Menimbang Kemitraan Trans-Pasifik

Penulis

Selasa, 10 November 2015 02:23 WIB

Kiki Verico, Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Indonesia

Data menunjukkan bahwa kerja sama ekonomi antarnegara banyak dilakukan di tingkat kawasan. Hubungan ini bisa saling melengkapi, misalnya kerja sama antara perdagangan dunia dan kawasan yang ibarat "masakan dan bumbunya" (Lamy, 2007). Salah satu kerja sama kawasan ekonomi yang besar selain Uni Eropa adalah Asia-Pasifik. Selain Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), kerja sama terbatas yang terjadi di kawasan ini adalah Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) yang dirintis sejak 2008.

Selama proses negosiasi yang cukup alot di antara negara anggota TPP hingga 2015, Indonesia memilih berada di luar dan lebih berfokus pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dilaksanakan mulai akhir 2015 dan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang mencakup negara ASEAN+6 (10 negara anggota ASEAN ditambah Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru) yang dirintis sejak 2012, tapi diperkirakan masih menyelesaikan negosiasinya hingga awal 2016.

Di tengah proses negosiasi RCEP, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai oleh TPP pada 5 Oktober lalu. Hanya berselang tiga pekan, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia memiliki keinginan untuk bergabung dengan TPP. Pernyataan yang disampaikan saat Presiden memberikan keterangan kepada awak media bersama Presiden Barack Obama pada 26 Oktober lalu itu menyita perhatian dunia. Ini karena Indonesia adalah negara anggota APEC terbesar di Asia Tenggara dan satu-satunya negara anggota ASEAN di kelompok G20.

Keinginan Indonesia dapat mengubah keseimbangan ekonomi kawasan Asia-Pasifik antara RCEP dan TPP. Saat ini RCEP memiliki 16 negara anggota dengan 3,5 miliar penduduk, PDB US$ 23 triliun dan menguasai sekitar 28 persen perdagangan dunia. Adapun TPP terdiri atas 12 negara anggota dengan jumlah penduduk 797 juta, namun PDB dan proporsi perdagangan dunianya lebih tinggi, sekitar US$ 28 triliun dan 33 persen.

Memang ada potensi kerugian bila sebuah negara tidak masuk ke skema kerja sama tertentu, karena negara tersebut akan mengalami diskriminasi ekonomi. Diskriminasi terjadi karena negara anggota mendapat perlakuan istimewa yang tidak akan didapatkan oleh negara bukan anggota. Tujuan diskriminasi ini adalah meningkatkan perdagangan antarnegara anggota dengan kemungkinan menurunnya perdagangan dengan negara yang bukan anggota.

Diskriminasi bisa dialami Indonesia di pasar TPP karena pesaingnya, Vietnam dan Malaysia, adalah negara anggota. Ekspor Indonesia yang diperkirakan akan terkena dampak lebih dulu adalah tekstil dan pakaian jadi, karena produk ini termasuk salah satu prioritas TPP.

Terkait dengan keinginan Indonesia masuk ke TPP, beberapa poin umum berikut dapat menjadi pertimbangan. Pertama, berbeda dengan perjanjian ekonomi lainnya, TPP tidak hanya mengatur hubungan ekonomi antarnegara, seperti perdagangan dan investasi, tapi juga "harmonisasi" dengan aturan dalam negeri negara anggota. Hal ini dimaksudkan agar peraturan di dalam negeri menjadi transparan dan stabil, sehingga dapat diprediksi dan terkoordinasi. Deregulasi dan debirokratisasi searah dengan tujuan ini, namun "harmonisasi" seperti ini tetap bukan pekerjaan rumah yang sederhana.

Kedua, penyetaraan standar negara anggota, seperti dalam hal manajemen lingkungan, ketenagakerjaan, persaingan usaha, serta peran badan usaha milik negara yang adil dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual juga tidak mudah, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Ketiga, dari sisi pengamanan perdagangan, misalnya, pengamanan dengan standar kebersihan dan kesehatan pangan (Sanitary & Phytosanitary/SPS) harus berdasarkan bukti ilmiah. Keempat, dari sisi perlindungan industri dalam negeri, misalnya, pemberlakuan mekanisme pengamanan hanya boleh dilakukan sementara waktu dan tidak boleh tumpang-tindih.

Kelima, penggunaan kandungan dan teknologi lokal bukan merupakan syarat investasi dan keringanan tarif. Kebijakan ini mempermudah penerapan aturan asal produk atau rule of origin TPP, namun menghilangkan kesempatan untuk mengatur Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Tapi, TPP memberikan pula potensi keuntungan terhadap efisiensi dan peningkatan kualitas telekomunikasi dan optimalisasi penggunaan ekonomi digital, termasuk transaksi elektronik, yang tengah naik daun di sini. Potensi keuntungan juga terletak pada pemberdayaan usaha kecil menengah, transparansi pengadaan barang dan jasa publik, serta penerapan regulasi antikorupsi. <B>Ini opini pribadi, tidak ada hubungan dengan institusi tempat penulis bekerja. </B>

Berita terkait

Bertemu PM Cina, Prabowo Bahas Penguatan Bilateral hingga Kerja Sama Tingkat Global

33 hari lalu

Bertemu PM Cina, Prabowo Bahas Penguatan Bilateral hingga Kerja Sama Tingkat Global

Kedatangan Prabowo ke negara tirai bambu untuk memperkuat kerja sama antara dua negara.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dorong Peningkatan Kerjasama Bilateral

30 November 2023

Bamsoet Dorong Peningkatan Kerjasama Bilateral

Hadiri Peringatan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Korea-Indonesia, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Kerjasama Bilateral

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dorong Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia-Thailand

27 November 2023

Bamsoet Dorong Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia-Thailand

Bertemu Duta Besar RI untuk Thailand, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia - Thailand

Baca Selengkapnya

Mendag Bahas Peningkatan Hubungan Ekonomi Bilateral Indonesia - Inggris

10 Maret 2023

Mendag Bahas Peningkatan Hubungan Ekonomi Bilateral Indonesia - Inggris

Indonesia dan Inggris telah memiliki forum Joint Economic and Trade Committee (JETCO)

Baca Selengkapnya

Jokowi Targetkan Nilai Perdagangan dengan Vietnam Capai US$ 15 Miliar

22 Desember 2022

Jokowi Targetkan Nilai Perdagangan dengan Vietnam Capai US$ 15 Miliar

Jokowi menyebut dalam pertemuan hari ini, dirinya telah menandatangani tiga MoU atau nota kesepahaman tentang kerja sama.

Baca Selengkapnya

PM Australia Tawarkan Bantuan Iklim ke Jokowi untuk Pererat Kerja Sama

6 Juni 2022

PM Australia Tawarkan Bantuan Iklim ke Jokowi untuk Pererat Kerja Sama

Kunjungan Anthony Albanese ke Indonesia menjadi pertemuan bilateral pertama bagi pemerintahan Australia yang baru.

Baca Selengkapnya

Bertemu Menlu Prancis, Jokowi Sampaikan 5 Pesan soal Hubungan Kedua Negara

24 November 2021

Bertemu Menlu Prancis, Jokowi Sampaikan 5 Pesan soal Hubungan Kedua Negara

Jokowi menyampaikan terima kasih atas dukungan vaksin Prancis ke Indonesia yang jumlah totalnya akan mencapai 4,8 juta dosis.

Baca Selengkapnya

Insiden Diplomat Nigeria, Kemenlu: Semoga Hubungan Bilatera Tetap Baik

11 Agustus 2021

Insiden Diplomat Nigeria, Kemenlu: Semoga Hubungan Bilatera Tetap Baik

Kementerian Luar Negeri menegaskan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Nigeria telah berjalan baik.

Baca Selengkapnya

Semester 1 2021, AstraZeneca Raup USD 1,2 Miliar dari Penjualan Vaksin Covid-19

29 Juli 2021

Semester 1 2021, AstraZeneca Raup USD 1,2 Miliar dari Penjualan Vaksin Covid-19

Perusahaan farmasi multinasional AstraZeneca meraup pendapatan US$ 1,2 miliar dari penjualan vaksin Covid-19 sepanjang semester pertama 2021.

Baca Selengkapnya

Indonesia Usul Tingkatkan Kerja Sama Ketenagakerjaan dengan Singapura

22 Juni 2021

Indonesia Usul Tingkatkan Kerja Sama Ketenagakerjaan dengan Singapura

Peningkatan kerja sama tersebut antara lain meliputi permintaan bantuan tenaga ahli Singapura untuk pengembangan Innovation Center dan Talent Hub Kemnaker.

Baca Selengkapnya