Dari Anarkisme ke Terorisme

Penulis

Selasa, 19 Januari 2016 01:08 WIB

Seno Gumira Ajidarma, panajournal.com

Teror membuat saya berpikir tentang anarki. Namun, apabila konsepnya diperiksa, anarkisme adalah gerakan politik yang menuntut penghapusan negara, menggantikan semua bentuk otoritas pemerintahan dengan persekutuan bebas, dan kerja sama kelompok maupun pribadi secara sukarela. Tidak cocok dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang memproklamasikan diri sebagai negara. Sedangkan terorisme, yang menggunakan sistem intimidasi koersif, memiliki tujuan politis. Teror membangun dan memanfaatkan ketakutan dengan sasaran yang lebih luas daripada korban kekerasan itu sendiri.

Terorisme bisa digunakan sebagai bagian dari perang non-konvensional yang luas. Ia dapat dipakai oleh kelompok minoritas yang lemah tapi mati-matian, juga oleh negara sebagai alat kebijakan luar negeri dan domestik, maupun oleh para penganjur perang, untuk disandingkan dengan segala jenis dan segenap tahap peperangan.

Orang-orang sipil yang tidak bersalah, kadang orang asing yang tak tahu-menahu perkara politik para teroris itu, sudah biasa menjadi korban, tewas maupun terluka. Metode tipikal terorisme modern adalah penggunaan peledak dan pembakar maupun serangan dengan penembakan, pembunuhan, penyanderaan, penculikan, dan pembajakan. Terorisme juga sangat mungkin menggunakan senjata nuklir, kimia, atau bakteri.

Ada pemilahan mendasar adalah antara teror negara dan teror faksional. Teror negara yang tercatat lebih keras dan lebih sering justru berkontribusi pada kelahiran terorisme faksional itu. Sekali suatu rezim atau faksi memutuskan bahwa tujuan mereka akan menghalalkan cara, atau bahwa cara-cara lawan akan menghalalkan tindakan mereka, dalam suatu retaliasi tak terputuskan dan tak terkendali, maka keduanya akan terkunci dalam lingkaran teror dan kontrateror.

Terorisme internal terbatas di dalam suatu negara atau wilayah tunggal, sedangkan terorisme internasional, dalam manifestasinya yang paling jelas, adalah serangan yang dibawa sampai ke seberang batas-batas internasional, atau menyerang sasaran asing di dalam negeri para teroris itu sendiri. Dalam kenyataannya, sebagian besar terorisme memiliki dimensi internasional, karena kelompok-kelompok teroris mencari bantuan senjata, keuangan, dan tempat berlindung ke luar negeri.

Terorisme bukan falsafah atau gerakan, melainkan metode. Meskipun terorisme dalam beberapa kasus akan dianggap adil oleh kaum liberal, tidak berarti bahwa dalam kasus itu pun terorisme bisa dibenarkan, karena secara definitif mengancam hak-hak mendasar warga sipil tak bersalah. Paradoks yang berlangsung: semakin terorisme modern berkembang pesat, semakin terbukti betapa obyek-obyek strategisnya tidak mencapai hasil.

Dari sejarah, ditariknya pemerintah kolonial Inggris dan Prancis dari Palestina, Siprus, Aden, dan Aljazair tampaknya memberi inspirasi kaum nasionalis dan kaum ekstremis religius maupun ideologis untuk tetap menjadikan terorisme sebagai opsi. Populernya terorisme disebabkan oleh sejumlah faktor: kehendak atas pengungkapan kebencian dan pembalasan secara fisik, taktik terbaik bagi publisitas, pembebasan tawanan, dan bayaran besar bagi sandera. Metode terorisme dianggap relatif murah, organisasinya mudah, dan risikonya minimal ("paling-paling" sejumlah kecil pelaku bom bunuh diri yang mati).

Dalam terorisme negara, rezim totalitarianisme, seperti Naziisme dan Stalinisme secara rutin menggunakan teror massa untuk mengendalikan dan menganiaya penduduk. Bukti-bukti historis secara tragis menunjukkan, betapa mangkus dan sangkil cara ini untuk menekan oposisi maupun perlawanan. Sedangkan ketika negara menggunakan terorisme internasional ke luar batas negaranya, biasanya mereka akan mengingkari tanggung jawab (Wilkinson dalam Bullock & Trombley, 1999: 862-3). Namun, jika ISIS diandaikan sebagai negara sesuai dengan pengakuan hak atas kebenarannya (claim), tentu tidaklah berlangsung pengingkaran yang dimaksud itu.

Peleburan konsep anarkisme dan terorisme modern berlangsung pada 1970-an, ketika kaum ekstrem kiri mempraktekkan kebencian ortodoks terhadap masyarakat kapitalis, dan harapan terhadap pemberontakan menjadikannya anarkis. Bibit-bibit peleburan konsep anarkisme dan konsep terorisme sudah terlacak dalam pemikiran Malatesta, Kropotkin, dan Emma Goldman sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika mereka tergoda oleh gagasan bahwa pembunuhan atas yang kaya dan berkuasa akan mengarah kepada pemberontakan pekerja, sebagai suatu utopia anarkis (Labedz & Ryan, ibid., 30).

Sedangkan terorisme global berdimensi baru, dengan faktor ideologis dari Wahabisme sampai Salafisme, harus dilacak dalam sebuah persilangan dengan terorisme dari akar berbeda, dan momen-momen sosial historis yang lebih kiwari. Betapapun faktor-faktor yang melahirkan ISIS jauh lebih kompleks.

Berita terkait

Tangkap 16 Tersangka Teroris, BNPT Tegaskan NII Masih Eksis

31 Maret 2022

Tangkap 16 Tersangka Teroris, BNPT Tegaskan NII Masih Eksis

BNPT menangkap 16 orang terduga teroris yang disebut berafiliasi dengan NII.

Baca Selengkapnya

Kepala Densus 88: Kami Ingin Perlakukan Pelaku Teroris Sebagai Korban

21 Maret 2022

Kepala Densus 88: Kami Ingin Perlakukan Pelaku Teroris Sebagai Korban

Kepala Densus 88 menyatakan pihaknya menggunakan paradigma baru dengan menempatkan pelaku terorisme sebagai korban.

Baca Selengkapnya

Densus 88: Penangkapan Meningkat, Aksi Terorisme Menurun

21 Maret 2022

Densus 88: Penangkapan Meningkat, Aksi Terorisme Menurun

Densus 88 menyatakan aksi terorisme di Indonesia dalam dua tahun terakhir menurun setelah mereka melakukan penangkapan secara masif.

Baca Selengkapnya

Terduga Teroris Ditangkap di Bogor, Camat: Betul Warga Kami, Penjual Kimia

15 Juni 2021

Terduga Teroris Ditangkap di Bogor, Camat: Betul Warga Kami, Penjual Kimia

Camat Bogor Utara Marse Hendra Saputra membenarkan telah telah terjadi penangkapan terduga teroris di wilayahnya pada Senin, 14 Juni 2021.

Baca Selengkapnya

Napi Terorisme Dikurung di Gunung Sindur, Kemenkumham: Sejak Aksi Teroris Marak

16 April 2021

Napi Terorisme Dikurung di Gunung Sindur, Kemenkumham: Sejak Aksi Teroris Marak

Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Sudjonggo menjelaskan alasan mengapa menempatkan napi terorisme di Lapas Gunung Sindur.

Baca Selengkapnya

Densus 88 Tangkap PNS dan Nelayan Terduga Teroris di Aceh

22 Januari 2021

Densus 88 Tangkap PNS dan Nelayan Terduga Teroris di Aceh

Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap dua orang terduga teroris di Aceh pada 21 Januari 2021. Satu orang merupakan PNS dan lainnya nelayan

Baca Selengkapnya

Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Banten, Kelompok Jamaah Islamiyah

9 November 2020

Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Banten, Kelompok Jamaah Islamiyah

Densus 88 Antiteror Polri menangkap satu terduga teroris bernama Ahmad Zaini alias Ahyar alias Ahyas alias Epson di Banten.

Baca Selengkapnya

Terduga Teroris Ditangkap di Depok, Terkait dengan Bom Medan?

13 November 2019

Terduga Teroris Ditangkap di Depok, Terkait dengan Bom Medan?

Polisi menangkap seorang terduga teroris di Depok, Jawa Barat. Mereka masih mencari tahu hubungannya dengan kasus bom Medan.

Baca Selengkapnya

Malaysia Tahan 11 WNI Tersangka ISIS Rancang Serang Ketua Parpol

26 September 2019

Malaysia Tahan 11 WNI Tersangka ISIS Rancang Serang Ketua Parpol

Pasukan Divisi Anti-teroris Bukit Aman, Malaysia menahan 11 WNI tersangka jaringan kelompok teroris ISIS yang berencana menyerang ketua parpol.

Baca Selengkapnya

Terduga Teroris Bekasi yang Ditangkap Densus 88 Kabur dari Aceh

12 Juni 2019

Terduga Teroris Bekasi yang Ditangkap Densus 88 Kabur dari Aceh

Empat terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi ternyata pelarian dari Aceh pada Desember 2018.

Baca Selengkapnya