Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi agaknya perlu lebih banyak memahami soal teknologi informasi. Larangan bermain Pokemon GO yang dia tujukan kepada pegawai negeri dengan alasan berbahaya karena "menimbulkan kerawanan keamanan dan kerahasiaan instalasi pemerintah" menunjukkan terbatasnya pemahaman itu.
Larangan itu tertuang dalam edaran bernomor B/2555/M.PANRB/07/2016 yang diteken pada 20 Juli lalu. Ada dua alasan soal larangan ini. Selain karena "berbahaya bagi keamanan pemerintah", alasan lain adalah demi menjaga produktivitas dan disiplin pegawai. Untuk alasan ini, kita memahami, bahkan mendukung. Bermain Pokemon GO saat jam kerja jelas mengganggu produktivitas.
Namun melarang karena "berbahaya bagi instalasi pemerintah" rasanya berlebihan. Semestinya cukuplah edaran itu dibuat dengan alasan soal produktivitas saja, tak perlu membawa-bawa soal keamanan negara.
Game Pokemon GO memang sedang populer. Permainan menangkap monster ini membuat pemainnya keranjingan. Mereka berlomba menangkap monster yang di layar telepon terlihat muncul di dunia nyata tempat pemain berada.
Pada dasarnya ini permainan biasa saja. Pemain menghidupkan kamera telepon pintarnya yang terhubung ke Internet, lalu "berburu" monster sambil mengarahkan kamera ke posisi monster virtual itu berada. Mungkin dari sinilah muncul kekhawatiran kamera itu akan merekam obyek nyata lalu mengirimnya ke pusat data permainan sebagai "data intelijen".
Logika itu tidak tepat. Permainan ini berbasis Google Maps yang terdapat di hampir semua smartphone. Siapa pun bisa mengakses Google Maps. Bahkan pada aplikasi ini kita seolah berada di lokasi di peta, lengkap dengan semua foto dan informasi di sekitarnya. Kalau memang data seperti itu rawan, Google Maps-lah yang "berbahaya". Apalagi ada ratusan aplikasi lain yang juga berbasis Google Maps, termasuk ojek dan taksi online.
Mungkin juga Menteri Yuddy khawatir permainan ini, jika dilakukan di dalam kantor, akan membuat situasi kantor terekam lalu terkirim ke luar sebagai data curian. Kalau memang ini alasannya, pegawai negeri semestinya juga dilarang menggunakan kamera ponselnya untuk ber-selfie di lingkungan kantor.
Ketimbang mengeluarkan larangan itu, lebih baik pemerintah membuat edukasi tentang bahaya permainan yang terhubung ke Internet karena bisa mengancam data pribadi penggunanya. Atau, kita bisa meniru pemerintah Jepang menyikapi demam Pokemon GO. National Center of Incident Readiness and Strategy for Cybersecurity (NISC) memberi pedoman bermain secara aman. Antara lain, menyarankan agar tidak menggunakan nama asli atau mengingatkan risiko aplikasi palsu yang bisa mengancam keamanan data pengguna.
Cara seperti itu lebih mendidik khalayak.