Pemo

Penulis

Senin, 14 Mei 2012 00:00 WIB

Di puncak gunung itu saya bertemu dengan Akhmad. Kemudian Matheus. Kemudian Vincentius. Hari masih dingin; matahari baru saja terbit. Timur hanya cahaya jingga yang terbelah karena gelap masih tersisa di dinding terjal tiga telaga Kelimutu.

Akhmad, tinggi, dengan raut muka keras dan tajam, seperti seorang Afro-Latin yang berkulit agak gelap, memakai jaket khaki yang sudah lapuk dan hanya bersandal jepit. Ia berjualan kain tenun desanya. Matheus, mengenakan jaket mirip militer yang kedodoran, tubuhnya lebih pendek tapi dengan corak wajah yang tak berbeda, berjualan kopi panas dan supermi. Vincentius, berkerudung kain tenun cokelat yang panjang, merangkap: ia berjualan semuanya.

Puncak itu telah dibangun jadi ruang terbuka yang rapi, bertugu dan berlantai batu, tempat para turis memandang ketiga danau Flores yang termasyhur itu. Pagi itu saya lihat sekitar 15 turis berdiri atau duduk termangu, terdiam, memandang ufuk yang tak lazim itu. Saya dengar seorang menegur: "Akhmad!" dan entah kenapa ia memperkenalkan diri, dalam bahasa Inggris, sebagai seorang buddhis kepada penjual kain itu. Akhmad tersenyum.

"Di telaga itu," kata Matheus sambil menyodorkan segelas kopi pahit ke tangan saya, "ruh-ruh bersemayam setelah mati."

Di sebelah kanan kita Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, danau arwah anak-anak muda. Agak di sana Tiwu Ata Polo, yang airnya biasanya berwarna merah, tempat jiwa orang-orang jahat. Dan di depan kita ini Tiwu Ata Mbupu, telaga arwah orang-orang tua. Warnanya putih.

Advertising
Advertising

Hari mulai terang. Warna danau itu ternyata tak putih, tapi gelap. Di sebelah sana, hijau toska. Dingin mulai tersingkir. Kopi Flores yang dijual Matheus (Rp 5.000 segelas) menolong menghangatkan tubuh. Saya lihat beberapa turis memotret. Yang lain diam, seakan-akan tak mau (karena tak mungkin) menggantikan pengalaman di Kelimutu dengan tangkapan kamera.

Seandainya saya dibesarkan di sini, di dekat hutan yang menutupi punggung gunung Kelimutu dan Kelibara, dengan kawah yang jadi danau dengan warna yang berubah-ubah, saya juga akan percaya, seperti Matheus: alam bukan hanya bongkah tanah dan batu, daun rimbun dan pokok kayu. Alam bukan hanya perubahan langit siang ke malam. Alam melebihi semua itu; ia tenaga yang tak pernah mati, meskipun dikuburkan.

Takhayul, orang akan bilang.

Takhayul memang sebutan yang mencemooh untuk pengalaman yang seperti itu. Cemooh itu menunjukkan ada jarak yang telah terjadi antara manusia dan hening yang angker di sekitar danau inikarena akal budi menghendaki "kecerahan". Tapi kita tak bertanya lagi mengapa "kecerahan" harus begitu penting hingga yang gaib harus tak ada.

"Matheus orang Katolik?" tanya saya, menanyakan sesuatu yang tak perlu.

"Ya. Juga Vincentius. Akhmad orang muslim. Kami satu desa. Kami dari Desa Pemo."

Menjelang pukul 07.25, saya turun bersama Vincentius. Ia sudah melepas kainnya. Seperti kedua temannya, tubuhnya, dalam umur 35, liat dan ramping karena perjalanan naik-turun gunung hampir tiap hari. Di sekitar kami berjajar pohon cemara gunung dan di sana-sini tampak kasuarina dengan rimbun-daun yang seperti surai kuda.

Tak ada angin. Hanya burung-burung yang mengisi suara di latar belakang: kicau yang jernih dan tangkas. "Itu garugiwa," tiba-tiba kata Vincentius. "Ia punya 14 jenis suara."

Saya melihat ke pucuk-pucuk, dan tak menemukan apa-apakecuali kadang-kadang unggas terbang yang tak saya kenal. Hidup ditandai gerak, agaknya, di hutan itu. Bahkan daun-daun yang jatuh ke tanah juga menyelinap, untuk jadi humus.

Apa yang terjadi setelah kita seperti daun jatuh? Saya teringat warna danau. Ke surga, ke neraka, atau seperti burung kecil ituterbang beberapa saat dan kemudian bersatu dengan kedalaman?

Syahdan, agama-agama baru datang ke celah-celah Kelimutu. Mereka akan memberi jawab dengan melihat kitab-kitab. Tapi saya tak tahu manakah yang lebih kuat pada hati Akhmad, Matheus, Vincentius: pengalaman yang akrab dengan rahasia hutan dan danau, atau kata-kata yang tertulis terang di buku-buku suci.

Kata-kata yang tertulis itu kemudian jadi hukumdan pada saat yang sama jadi menciut. Hukum tak pernah bisa mengatur apa yang tak bisa dijelaskan. Dan ada yang tak bisa dijelaskan saat hidup bergetar ketika Yang Maha-Gaib menyentuh keheningan tiga danau itu, seakan-akan berbisik: Aku ada. Bersamamu. Tapi tak akan Kaulihat.

Vincentius berhenti di depan sebuah semak. Ia menyembunyikan beberapa barang yang dibawanya di antara rumput lebat. Ia akan mengambilnya besok, dalam perjalanan mendaki lagi ke puncak untuk berjualan.

"Kami semua begini," katanya. "Di desa kami ada gereja dan ada masjid, kami bekerja bersama-sama. Kami masing-masing berlebaran dan berhari natal, tapi kami saling mengunjungi dan berbagi makanan. Dan kami bergabung bersama-sama dalam upacara adat."

Saya bertanya, kapan upacara itu dijalankan. "September," ia menjawab. Setiap tahun.

Tampaknya di dusun mereka, Pemo, ada yang lebih tua ketimbang masjid dan gereja dan kitab-kitab, ada yang lebih "endemik" seperti pakis dan turuwara. Kaum misionaris dari agama-agama yang datang mungkin akan mengatakan bahwa yang "endemik" itu keliru, tapi apa sebenarnya yang keliru bila Akhmad dan Matheus dan Vincentiusdi bawah naungan sesuatu yang purbatak saling mengatakan "kau mempercayai yang salah"?

Sesuatu yang purba itu mungkin akan tergusur. "Kecerahan" akan datang. Nenek moyang yang bersemayam di danau itu akan dilupakan. Tapi kita tak tahu apa yang akan menggantikan hidup bersama yang dinaungi itu. Saya hanya berharap pada suatu pagi yang lain saya akan ketemu lagi Akhmad, Matheus, dan Vincentius. Di puncak Kelimutu. Tersenyum.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Merasa Terjebak dalam Hubungan Tak Bahagia? Bulatkan Tekad untuk Pergi

6 menit lalu

Merasa Terjebak dalam Hubungan Tak Bahagia? Bulatkan Tekad untuk Pergi

Merasa terjebak dalam hubungan tak bahagia? Berikut tanda Anda harus mengakhiri hubungan karena sudah tak mungkin diperbaiki.

Baca Selengkapnya

Fati Indraloka Lelang Vespa Kesayangan Babe Cabita untuk Pembangunan Masjid

9 menit lalu

Fati Indraloka Lelang Vespa Kesayangan Babe Cabita untuk Pembangunan Masjid

Hasil lelang vespa kesayangan Babe Cabita akan digunakan untuk pembangunan masjid dan pondok pesantren.

Baca Selengkapnya

3 Alasan Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri

11 menit lalu

3 Alasan Banyak Pasien Berobat ke Luar Negeri

Ini strategi Bethsaida Hospital untuk menarik pasien berobat di dalam negeri

Baca Selengkapnya

Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus

32 menit lalu

Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa sektor perikanan kurang mendapat dukungan investasi dari perbankan. Menurut dia, penyebabnya karena perbankan menghindari resiko merugi dari kegiatan investasi di sektor perikanan itu.

Baca Selengkapnya

Pertamina Bantah Hapus Pertalite, Tapi Beberapa SPBU Sudah Tak Dapat BBM Subsidi

48 menit lalu

Pertamina Bantah Hapus Pertalite, Tapi Beberapa SPBU Sudah Tak Dapat BBM Subsidi

Pertamina Patra Niaga menampik adanya penghapusan Pertalite menjadi Pertamax Green 95 di seluruh SPBU.

Baca Selengkapnya

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

52 menit lalu

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

Masyarakat dan wisatawan diimbau berhati-hati ketika beraktivitas di sekitar tebing pantai Gunungkidul yang memiliki tebing curam.

Baca Selengkapnya

Mardiono Sebut Gugatan PPP ke MK karena KPU Salah Catat Jumlah Suara

54 menit lalu

Mardiono Sebut Gugatan PPP ke MK karena KPU Salah Catat Jumlah Suara

PPP menilai terdapat perbedaan perhitungan suara versi PPP dengan KPU.

Baca Selengkapnya

Kalimat yang Pantang Diucapkan pada Bos meski Berteman

54 menit lalu

Kalimat yang Pantang Diucapkan pada Bos meski Berteman

Agar tak ada masalah dalam pekerjaan, cobalah hindari mengucapkan kalimat-kalimat berikut meski bos adalah teman sendiri.

Baca Selengkapnya

Cak Imin Berharap PPP Lolos ke Senayan

1 jam lalu

Cak Imin Berharap PPP Lolos ke Senayan

PPP saat ini sedang mengajukan gugatannya sengketa pileg 2024 ke MK.

Baca Selengkapnya

Legenda Sepak Bola Nur Alim Puji Shin Tae-yong, Optimistis Timnas Indonesia Maju ke Final Piala Asia U-23

1 jam lalu

Legenda Sepak Bola Nur Alim Puji Shin Tae-yong, Optimistis Timnas Indonesia Maju ke Final Piala Asia U-23

Legenda Timnas Indonesia asal Bekasi, Nur Alim memuji Shin Tae-yong. Ia percaya pelatih asal Korea itu bisa membawa timnas ke final Piala Asia U-23.

Baca Selengkapnya