Hujan

Penulis

Senin, 2 Januari 2012 00:00 WIB

Anak muda yang marah itu, Mohamed Bouazizi, membakar diri 17 Desember 2010, dan revolusi meletus di Tunisia. Tapi tak tiap orang yang membakar diri untuk menggugat bisa menggerakkan perubahan seperti pedagang kecil di tepi jalan Tunis yang dianiaya kekuasaan itu. Di Kairo, sebulan kemudian, Abdou Abdel-Monaam Hamadah juga mencoba membakar diri, tapi iayang tak meninggaltak pernah disebut sebagai pemicu "Revolusi 25 Januari" yang bergerak dari Alun-alun Tahrir. Empat orang lain menyusul di Aljazair, namun, tragisnya, hanya menimbulkan guncangan kecil.

Revolusi selalu punya pengagum dan epigonnya, tapi tak pernah merupakan fotokopi. Tiruan jarang bisa menggugah. "Sejarah berulang," kata Marx, "pertama kali sebagai tragedi, yang kedua kali sebagai dagelan." Dengan kata lain, tak ada formula yang bisa dipakai berkali-kali, di mana saja.

Paling-paling kita hanya punya satu nama, "revolusi", yang kita terapkan setelah bermula sebuah aksi transformasi politik. Paling-paling kita susun teori yang kita anggap berlaku umum. Tapi sebenarnya tak ada titik tunggal penyebab sebuah revolusi. Tak ada satu garis lurus ke perubahan. Proklamasi 17 Agustus 1945 muncul bukan cuma dari satu awal. Kekuasaan Jepang runtuh, tapi waktu itu sebuah situasi hadir, yang di dalamnya berkecamuk macam-macam anasir yang tak searah dan sejalan. Kemudian Bung Karno, Bung Hatta, dan para pemuda memutuskan untuk memberi bentuk kepada chaos itu. Bersama itu, ada keinginan untuk mempertautkan hal-hal yang bertentanganmisalnya "cara yang seksama" dengan "tempo yang sesingkat-singkatnya".

Hal-hal yang bertentangan itulah yang menyebabkan teori revolusi dibutuhkan, tapi sekaligus diabaikan. "Tanpa satu teori revolusi, tak akan ada gerakan revolusioner," kata Lenin di tahun 1905. Tapi di hari-hari yang menentukan dalam Revolusi Oktober 1917, Lenin tak menerjemahkan sebuah gagasan yang sudah jadi. Ia bertolak dari analisis keadaan konkret dari saat ke saat. Althusser, pemikir Marxis Prancis itu, menyebut Lenin bertindak atas "konjunktur" (kombinasi yang genting antara pelbagai kejadian) di Rusia saat itu.

Kata "konjunktur" agaknya makin harus dianggap penting kinibukan hanya karena wibawa atau kontroversi Althusser. Saya kira kata itu mengacu ke satu konsep yang merespons apa yang terjadi sejak akhir 1960-an: gerakan revolusioner berbenturan dengan keadaan yang berbeda-beda. Hasilnya tak bisa diprediksi. Dan yang pasti tak semuanya berhasil. Ada yang salah dengan "teori". PKI pernah bersemboyan "Tahu Marxisme dan kenal keadaan", namun akhirnya dengan Althusser kaum Marxis bisa punya semboyan lain: "Biarkan teori Marxis ditentukan keadaan".

Advertising
Advertising

Mereka yang ortodoks akan mengecam pandangan Althusser sebagai "revisionis". Tapi bagi pemikir ini, itulah justru semangat "materialisme" yang konsekuen: yakin bahwa bukan ide atau kesadaran yang mewujudkan tindakan dan membuat sejarah. Bagi Althusser, yang menggerakkan sejarah adalah zat (materi) yang juga membentuk tubuh manusia. Tokoh Marxisme Prancis ini telah memisahkan diri dari "materialisme" yang berakar dalam tradisi "rasionalis". Ia menilaiartinya mengkritikmaterialisme macam itu, termasuk Marxisme dan Leninisme, sebagai "bentuk idealisme yang tersamar".

Dan ia menyebut "hujan". Hujan, larik air yang berjatuhan tak terhitung, sepenuhnya zat yang saling ketemu dalam curah. Tak dirancang. Gerak dan arahnya tak bisa didalilkan. Maka inilah jenis materialisme yang hendak diperkenalkan Althusser: "materialisme hujan, penyimpangan, ketemu di jalan", matrialisme de la pluie, de la dviation, de la rencontre.

Di sini agaknya hujan bukan cuma metafor merdu perjalanan manusia dalam sejarah. Bisa dibayangkan jutaan tetes air itu, meskipun hanya "ketemu" (dan bukan "bertemu"), meskipun dianggap menyimpang dari teori apa pun, punya tenaga yang hasilnya tak terduga. Di tanah, hujan adalah air yang membantu hidup tumbuh-tumbuhan, merevitalisasi makhluk, jadi sungai atau banjir yang mengalir. Hujan bisa menggerakkan turbin, merobohkan pohon, mengikis batu, dan merusak bangunan.

Tentu, setidaknya bagi saya, "hujan" Althusser tak persis pas untuk jadi kiasan yang menggambarkan perjuangan manusia. Ia mengabaikan dialektika, ketika manusia dengan kesadaran dan tubuhnya ikut membuat perubahan, tak sekadar hidup sebagai zat yang mengucur mekanistis. Meskipun begitu, Althusser ada benarnya: aksi protes hari-hari inikini, setelah Tunisia, Mesir, dan Madrid, juga New York, dan terakhir Moskowmemang mirip "ketemu di jalan". Seperti jutaan titik hujan, tanpa dalil dan teori, orang ramai itu bersama-sama turun ke jalan. Tak ada argumen yang menang yang membuat mereka bersepakat untuk menuntut. Dan, seperti hujan, tak ada arah yang dipasang di hadapan, sebelum mereka berjalan.

Bahwa mereka bersua, mungkin karena imaji menular lewat media yang tak berbatas. Mungkin yang berlangsung hanya penyebaran visualisasi, bukan rasionalisasi. Akhirnya masing-masing akan mengalir ke arah yang muncul di tempat dan di musim yang berbeda.

Tapi tak berarti tak ada yang mempertemukan mereka. Di sini kita tak bisa lebih jauh dengan Althusser. Tindakan Bouazizi sesuatu yang singular, tak terbandingkan. Tapi bahwa ia ditiru, itu karena ia bergaung sebagai variasi atas tema yang universal: pergulatan untuk merdeka, tapi tak cuma merdeka, juga adil. Dan itulah yang membuat laku politik berarti, meskipun terkadang sesudah itu mati. Dan itulah yang membuat laku manusia tak hanya seperti air tercurah, tanpa hasrat.

Dan itu akan berlangsung terus, berabad-abad.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

RANS Nusantara FC Terdegradasi ke Liga 2, Ini Profil Klub Sepak Bola Raffi Ahmad

1 menit lalu

RANS Nusantara FC Terdegradasi ke Liga 2, Ini Profil Klub Sepak Bola Raffi Ahmad

Setelah pertandingan pekan ke-34, RANS Nusantara FC terdegradasi ke Liga 2 di musim berikutnya. Ini profil klub milik Raffi Ahmad.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

5 menit lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga

7 menit lalu

70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga

Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas di Yogyakarta turut diwarnai aksi kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Balairung UGM Kamis 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kuasa Hukum Prabowo-Gibran: PDIP Tak Punya Legal Standing Gugat KPU

12 menit lalu

Kuasa Hukum Prabowo-Gibran: PDIP Tak Punya Legal Standing Gugat KPU

Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, Maulana Bungaran, mengatakan PDIP tidak memiliki legal standing mengajukan gugatan ke PTUN di perkara ini

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

13 menit lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

Profil Ali Jasim, Wonderkid Irak yang Berpotensi Acak-Acak Pertahanan Timnas U-23 Indonesia

18 menit lalu

Profil Ali Jasim, Wonderkid Irak yang Berpotensi Acak-Acak Pertahanan Timnas U-23 Indonesia

Ali Jasim penyerang timnas Irak yang saat ini menjadi top skor sementara di Piala Asia U-23 2024, patut diwaspadai pemain timnas U-23 Indonesia.

Baca Selengkapnya

3 Juta Unit Kendaraan Listrik BYD Terjual di Cina Tahun Lalu, Kini Merambah Penjualan di Indonesia

19 menit lalu

3 Juta Unit Kendaraan Listrik BYD Terjual di Cina Tahun Lalu, Kini Merambah Penjualan di Indonesia

BYD telah berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia dengan mendirikan pabrik berkapasitas 150.000 unit dan membuka cabang-cabang di Indonesia

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

20 menit lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

20 menit lalu

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

Keputusan PAN mencabut gugatan PHPU pileg dengan PPP di MK. Diketahui, permohonan tersebut telah ditandatangani Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Baca Selengkapnya

Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Ricky Soebagdja Minta Para Pemain Waspada

22 menit lalu

Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Ricky Soebagdja Minta Para Pemain Waspada

Tim bulu tangkis Indonesia menghadapi Korea Selatan pada babak perempat final Piala Thomas 2024 pada Jumat, 3 Mei 2024.

Baca Selengkapnya