Kontroversi Peristiwa 1965

Penulis

Kamis, 21 Juli 2016 20:59 WIB

Pemerintah tidak boleh menganggap enteng hasil International People's Tribunal (IPT) tentang peristiwa 1965. Sia-sia saja bereaksi keras terhadap putusan Pengadilan Masyarakat Internasional itu, karena hanya akan semakin mencoreng bangsa Indonesia.

Mulai membuka sidang pada November 2015, IPT memutuskan soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh negara selama kurun 1965-1966 pada Rabu lalu. Pengadilan menyatakan telah terjadi genosida dalam peristiwa pembasmian pendukung dan anggota Partai Komunis Indonesia pada 1965 dan 1966. IPT juga merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk meminta maaf atas peristiwa itu, dan melakukan penyelidikan.

Reaksi keras langsung ditunjukkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang menilai sidang itu sebagai gombal dan bertujuan memecah-belah rakyat Indonesia. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan pun menolak tudingan telah terjadi pembunuhan massal.

IPT memang bukan lembaga resmi. Namun rekomendasi pengadilan ini cukup berpengaruh. Pengadilan yang sama pernah menyidangkan kejahatan Israel terhadap masyarakat Palestina, yang berakhir dengan pengakuan dunia. Apalagi kesimpulan telah terjadi genosida dalam Peristiwa 1965 bukanlah tudingan sembarangan.

Pemerintah selama ini berkukuh bahwa pembantaian pada 1965 dan 1966 merupakan konflik horizontal, bukan vertikal yang melibatkan negara, sehingga negara tidak perlu meminta maaf kepada para korban. Namun berbagai bukti, termasuk hasil penyelidikan Komnas HAM pada 2012, menunjukkan adanya campur tangan negara dalam kekerasan di berbagai penjuru negeri. Ratusan ribu orang dibunuh dan puluhan ribu orang dipenjarakan selama belasan tahun tanpa pengadilan.

Advertising
Advertising

Tanda-tanda perubahan sikap sempat ditunjukkan Presiden Jokowi saat berpidato di depan DPR pada 14 Agustus 2015 dengan menyatakan pemerintah sedang berusaha mencari jalan keluar paling bijaksana dan mulia untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Air, termasuk melakukan rekonsiliasi. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, juga pernah menggelar simposium "Membedah Tragedi 1965" pada April lalu.

Kalau ingin serius, ada dua langkah yang bisa diambil pemerintah dalam Peristiwa 1965 dan 1966. Pertama, melalui jalur hukum. Hasil penyelidikan Komnas HAM, yang merekomendasikan dilakukan penyidikan, bisa ditindaklanjuti Kejaksaan. Langkah kedua adalah jalur non-yudisial dengan melakukan rekonsiliasi setelah didahului dengan pengakuan telah terjadi pelanggaran HAM berat yang melibatkan negara.

Tapi kedua langkah itu masih sulit diharapkan. Sekarang saja para pejabat malah menolak hasil pengadilan di Den Haag. Seharusnya pemerintah menghargai hasil IPT serta berupaya menyelesaikan kasus 1965 dan 1966 secara adil dan bermartabat.

Berita terkait

Harga Beras SPHP Naik jadi Rp 12.500 per Kilogram, Bapanas Beberkan Alasannya

4 menit lalu

Harga Beras SPHP Naik jadi Rp 12.500 per Kilogram, Bapanas Beberkan Alasannya

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo buka suara soal naiknya harga beras merek SPHP.

Baca Selengkapnya

Idul Adha Semakin Dekat, Berikut 7 Tips Menabung untuk Membeli Hewan Kurban

5 menit lalu

Idul Adha Semakin Dekat, Berikut 7 Tips Menabung untuk Membeli Hewan Kurban

Tidak hanya dapat diterapkan untuk membeli hewan kurban saat idul adha, tips ini bisa sekaligus meningkatkan manajemen keuangan anda.

Baca Selengkapnya

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

5 menit lalu

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel

Baca Selengkapnya

Manfaat Melewatkan Makan Daging bagi Penderita Sirosis Hati

7 menit lalu

Manfaat Melewatkan Makan Daging bagi Penderita Sirosis Hati

Sesekali tidak makan daging bermanfaat bagi penderita penyakit hati stadium lanjut seperti sirosis hati. Peneliti ungkap alasannya.

Baca Selengkapnya

5 Mei Ditetapkan Hari Bidan Sedunia, Begini Sejarahnya

15 menit lalu

5 Mei Ditetapkan Hari Bidan Sedunia, Begini Sejarahnya

Hari Bidan Sedunia dirayakan setiap tanggal 5 Mei sebagai penghargaan kepada para profesional kesehatan yang telah memberikan kontribusi besar dalam perawatan.

Baca Selengkapnya

Layanan Internet Starlink Sudah Bisa Dipesan, Biaya Langganan Rp750 Ribu per Bulan

18 menit lalu

Layanan Internet Starlink Sudah Bisa Dipesan, Biaya Langganan Rp750 Ribu per Bulan

Perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan layanan internet milik Elon Musk, Starlink mulai menawarkan layanannya untuk masyarakat di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Wakil Ketua MWA: 7 Bakal Calon Berpotensi Jadi Rektor Unpad 2024-2029l

23 menit lalu

Wakil Ketua MWA: 7 Bakal Calon Berpotensi Jadi Rektor Unpad 2024-2029l

Terdapat 14 bakal calon dalam pemilihan Rektor Universitas Padjajaran atau Unpad.

Baca Selengkapnya

Indonesia Memimpin Perjudian Online Dunia, Daftar 5 Negara Pemain Judi Online Terbanyak

25 menit lalu

Indonesia Memimpin Perjudian Online Dunia, Daftar 5 Negara Pemain Judi Online Terbanyak

Indonesia muncul sebagai negara dengan jumlah pemain judi online terbanyak di dunia, menurut survei DroneEmprit

Baca Selengkapnya

Korlantas Uji Coba Pengiriman Surat Tilang Melalui Whatsapp

25 menit lalu

Korlantas Uji Coba Pengiriman Surat Tilang Melalui Whatsapp

Bila sistem pengiriman surat tilang melalui Whatsapp aman, Korlantas akan memberlakukan aturan ini secara nasional.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Jubir Luhut Soal Orang "Toxic" di Pemerintahan Prabowo-Gibran

28 menit lalu

Penjelasan Jubir Luhut Soal Orang "Toxic" di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Juru bicara Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan maksud dari orang toxic dalam pemerintahan. Sebelumnya, Luhut menyebut istilah itu saat berpesan kepada Prabowo Subianto tentang kabinetnya.

Baca Selengkapnya