Origami

Penulis

Kamis, 16 Agustus 2012 00:00 WIB

Seorang penulis sejarah yang baik tahu bahwa ia seorang penggubah origami. Ia membangun sesuatu, sebuah struktur, dari bahan-bahan yang gampang melayang. Sebab bahan penyusunan sejarah sesungguhnya bagaikan kertas: ingatan.

Ingatan tak pernah solid dan stabil; ingatan dengan mudah melayang tertiup. Seperti kertas, ketika ia menampakkan diri di depan kita, sebenarnya dalam proses berubah. Kita yang menemukannya juga berubah: dengan kepala yang tak lagi pusing atau menatapnya dengan mata yang tak lagi lelah; kertas itu sendiri sedang jadi lecek atau sumbing, lembap atau menguning.

Origami, di situ, mengandung dan mengundang perubahan. Berbeda dengan kirigami, ia dilipat tanpa direkat ketat dengan lem atau dijahit mati. Ia bernilai karena ia sebuah transformasi dari bahan tipis dan rata jadi sebuah bentuk yang kita bayangkan sebagai, misalnya, burung undan. Dan pada saat yang sama, ia mudah diurai kembali. Begitu juga penulisan sejarah: ia bernilai karena ia mengandung pengakuan, masa lalu sebenarnya tak bisa diberi bentuk yang sudah dilipat mati.

Saya selalu teringat ini tiap 17 Agustus.

Hari itu telah jadi sebuah institusi. Kita memberinya nama dan merayakannya dalam sebuah lagu ("Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita"). Ada yang menjadikannya indikator sebuah revolusi (dengan "R") dan berbicara tentang "Revolusi Agustus". Di sekitarnya disusun ritual: tiap pukul 09.00 teks Proklamasi dengan tulisan tangan Bung Karno yang bergegas itu dibacakan kembali. Momen 67 tahun yang lalu itu seakan-akan patung pualam yang tak boleh lekang dan lapuk.

Advertising
Advertising

Manusia memerlukan itu: patung, ritual, dan upacara. Tapi itu juga yang membuat kita memandang masa lalu sebagai sebuah bentuk yang disederhanakan dan diperindahseperti origami. Di balik 17 Agustus sebagai sebuah ingatan yang dilembagakan, ada keadaan dan kerja yang tak terhitung ragamnya: para pemuda yang dengan semangat berapi-api dan jantung berdebar mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk berani tak patuh kepada penguasa Jepang; Bung Karno dan Bung Hatta yang dengan sabar tapi cemas mengikuti desakan itudan kemudian menyusun teks yang di sana-sini dicoret itu; sejumlah orang yang tak disebut namanya yang mengawal kedua pemimpin itu kembali dari Rengasdengklok; orang-orang yang menyiapkan bendera merah putih, pengeras suara, rekaman, upacara sederhana, dan berdoa.

Kerja (dan tak jarang dengan kesalahan dan kebetulan) dalam ragam yang tak habis-habisnya itu bahkan belum bisa membuat suara Bung Karno jadi sebuah gaung yang tak mati-mati, ke seluruh Indonesia, ke hari-hari mendatang. Setelah beratus tahun menunggu, tiba-tiba datang satu saat ketika kolonialisme jebol dan orang Indonesia bisa berkata bahwa dirinya "merdeka".

Sejarah, di balik origami yang rapi itu, tak semuanya rapi. Ia punya elemen yang disebut Bung Karno "menjebol". Kata itu menunjukkan sebuah aksi; bukan "penjebolan", bukan "jebolan", bukan sebuah kesimpulan, atau hasil ataupun keadaan. "Menjebol" menyiratkan sebuah keyakinan yang ada dalam proses. Tapi ia justru bermula seakan-akan mematahkan waktu di tengah.

Ia, jika kita pakai pandangan Badiou, adalah sebuah "kejadian": tiap ikatannya dengan dunia yang-utuh, dengan situasi yang satu, patah. Kejadian itu seakan-akan ditakik dari hidup kita yang sehari-hari dan "lepas ke bintang-bintang".

Di sini, saya ingin berhati-hati dengan hiperbol. Kata "bintang-bintang" bisa terasa terlampau melambung, tak bersentuhan dengan bumi. Salah satu kelemahan Badiou ialah memberi kesan bahwa dalam politik, "kejadian", l'evenement, begitu luar biasa sehingga harus ada orang-orang militan yang lahir sebagai subyek dalam Kebenaran. Sementara itu kita tahu, 17 Agustus bukanlah sesuatu yang secara ontologis terpisah dari situasi waktu itu. Sama salahnya dengan menganggap Peristiwa 30 September sebagai bukti "kesaktian" Pancasila, kita akan keliru bila menganggap detik ketika Proklamasi itu dimaklumkan adalah sebuah momen yang muncul bagaikan mukjizat.

Kita memang bisa menyebutnya sebagai "Revolusi". Tapi tiap ingatan tentang revolusi selalu terdiri atas bagian yang sudah melayang terbang, atau melapukseperti kertas.

Bersamaan dengan itu, kata "revolusi" membawa imaji melodramatik, pertentangan penuh gairah dan gundah, yang sering mengharukan tapi juga melenceng. Monumen yang banyak dibangun di Indonesiaprajurit bersenjata, pemuda membawa bambu runcingmembayangkan kekerasan sebagai bagian esensial dalam "Revolusi" itu, meskipun di bulan Agustus 1945 itu tak ada pertempuran apa pun. Yang sering dilupakan, bahkan sebuah revolusi yang eksplosif datang dari perubahan-perubahan yang tidak heboh: politik mikro. Tak semuanya menarik, ganjil, atau heroik.

Itu sebabnya, "merdeka" adalah proses. Dalam bahasa Indonesia, kata sifat kadang-kadang bisa juga berfungsi menjadi kata kerja: daun adalah hijau dan itu juga berarti daun menghijau. Maka "Indonesia merdeka" dapat berarti "Indonesia adalah merdeka", tapi juga bisa berarti "Indonesia menjalankan kemerdekaan". Seperti "menjebol", kerja itu masih berlangsung.

Pernah ada lelucon pahit. Seseorang yang setelah 17 Agustus 1945 nasibnya tak jadi lebih baik, bahkan memburuk, bertanya: "Kapan merdeka selesai?" Jika kita lihat "merdeka" adalah sebuah laku, pertanyaan itu tak akan ada. Sebab laku ituyang berlangsung dalam sejarah sebagai prosestak punya titik yang tetap di depan untuk dituju. Titik itu, untuk jeda, harus tiap kali diputuskan kembali.

Itu sebabnya kita perlu membayangkan origami itu tak mati. Dalam bentuk seekor burung undan, kita bayangkan ia terbang tinggi.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

1 menit lalu

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

Perludem menilai politisasi bansos dan mobilisasi aparat akan tetap terjadi di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

2 menit lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

2 menit lalu

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

10 menit lalu

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

16.627 peserta akan ikuti UTBK-SNBT di IPB University pada 30 April 2024, 02 - 07 Mei 2024 dan 14 - 20 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

14 menit lalu

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

17 menit lalu

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.

Baca Selengkapnya

Pengendara Motor di Depok Jadi Korban Tabrak Lari Kendaraan Dinas Polisi

18 menit lalu

Pengendara Motor di Depok Jadi Korban Tabrak Lari Kendaraan Dinas Polisi

Seorang pengendara motor di Depok jadi korban tabrak lari kendaraan dinas polisi. Korban alami luka serius dan harus dirawat di rumah sakit.

Baca Selengkapnya

Lokasi Nobar Piala Asia U-23 Pindah ke Halaman Kemenpora, Bisa Datang Tanpa Registrasi

25 menit lalu

Lokasi Nobar Piala Asia U-23 Pindah ke Halaman Kemenpora, Bisa Datang Tanpa Registrasi

Lokasi nobar Piala Asia U-23 Indonesia vs Uzbekistan malam ini dipindah dari Auditorium Wisma Kemenpora ke Halaman Kemenpora.

Baca Selengkapnya

Selebritas Berkali-kali Kejeblos Kasus Narkoba, Terakhir Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya

27 menit lalu

Selebritas Berkali-kali Kejeblos Kasus Narkoba, Terakhir Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya

Polisi tangkap selebritas Rio Reifan kelima kalinya dalam kasus narkoba. Berikut beberapa artis lain yang berkali-kali terjerat barang haram itu.

Baca Selengkapnya

Pj Bupati Banyuasin Segera Bangun Jalan di Lima Desa Kecamatan Muara Sugihan

27 menit lalu

Pj Bupati Banyuasin Segera Bangun Jalan di Lima Desa Kecamatan Muara Sugihan

Penjabat Bupati Banyuasin, H. Hani Syopiar Rustam melakukan kunjungan kerja sekaligus meninjau jalan di lima Desa Kecamatan Muara Sugihan sepanjang 3,250 meter yang akan segera dibangun, pada Ahad, 28 April 2024.

Baca Selengkapnya