Selebritas

Penulis

Minggu, 3 Februari 2013 00:00 WIB

Seorang selebritas, atau pesohor, adalah orang yang terasing dari cermin di hadapannya. Ia tak lagi sendirian di kamar mandi. Kini cerminnya digantikan alat lain: kamera, alat perekam suara, atau catatan seorang jurnalis. Alat-alat itu mewakili tatapan orang banyak yang ia asumsikan senantiasa hadir. Di tatapan itulah ia melihat dirinya. Atau lebih tepat: "diri"-nya.

Orang banyak itupembaca kolom gosip, pendengar radio, penonton TV dan bioskoptentu saja tak tampak di matanya. Ataupun tak jelas benar sebenarnya siapa sosok dan suara itu. Massa. Kelimun. Orang ramai. Wajah tanpa riwayat. Bukan "engkau" yang bisa ia ajak bertegur sapa, melainkan "mereka". Dan ia berpose untuk "mereka".

Begitu menentukankah "mereka" yang tak tampak itu, hingga konstruksi "diri" selebritas seperti Paris Hilton atau Nadya Hutagalung bisa berbeda dari muka yang di cermin?

Andai kita berada di pertengahan 1930-an, di puncak pertama perkembangan industri film dan teknologi fotografi, jawabannya lebih pasti. "Mereka yang tak tampak, yang tak hadir ketika [seorang aktor] menjalankan pertunjukannya, adalah mereka yang sesungguhnya mengontrol pertunjukan itu." Itu kesimpulan Walter Benjamin ketika di tahun itu ia berbicara tentang penonton, pendengar, dan pembaca media massa yang tak terlihat oleh sang aktor.

Tapi Benjamin tak sepenuhnya benar. Sebagai konsumen, "mereka yang tak tampak" itu memang bisa sangat menentukanmungkin sejalan dengan "the invisible hand" pasar bebas. Tapi di antara penonton dan sang aktor ada produsen: bukan hanya sutradara, tapi juga, dan terutama, para pemilik modal yang menguasai media massa, baik film itu sendiri maupun koran gosip. Merekalah yang mengedarkan candu itu (gosip adalah candu bagi orang ramai) hingga orang ramai itu sepenuhnya asyik dalam kekaguman dan siap menanggung segalanya.

Henry Kissingerseorang menteri luar negeri yang pintar yang telanjur jadi pesohorpernah berkata dengan sedikit mencemooh: "Yang menyenangkan ketika jadi selebritas adalah bila kita membosankan orang banyak, orang banyak itu menganggap itu gara-gara kesalahan mereka sendiri."

Tapi Benjamin tak sepenuhnya salah. Di akhir paragraf ia menambahkan faktor kapitalismemeskipun lebih tepat bukan hanya kapitalisme, tapi juga tiap bentuk industri budaya yang menjangkau massa, yang mengubah diri sang aktor jadi "diri". Padanya sebenarnya tak ada lagi pesona kepribadian. Pesona itu sudah digantikan "daya pukau yang sudah boyak", karenaterutama dalam kapitalismepesona itu ada hanya sebagai komoditas. Pada akhirnya, jika sang pesohor memang punya nilai, ia hanya punya Ausstellungswert, "nilai-pameran" , "tontonan", atau "pajangan".

Kini nilai itu merambat jadi ukuran di mana-mana. Di zaman ketika 90 persen informasi yang diserap khalayak Indonesia datang dari TV yang sibuk dengan pelbagai show, "nilai-tontonan" pun masuk ke politik: partai-partai dengan sadar mencampuradukkan peran selebritas dengan kerja politik. Bintang sinetron TVpembawa lakon yang gampangan tapi gemerlapramai-ramai diubah jadi calon pemimpin eksekutif atau anggota dewan legislatif. Dengan keyakinan mereka akan dipilih. Maksudnya: akan laku.

Cukup mencemaskan. Sebab tren ini mengingatkan kita pada yang pernah terjadi di masa lalu, di negeri lain, ketika khalayak dibuat terpukau dan "sang juara, sang bintang, dan sang diktator muncul sebagai pemenang".

Kata-kata itu juga dari Benjamin, di salah satu catatan kaki untuk risalahnya yang sama, tentang karya seni di masa teknologi reproduksi, yang ia tulis empat tahun sebelum ia lari dari penindasan Jerman Hitler tapi berakhir dengan bunuh diri di perbatasan Prancis-Spanyol.

Benjamin berbicara tentang "krisis demokrasi". Ia menghubungkannya dengan perubahan kondisi yang menampilkan politikus ke depan publik. "Radio dan film," tulisnya, "tak hanya mengubah fungsi sang aktor profesional, tapi juga fungsi mereka yang, seperti politikus, menampilkan diri di depan media itu."

Penampilan itu praktis dikendalikan instrumen yang ada. Ia hanya jadi sejenis keterampilan teknis. Sementara aura seorang Oedipus ketika diperankan Rendra bertaut dengan aura sang aktor di pentas itu & di saat itu juga, sosok politikus yang muncul melalui televisi sebenarnya hanya "diri" yang tanpa aura. Ia telah diformat.

Sebuah proses keterasingan pun berlangsung. Sang aktor masuk ke arena politik tanpa subyektivitas, tanpa gelora hati untuk agenda politik yang menuntut darah dan doa. Dua kata itu mungkin terlampau dramatis buat zaman ini, ketika "demokrasi" berubah jadi akrobat dalam tong setan: berputar-putar dengan terampil dari bawah ke atassebuah gerak yang akan begitu selamanya. Para pelaku, yang tak punya kata-kata sendiri, akan kehilangan peran bila mereka mendobrak ke luar tong.

Demokrasi-tong-setan ini bisa rapi dan memikat banyak orang. Mungkin ini juga "peng-estetis-an politik", sthetisierung der Politik, yang digemari Hitler dan Mussolini. Tapi ia akan tak mampu menghadapi problem yang mendasar. Di luar tong setan itu, keadilan dan kemerdekaan tiap kali masih terus-menerus harus direbut, dengan sengit, dan diperluas. Sedangkan di dalam, "Parlemen ditinggalkan orang."

Ketika Benjamin menuliskan kata-kata itu, ia bermaksud menunjukkan bagaimana teknologi mengambil peran dewan perwakilan. Bagi saya, itu berarti politik di parlemen akan jadi kosong dari percakapan dan pergulatan yang berarti. Bukan mustahil sang juara akan tampil dari kekerasan, sang bintang akan datang dari kebosanan, dan sang diktator dari kedunguan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Indonesia Runner-up Piala Uber 2024, Menpora Apresiasi Perjuangan Pemain yang Luar Biasa

23 menit lalu

Indonesia Runner-up Piala Uber 2024, Menpora Apresiasi Perjuangan Pemain yang Luar Biasa

Menpora Dito Ariotedjo mengapresiasi perjuangan dan pencapaian tim putri Indonesia dalam Piala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

Hari Bidan Sedunia, Ini Fungsi dan Syarat Menjadi Bidan

27 menit lalu

Hari Bidan Sedunia, Ini Fungsi dan Syarat Menjadi Bidan

Biasanya bidan hanya membantu persalinan normal tanpa komplikasi, jika terjadi persalinan tidak normal atau berisiko maka bumil dianjurkan ke dokter.

Baca Selengkapnya

Hasil Tinju Dunia: Canelo Alvarez Pertahankan Predikat Juara Sejati, Kalahkan Jaime Munguia

1 jam lalu

Hasil Tinju Dunia: Canelo Alvarez Pertahankan Predikat Juara Sejati, Kalahkan Jaime Munguia

Canelo Alvarez berhasil mempertahankan predikat juara sejati tinju dunia kelas super middleweight dengan mengalahkan Jaime Munguia.

Baca Selengkapnya

Penggemar Rasakan Emosi di Lagu Diana Krall

1 jam lalu

Penggemar Rasakan Emosi di Lagu Diana Krall

Penggemar Diana Krall kagum dengan penampilan penyanyi Kanada itu di konser Solo bertajuk Diana Krall Live in Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Real Madrid Juara Liga Spanyol 2023/2024, Carlo Ancelotti Lewati Catatan Zidane dan Incar Rekor Miguel Munoz

2 jam lalu

Real Madrid Juara Liga Spanyol 2023/2024, Carlo Ancelotti Lewati Catatan Zidane dan Incar Rekor Miguel Munoz

Carlo Ancelotti berhasil mengantar Real Madrid menjuarai Liga Spanyol 2023-2024. Incar rekor setelah lewati catatan Zidane.

Baca Selengkapnya

3 Fakta Penting Laga Timnas U-23 Indonesia vs Guinea di Playoff Olimpiade Paris 2024 pada Kamis 9 Mei

3 jam lalu

3 Fakta Penting Laga Timnas U-23 Indonesia vs Guinea di Playoff Olimpiade Paris 2024 pada Kamis 9 Mei

Simak tiga fakta penting laga timnas U-23 Indonesia vs Guinea di playoff Olimpiade Paris 2024, salah satunya pertandingan digelar tertutup.

Baca Selengkapnya

Indonesia Raih Perak Piala Uber Pertama dalam 16 Tahun, Para Pemain Tunggal Putri Paling Banyak Dipuji

3 jam lalu

Indonesia Raih Perak Piala Uber Pertama dalam 16 Tahun, Para Pemain Tunggal Putri Paling Banyak Dipuji

Setelah 16 tahun menanti, akhirnya tim bulu tangkis putri Indonesia membawa pulang medali Piala Uber.

Baca Selengkapnya

Jadwal Liga Champions Leg Kedua Semifinal: Bayern Munchen Kehilangan 2 Bek Jelang Sambangi Real Madrid

4 jam lalu

Jadwal Liga Champions Leg Kedua Semifinal: Bayern Munchen Kehilangan 2 Bek Jelang Sambangi Real Madrid

Jadwal Liga Champions akan memasuki leg kedua semifinal. Bayern Munchen mendapat pukulan menjelang tampil di markas Real Madrid.

Baca Selengkapnya

Fansign Day6 di Jakarta Selama 2 Jam Dipenuhi Ratusan My Day Beruntung

4 jam lalu

Fansign Day6 di Jakarta Selama 2 Jam Dipenuhi Ratusan My Day Beruntung

Dihadiri oleh Sungjin, Wonpil, Dowoon, dan Young K, acara fansign Day6 di Jakarta diadakan sehari sebelum Saranghaeyo Indonesia 2024.

Baca Selengkapnya

Film Horor Psikologis Possession: Kerasukan Tayang 8 Mei, Produser Berharap Dapat Jadi Bahan Diskusi

5 jam lalu

Film Horor Psikologis Possession: Kerasukan Tayang 8 Mei, Produser Berharap Dapat Jadi Bahan Diskusi

Possession: Kerasukan memakai atribut horor Indonesia, yaitu pocong yang dipresentasikan bantal-guling lantaran dekat dengan keseharian masyarakat.

Baca Selengkapnya