Kejam

Penulis

Minggu, 24 Februari 2013 00:20 WIB

Putu Setia

Adakah wajah negeri ini semakin kejam? Atau karena media begitu suka memberitakan hal-hal yang ada unsur dramatisnya. Bayangkan, seorang ayah membunuh anak lelakinya yang sedang tumbuh remaja, dengan sadar dan "penuh ikhlas". Hanya karena dendam kepada orang tuanya, seseorang tega membunuh anak usia tiga tahunan. Dengan penuh kebencian, bocah itu akhirnya disemen, bak membikin patung.

Jika contoh diperpanjang dengan kasus kekejaman di luar konteks pembunuhan, daftar itu bisa berderet-deret. Seorang perempuan terjun dari angkot yang ditumpanginya karena takut diperkosa. Hasil akhirnya sama dengan pembunuhan: perempuan itu tewas.

Banyak masalah yang menyebabkan negeri ini menampilkan wajah kejam. Rasa aman menjadi warga negara seperti terkikis, padahal polisi sudah bertambah dengan kecanggihan yang terus ditingkatkan kalau menghadapi teroris, tapi tak mampu menangani pemerkosa di atas angkot. Hukum tidak berjalan, atau hukum bisa ditarik-ulur mengikuti kepentingan kelompok. Atau karena kegamangan menerapkan hukum?

Kerusuhan antar-etnis, misalnya, terus berulang. Di Lampung, perseteruan kelompok transmigran asal Bali dengan penduduk lokal sudah dua kali terjadi dalam rentang waktu yang berselisih sekitar setahun. Hukum tidak dipakai, tak ada pengadilan dan tak ada penjara bagi pembuat onar. Penyelesaian dilakukan di atas kertas bermeterai bahwa telah terjadi perdamaian, lalu dibacakan di depan pejabat dan dikutip media masa. Kerusuhan sejenis lalu menular ke Sumbawa. Sama saja penyelesaiannya, damai tanpa ada penegakan hukum. Aparat kalah oleh ancaman bahwa perseteruan akan terpelihara jika ada yang dinyatakan salah dan ada yang dinyatakan benar.

Masyarakat kita bertambah sakit karena hukum "bertambah sakit". Mahfud Md., Ketua Mahkamah Konstitusi, menyatakan, kalau hukum ditegakkan 50 persen saja, keadaan sudah bisa lebih baik. Artinya, saat ini hukum hanya ditegakkan kurang dari 50 persen. Toh, pemerintah seperti belum punya prioritas bagaimana hukum dijadikan panglima. Setiap hari kita masih membicarakan masalah politik, sibuk mengurusi partai orang lain, terkaget-kaget dengan angka survei, dan setiap saat menggosipkan calon presiden yang orangnya tak bertambah-tambah sejak dulu.

Advertising
Advertising

Kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi merambah masyarakat yang jauh nun di desa, namun pemerintah seperti membiarkan dampak buruk terjadi karena tak membekali dan membentengi masyarakat. Ikatan kekerabatan sudah bergeser. Karang taruna, paguyuban tradisional, dan ikatan adat sudah digantikan oleh pertemanan di Facebook dan saling bersautan di Twitter. Di antara keluarga saja sudah jarang ngobrol, karena semuanya punya "saudara lain" dan asyik ngobrol dengan memencet-mencet handphone. Apa pentingnya ngobrol dengan tetangga, kalau ada perlu tinggal di-BBM atau SMS. Jadi pantas, kalau ada anak yang dibunuh lalu ditanam di dalam rumah, tak cepat ada yang tahu. Anak kecil yang tewas lalu dibalut semen, tak ada yang cepat-cepat memergoki. Semua orang asyik dengan peralatan komunikasinya yang canggih dan tak sempat memperhatikan lingkungan sekitar.

Pada akhirnya kita jadi imun dengan korban kekejaman. Tak ada lagi yang tersentak mendengar begitu mudahnya nyawa melayang. Sedangkan kerusuhan dan keonaran di suatu tempat dengan mudahnya ditiru. Aksi unjuk rasa di kota kecil pun saat ini seperti kurang sah jika tidak ada bakar ban bekas dan memblokade jalan, karena setiap saat hal itu dipertontonkan.

Bagaimana kita merawat negeri yang lagi sakit ini dan kapan dokternya datang?

Berita terkait

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

4 menit lalu

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2024 yang tercatat 5,11 persen secara tahunan

Baca Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri Rusia Kesal Volodymyr Zelensky Bawa-bawa Tuhan dalam Perang Ukraina

5 menit lalu

Kementerian Luar Negeri Rusia Kesal Volodymyr Zelensky Bawa-bawa Tuhan dalam Perang Ukraina

Volodymyr Zelensky disebut Kementerian Luar Negeri Rusia sedang hilang akal karena membawa-bawa Tuhan dalam konflik dengan Moskow.

Baca Selengkapnya

Cara Kerja IMSI Catcher, Alat Sadap yang Diduga Diimpor oleh Mabes Polri dari Singapura

7 menit lalu

Cara Kerja IMSI Catcher, Alat Sadap yang Diduga Diimpor oleh Mabes Polri dari Singapura

Alat sadap IMSI Catcher berfungsi mengetahui lokasi seseorang lewat telepon seluler dengan cara intersepsi, metode yang lazim digunakan intelijen.

Baca Selengkapnya

KPU Bantah Gugatan Demokrat di Sengketa Pileg Banten: Perolehan Suara Versi Pemohon Tidak Benar

11 menit lalu

KPU Bantah Gugatan Demokrat di Sengketa Pileg Banten: Perolehan Suara Versi Pemohon Tidak Benar

KPU membantah gugatan Partai Demokrat pada perkara Nomor 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dalam sidang sengketa Pileg

Baca Selengkapnya

Jelang Indonesia vs Guinea di Playoff Olimpiade 2024, Ivar Jenner Akui Para Pemain Kelelahan

12 menit lalu

Jelang Indonesia vs Guinea di Playoff Olimpiade 2024, Ivar Jenner Akui Para Pemain Kelelahan

Ivar Jenner menegaskan kemenangan menjadi harga mati yang harus diraih Timnas U-23 pada laga Indonesia vs Guinea pada playoff Olimpiade 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Curhat Alat Kesehatan di Daerah Tersedia, tapi Minim Dokter Spesialis

12 menit lalu

Jokowi Curhat Alat Kesehatan di Daerah Tersedia, tapi Minim Dokter Spesialis

Presiden Jokowi menyayangkan daerah kepulauan maupun daerah terpencil dia tak menemukan tenaga dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Orangutan, Hewan Tercerdas yang Mirip Manusia

13 menit lalu

5 Fakta Orangutan, Hewan Tercerdas yang Mirip Manusia

Orangutan memiliki kecerdasan lebih tinggi dari simpanse dan gorila.

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Ingatkan Potensi Separatisme Akibat Konflik Tambang, Minta Jokowi Diadili

15 menit lalu

Faisal Basri Ingatkan Potensi Separatisme Akibat Konflik Tambang, Minta Jokowi Diadili

Faisal Basri menyinggung soal opsi mekanisme peradilan melalui Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) untuk menjerat Jokowi.

Baca Selengkapnya

Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh

19 menit lalu

Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh

Pemerintah melalui Perum Bulog menaikkan harga eceran tertinggi atau HET untuk beras SPHP, dari Rp10.900 menjadi Rp12.500 per kilogram sejak 1 Mei 2024

Baca Selengkapnya

PPP Sebut Belum Tentukan Sikap Politik Resmi di Pilkada Jawa Timur

22 menit lalu

PPP Sebut Belum Tentukan Sikap Politik Resmi di Pilkada Jawa Timur

PPP menyatakan sifat politiknya di Pilkada Jawa Timur masih dinamis. Antara mendukung Khofifah atau membentuk koalisi baru.

Baca Selengkapnya