemukan": karya-karya cat minyaknya yang sempat ia buat mengejutkan para peminat seni rupa. Salah satunya, Ketika Keretaku Tak Berhenti Lama, dipilih untuk ikut dibawa ke Amerika buat pameran seni Indonesia besar-besaran di tahun 1991.

Hidup Pekik berubah. Ia jadi dikenal, ia jadi makmur. Ia membeli tanah yang luas di Kelurahan Bangunjiwo di Kecamatan Kasihan, Bantul. Saya lihat ada seperangkat gamelan yang dimainkan para niyaga, konon tiap Jumat Kliwon. Teman lamanya, juga teman baru, hampir tiap kali bertandang.

Tapi ia tak lupa, lebih dengan rasa sedih ketimbang sakit hati, bagaimana di hari-hari awal kebebasannya ia tetap disisihkan, juga oleh sesama seniman. Saya kira Reformasi 1998 yang memberinya lebih banyak momen bersyukur tanpa mengucapkannya.

Apa sebenarnya arti nasib?

Siang itu saya berdiri di sebelahnya, memandangi Kali Bedhog yang mengalir lirih. Pekik sedang merencanakan pameran yang unik: membawa karya beberapa pelukis di atas rakit, bersama arus. Ketika ia minta bantuan untuk membersihkan sungai itu, tak disangkanya komandan militer setempat mengirim 150 prajurit. Kemudian datang bekerja beberapa puluh polisi.

"Saya orang yang beruntung," kata Djoko Pekik.

Juga Indonesia, tanah airnya, negeri yang beruntung: teror, trauma, dendam, permusuhan lama, akhirnya bisa juga dilarung, dibawa arus waktu. Entah ke mana.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

5 menit lalu

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

Presidential Club berisi para eks presiden Indonesia yang akan saling berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menjaga silaturahmi dan menjadi teladan.

Baca Selengkapnya

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

7 menit lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

23 menit lalu

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

Retno Marsudi menyoroti kesenjangan pembangunan sebagai tantangan besar yang dihadapi negara-negara anggota OKI

Baca Selengkapnya

Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

27 menit lalu

Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

Sejumlah perpustakaan asing milik kedutaan besar negara sahabat di Jakarta berbenah untuk menarik lebih banyak anak muda, khususnya generasi Z.

Baca Selengkapnya

Jadwal Final Piala Thomas 2024 Minggu Sore, Berikut Susunan Pemain Indonesia Lawan Cina

31 menit lalu

Jadwal Final Piala Thomas 2024 Minggu Sore, Berikut Susunan Pemain Indonesia Lawan Cina

Simak susunan pemain untuk laga final Piala Thomas 2024 antara Cina vs Indonesia yang akan digelar hari ini, Migggu, mulai 17.00 WIB.

Baca Selengkapnya

301 Keluarga akan Direlokasi Akibat Erupsi Gunung Ruang, Pemprov Sulut Lakukan Pembebasan Lahan

42 menit lalu

301 Keluarga akan Direlokasi Akibat Erupsi Gunung Ruang, Pemprov Sulut Lakukan Pembebasan Lahan

Kondisi Gunung Ruang, Kepulauan Sitaro, Sulawesi Selatan masih dalam status awas atau level IV hingga Sabtu, 4 Mei 2024. Pemerintah mengatakan ada 301 keluarga yang akan direlokasi akibat semburan abu vulkanik itu.

Baca Selengkapnya

Kurang Teliti, Peserta UTBK SNBT 2024 di UPN Jakarta Datang Sehari Lebih Cepat

48 menit lalu

Kurang Teliti, Peserta UTBK SNBT 2024 di UPN Jakarta Datang Sehari Lebih Cepat

Begini cerita Muhammad Fajri Ilhamsyah, salah satu peserta UTBK SNBT 2024 di UPNVJ yang datang sehari lebih cepat dari jadwal ujiannya.

Baca Selengkapnya

Lelang Vespa Babe Cabita akan Ditutup Malam Ini, Penawaran Tertinggi Rp 170 Juta

48 menit lalu

Lelang Vespa Babe Cabita akan Ditutup Malam Ini, Penawaran Tertinggi Rp 170 Juta

Lelang motor Vespa kesayangan mendiang Babe Cabita akan ditutup pada 5 Mei 2024 pukul 20.00 WIB. Sampai saat ini harga tertinggi Rp 170 juta.

Baca Selengkapnya

Kisah Anak Buruh Tani Korban Tsunami Palu Lulus S2 UGM Berkat LPDP

58 menit lalu

Kisah Anak Buruh Tani Korban Tsunami Palu Lulus S2 UGM Berkat LPDP

Cerita Heni Ardianto, lulusan prodi Magister Sains Manajemen FEB Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan IPK 3,72 asal Sulawesi Tengah.

Baca Selengkapnya

Demokrat Bilang Prabowo Sedang Mendesain Struktur Kabinet, Sebut Ada Rencana Pemisahan Kementerian

1 jam lalu

Demokrat Bilang Prabowo Sedang Mendesain Struktur Kabinet, Sebut Ada Rencana Pemisahan Kementerian

Partai Demokrat sedang menyiapkan kadernya untuk menjadi menteri di kabinet Prabowo.

Baca Selengkapnya