Paradigma Baru Pembangunan Jakarta

Penulis

Selasa, 29 September 2015 04:18 WIB

Firdaus Cahyadi, Aktivis Lingkungan

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta masih setahun lagi. Namun beberapa tokoh sudah mulai mendeklarasikan dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta. Berbagai cara dilakukan para tokoh untuk mendeklarasikan pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ada tokoh yang deklarasinya dihadiri para pesohor, ada pula tokoh yang mendeklarasikan pencalonannya hanya melalui akun Facebook. Tokoh tersebut adalah Marco Kusumawijaya, pakar tata ruang yang selama ini kritis terhadap kebijakan- kebijakan Pemerintah Kota DKI Jakarta yang dinilai pro terhadap pemilik modal dan anti-rakyat miskin serta membahayakan keseimbangan lingkungan hidup.

Terlepas dari berbagai macam cara deklarasi calon Gubernur DKI Jakarta tersebut, Kota Jakarta memang memiliki segudang masalah. Selama ini, para Gubernur DKI Jakarta telah berupaya menyelesaikan persoalan Jakarta. Namun cara mereka menyelesaikan persoalan yang ada masih menggunakan para digma usang. Akibatnya, persoalan Ibu Kota yang sesungguhnya justru tidak bisa diurai.

Paradigma usang dalam menyelesaikan persoalan Jakarta tampak dari pendekatan pembangunan yang justru menambah beban ekologis kota Jakarta. Salah satu paradigma usang pembangunan itu tampak dalam pembenahan kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Kemacetan lalu lintas di Jakarta bukan hanya telah merampas waktu produktif warga kota, tapi juga telah meningkatkan kadar polusi udara di Jakarta. Merujuk pada sebuah penelitian Universitas Indonesia, sekitar 57,8 persen pasien di rumah sakit Jakarta menderita penyakit komplikasi pernapasan akibat polusi udara. Dari keseluruhan pasien, sekitar 1,2 juta atau 12,6 persen memiliki keluhan penyakit asma atau bronkitis.

Dengan perkiraan biaya Rp 173 ribu hingga Rp 4,4 juta per pasien, ongkos total pengobatan akibat asma dan bronkitis bisa mencapai Rp 210 miliar sampai Rp 5,3 triliun.

Polusi udara di Jakarta disebabkan oleh asap beracun dari knalpot kendaraan bermotor. Semakin bertambah kemacetan lalu lintas di Jakarta, semakin meningkat pula polusi udaranya. Sayangnya, meski Gubernur DKI Jakarta terus berganti, paradigma usang dalam mengurai kemacetan lalu lintas terus saja bertahan.

Paradigma usang pemerintah DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan lalu lintas ini adalah menambah panjang jalan, dengan alasan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak seimbang dengan pertambahan panjang jalan. Padahal pertambahan panjang jalan justru merangsang orang untuk menggunakan kendaraan bermotor pribadi.

Sudah banyak penelitian di berbagai negara yang mengungkap keterkaitan antara penambahan panjang jalan, termasuk pembangunan jalan tol, dan kemacetan lalu lintas. Sebuah penelitian yang dilakukan di California, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa setiap 1 persen penambahan panjang jalan dalam setiap satu mil jalur akan menghasilkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebesar 0,9 persen dalam waktu lima tahun (Hanson, 1995).

Di Mumbai, India, misalnya, ketika jalan diperpanjang dua kali lipat dari 1951 hingga 2007, jumlah kendaraan bertambah 43 kali lipat. Sebuah studi di University of California di Berkeley antara 1973 dan 1990 mengungkap, untuk setiap 10 persen kenaikan kapasitas jalan raya (termasuk jalan tol), kepadatan lalu lintas juga naik sekitar 9 persen dalam empat tahun (1 Carol Jouzatis. "39 Million People Work, Live Outside City Centers." USA Today, November 4, 1997: 1A-2A).

Karena itu, tidak aneh jika Lee Myung-bak, saat menjabat Wali Kota Seoul, Korea Selatan, berani menghancurkan jalan tol layang pada 2003. Keberanian Lee Myung-bak menghancurkan jalan tol di Kota Seoul didasari sebuah keyakinan bahwa pembangunan jalan tol dalam kota tidak akan bisa mengatasi kemacetan lalu lintas. Pembangunan jalan tol dalam kota justru akan menambah kesemrawutan kota. Dengan menghancurkan jalan tol, ia justru ingin memperbaiki wajah kotanya.

Alih-alih membuat terobosan baru, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok justru mendorong pembangunan enam jalan tol agar dipercepat. Padahal studi kelayakan pembangunan jalan tol dalam kota Jakarta sendiri (PT Pembangunan Jaya, Mei 2005) justru menyatakan setiap pertambahan jalan sepanjang 1 kilometer di Jakarta akan selalu dibarengi dengan pertambah an 1.923 mobil pribadi.

Dapat dibayangkan berapa ratus ribu mobil lagi yang akan berkeliaran di Jakarta jika dibangun jalan tol dalam kota baru sepanjang 69,77 kilometer. Singkat kata, proyek pembangunan enam jalan tol dalam kota itu tidak menguntungkan warga Jakarta, yang selama ini telah tersiksa oleh kemacetan lalu lintas dan polusi udara.

Padahal, saat kampanye menjadi calon Gubernur DKI Jakarta bersama Joko Widodo (Jokowi), proyek pembangunan enam jalan tol dalam kota tersebut ditolak. Pembangunan tol di dalam kota warisan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya dinilai sebuah kebijakan yang keliru. Namun entah mengapa setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi, Ahok justru begitu bernafsu melanjutkan proyek enam jalan tol dalam kota.

Untuk Jakarta yang lebih baik, paradigma usang pembangunan Kota Jakarta harus ditinggalkan, termasuk dalam mengatasi kemacetan lalu lintas. Jakarta perlu gubernur baru yang bukan saja berani, tapi juga memiliki paradigma baru dalam pembangunan.

Siapa calon Gubernur DKI Jakarta yang memiliki paradigma baru pembangunan kota? Untuk menilainya, kita bisa melihat jejak rekam para calon gubernur itu dalam perdebatan wacana penyelesaian persoalan Jakarta. Dalam mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas, misalnya, bila cagub DKI Jakarta masih mengedepankan pendekatan pembangunan jalan raya, termasuk jalan tol, dapat dipastikan cagub tersebut menggunakan paradigma usang pembangunan.

Berita terkait

Rencana Anies Usai MK Tolak Gugatan: Istirahat Sejenak, Lalu Perjalanan Baru

5 hari lalu

Rencana Anies Usai MK Tolak Gugatan: Istirahat Sejenak, Lalu Perjalanan Baru

Anies Baswedan membeberkan rencananya setelah gugatan kubunya ditolak Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Bagikan Bansos di Depan Istana Merdeka, Begini Penjelasan Heru Budi

25 hari lalu

Jokowi Bagikan Bansos di Depan Istana Merdeka, Begini Penjelasan Heru Budi

Heru Budi mengatakan bansos tersebut bersumber dari dana operasional Presiden.

Baca Selengkapnya

Heru Budi Sebut Jakarta Kewalahan Jika Hujan 4 Jam Berintensitas 180 mm per Hari, Begini Penjelasannya

39 hari lalu

Heru Budi Sebut Jakarta Kewalahan Jika Hujan 4 Jam Berintensitas 180 mm per Hari, Begini Penjelasannya

Heru Budi mengatakan Proyek Sodetan Ciliwung dapat mengatasi banjir di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Pemutusan KJMU jadi Polemik, Begini Respons Heru Budi, Anies Baswedan, dan DPRD DKI

53 hari lalu

Pemutusan KJMU jadi Polemik, Begini Respons Heru Budi, Anies Baswedan, dan DPRD DKI

Anies Baswedan sebut pemutusan KJMU di tengah jalan berikan penderitaan, sementara Heru Budi sebut bahwa pemutusan itu didasarkan perubahan mekanisme

Baca Selengkapnya

Pilgub DKI Jakarta, Apakah Deretan Nama Ini Berpeluang?

55 hari lalu

Pilgub DKI Jakarta, Apakah Deretan Nama Ini Berpeluang?

Belakangan beberapa nama mulai dibicarakan akan maju dalam Pilgub DKI Jakarta, walaupun masih jauh waktu pelaksanaannya. Siapa saja?

Baca Selengkapnya

Ramai Soal KJMU, Apa itu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang Diinisiasi Ahok dan Diteruskan Anies Baswedan?

56 hari lalu

Ramai Soal KJMU, Apa itu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang Diinisiasi Ahok dan Diteruskan Anies Baswedan?

Ramai di media sosial soal Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang disebut diberhentikan sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta. Apa beda KJMU dan KJP Plus?

Baca Selengkapnya

Wali Kota Solo dari Masa ke Masa Ada Bapak dan Anak, Jokowi dan Gibran

1 Maret 2024

Wali Kota Solo dari Masa ke Masa Ada Bapak dan Anak, Jokowi dan Gibran

Berikut daftar nama yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo, ada nama bapak dan anak, Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

4 Nama yang Santer Dikabarkan Maju Pilgub DKI 2024, Ada Sahroni hingga Ridwan Kamil

1 Maret 2024

4 Nama yang Santer Dikabarkan Maju Pilgub DKI 2024, Ada Sahroni hingga Ridwan Kamil

Berikut sejumlah nama yang santer dikabarkan akan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, mulai dari Ridwan Kamil hingga Sahroni.

Baca Selengkapnya

Ahok Bukan Lagi Komisaris Utama Pertamina, Ini Perjalanan Karier Politiknya

4 Februari 2024

Ahok Bukan Lagi Komisaris Utama Pertamina, Ini Perjalanan Karier Politiknya

Ahok mundur sebagai Komisaris Utama Pertamina untuk dukung Paslon Ganjar-Mahfud. Ini karier politik Basuki Tjahaja Purnama.

Baca Selengkapnya

Alasan Rhoma Irama Dukung Anies Baswedan-Cak Imin, Begini Bunyi Deklarasinya

31 Januari 2024

Alasan Rhoma Irama Dukung Anies Baswedan-Cak Imin, Begini Bunyi Deklarasinya

Raja Dangdut Rhoma Irama mendeklarasikan dukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam Pemilu 2024. Begini bunyi deklarasi selengkapnya.

Baca Selengkapnya