Meruwat Jakarta

Penulis

Selasa, 20 Oktober 2015 02:39 WIB

Martono Yuwono, Arsitek restorasi Kota Tua Jakarta.

Banyak di antara kita tidak sadar adanya persoalan yang mengganjal yang berkaitan dengan "missing link" kesinambungan perjalanan sejarah bangsa. Persoalan itu adalah peminggiran atau bahkan penghancuran kearifan lokal sejumlah kota dan pencangkokan kota kolonial di atas puing-puing kota lama—suatu proses pembangunan kota tanpa adaptasi dengan budaya lokal. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Hindia-Belanda, De Longhe, pada 1941 menyatakan kota-kota warisan kolonial di Hindia-Belanda (Indonesia) tidak merefleksikan keberlanjutan proses budaya dari dalam (kearifan lokal) dan tidak dirancang alami sebagaimana proses pembangunan kota modern di Eropa (Ronald Gill, 1988).

Mari bayangkan sebuah kota produk drama "tsunami budaya" yang diwariskan kepada kita dengan komposisi pendatang di pusat dan penduduk lokal (inlander) di pinggiran. Penduduk lokal sekadar sebagai penonton dalam proses pembangunan. Tujuh dekade sudah masalah ini tenggelam di bawah sadar dan berpotensi melahirkan tren modernisasi tanpa proses budaya yang seharusnya, yaitu pencangkokan ulang generasi kedua sebagai demonstration effect. Ronald Gill mengatakan para arsitek Indonesia tidak tertarik terhadap dampak budaya arsitektur sepanjang era kolonial. Mereka lebih tertarik merekayasa arsitektur modern sebagai mahakarya mereka.

Situasi ini memicu masalah yang lebih rumit, yakni tumbuhnya budaya baru di atas budaya lama tanpa proses adaptasi. Padahal, ada hubungan timbal balik antara kota dan manusia, seperti kata Sir Winston Churchill, "We shape our buildings; thereafter they shape us."

Gerakan revolusi mental Presiden Joko Widodo perlu diikuti dengan revolusi pembangunan kota. Sebagai penyeimbang modernisasi yang permisif, ahistoris, bebas nilai, dan berorientasi pasar, perlu pendekatan pelestarian sejarah sebagai strategi budaya dengan meruwat, merestorasi kearifan lokal kota yang telah tergerus atau punah.

Ali Sadikin, Gubernur Jakarta pada 1966-1977, pernah melakukannya ketika merestorasi Kota Tua Batavia menjadi Taman Fatahillah.

Untuk itu, kami mengusulkan Patriot Trail Jakarta menjadi ruang publik berwawasan kebangsaan yang merefleksikan jejak sejarah perjuangan bangsa sepanjang lima zaman, dari era Hindu (Sunda Kelapa), Islam (Jayakarta), Kolonial (Batavia), Republik Indonesia (Jakarta), dan global (Jakarta Baru). Patriot Trail dirancang sebagai strategi terapeutik guna mengawal karakter Jakarta Kota Juang dan Kota Maritim.

Berita terkait

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

10 Desember 2018

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

BMKG membuat perkiraan cuaca dimana hujan disertai petir dan angin kencang akan melanda Jakarta.

Baca Selengkapnya

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

7 Desember 2018

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

Operator crane ambruk menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga Husin yang rumahnya rusak tertimpa crane.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

5 Desember 2018

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

Pergub 127 yang diteken Gubernur Anies Baswedan diharapkan mampu mempercepat program pembebasan lahan yang selama ini tersendat.

Baca Selengkapnya

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

23 Oktober 2018

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

Desain penataan Tanah Abang menjadi seperti kawasan SCBD Jakarta, masih digarap dan ditargetkan selesai tahun ini

Baca Selengkapnya

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

22 Oktober 2018

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

Dinas LH menjelaskan tumpukan sampah karena truk di Jakarta Utara sedang perawatan oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM).

Baca Selengkapnya

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

22 Oktober 2018

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

ITF Sunter hanya mengelola 2.200 ton sampah per hari dan 10 % residu harus dibuang ke Bantargebang.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

Penghentian eksploitasi air tanah, kata Koalisi Masyarakat, bisa menekan penurunan permukaan tanah di Ibu Kota.

Baca Selengkapnya

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

DKI mengusulkan anggaran Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa air bersih menekan eksploitasi air tanah.

Baca Selengkapnya

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

1 Oktober 2018

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

Uji coba rekayasa lalu lintas dilakukan pada 8 Oktober hingga 23 Oktober nanti.

Baca Selengkapnya

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

13 September 2018

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

Balai Besar menjelaskan, wilayah yang berpotensi terendam banjir di Jakarta berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi.

Baca Selengkapnya