Eddi Elison, Pengamat Sepak Bola Nasional
Sehari setelah menerima hasil pengkajian komprehensif yang dilakukan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam kaitan dengan masalah persepakbolaan nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan masalah PSSI akan dibahas dalam pertemuan dengan FIFA. Kiranya Presiden memilih segera mengirim utusan ke Zurich daripada memerintahkan pencabutan sanksi administrasi Menpora terhadap kepengurusan PSSI, berarti masyarakat harus menunggu dulu hasil pertemuan dengan FIFA, yang saat ini dikomandani oleh Gianni Infantino.
"Kami berharap Gianni tidak melakukan hal yang sama dengan pendahulunya," ujar Jokowi. Ucapan Presiden ini mengandung makna khusus, yakni adanya kepercayaan pemerintah akan rencana reformasi FIFA, seperti yang dicanangkan Infantino setelah terpilih sebagai Presiden FIFA dalam Kongres Luar Biasa di Zurich, akhir Februari lalu.
Bisa dimengerti jika Presiden menaruh harapan khusus pada FIFA, mengingat pengalaman pada masa Sepp Blatter berkuasa. Pada era Blatter, surat-surat resmi pemerintah umumnya tidak digubris, bahkan utusan pemerintah ditolak menemui FIFA akibat "permainan" Sekretaris Jenderal PSSI Joko Driyono dengan Sekjen FIFA Jerome Valcke. Valcke telah divonis 12 tahun tidak boleh aktif dalam sepak bola atas kebijakan internal ilegal dengan banyak negara bekembang, termasuk Indonesia.
Jika dirunut ke belakang mengapa Indonesia di-banned FIFA, itu jelas akibat surat PSSI ke FIFA yang isinya melaporkan bahwa pemerintah cq BOPI melakukan intervensi. Padahal BOPI hanya menegakkan hukum negara.
Isi surat PSSI tersebut menakut-nakuti pemerintah, dengan memakai tangan FIFA, agar segera mencabut pembekuan PSSI, seperti yang terjadi saat Djohar Arifin memimpin PSSI. Saat itu, pemerintah SBY memang takut Indonesia kena ban, sehingga Menpora Roy Suryo membikin tim internal khusus untuk mencegah turunnya sanksi FIFA.
Namun, pemerintah Jokowi menolak didikte FIFA, sehingga sejak 30 Mei 2015 Indonesia dibekukan dari kegiatan internasional. Catat: jika tidak ada surat PSSI yang menuduh pemerintah mengintervensi, apakah ada sanksi FIFA? Surat PSSI itu bagaikan senjata makan tuan bagi PSSI sendiri.
Bisa diprediksi bahwa Pak Jokowi berharap FIFA mengkaji ulang keputusan tentang Indonesia terkait dengan surat-surat laporan PSSI, sehingga federasi sepak bola internasional itu dapat menyetujui dilakukannya reformasi total tata kelola PSSI melalui prosedur yang benar, yakni kongres luar biasa (KLB). Namun KLB ini bukan dilaksanakan oleh "PSSI Nyala" untuk menghindari gagalnya upaya mengubah total persepakbolaan nasional.
Soal KLB, diharapkan FIFA mengulang kebijakan pada 2011 dengan membentuk Komite Normalisasi, setelah lebih dulu menetapkan PSSI tidak kredibel dengan sejumlah bukti. Perlu dipertimbangkan pula bahwa sejak Nurdin Halid memimpin PSSI (2003-2011), yang acap terjadi adalah "KLB abal-abal" penuh rekayasa politik. Terakhir, KLB di Hotel Borobudur pada 2013 di era Djohar Arifin lebih berbau politisasi, sehingga terjadi pendepakan terhadap enam anggota Komite Eksekutif hasil KLB Solo 2011, disusul KLB Surabaya 2015 yang terlaksana berkat pola transaksional/ancaman.
Kondisi persepakbolaan nasional saat ini jelas masih mengambang akibat belum dianulirnya sanksi terhadap PSSI dan ban FIFA. Berarti, kegiatan turnamen akan terus dilanjutkan sampai utusan Presiden Jokowi berhasil bertemu dengan pengurus FIFA di Zurich, dan pertemuan itu menghasilkan keputusan yang mengikat.
Utusan FIFA/AFC memang bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada pertengahan Februari lalu dan hasilnya akan membentuk "Tim Kecil". Belum sempat membentuk tim ini, utusan FIFA/AFC langsung mengadakan pertemuan dengan pengurus PSSI dan komponen sepak bola. Tanpa mengacuhkan "kesepakatan Istana", FIFA lalu membentuk Komite Ad Hoc beranggotakan sembilan orang yang dipimpin Agum Gumelar. Namun tujuh anggotanya adalah "orang-orang" PSSI yang bertameng sebagai komponen sepak bola. Jelas nama-nama tersebut kiriman dari PSSI.
Wakil pemerintah yang ditunjuk sebagai salah satu anggota menolak duduk dalam Komite Ad Hoc. Demikian juga wakil dari Asosiasi Pemain Profesional Indonesia. Maklum, FIFA/AFC dapat dianggap telah mendiskreditkan Presiden. Inilah salah satu karya FIFA era Blatter, yang tentunya tidak bisa ditoleransi.
Mudah-mudahan dengan dilakukannya reformasi FIFA oleh Infantino, harapan Presiden Jokowi untuk dapat mereformasi total persepakbolaan nasional segera dapat terwujud agar sepak bola nasional dapat berprestasi di forum internasional.
Berita terkait
FIFA Datangi PSSI Terkait dengan KLB, Ini Hasilnya
12 April 2019
PSSI berkonsultasi dengan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) di Jakarta terkait kongres luar biasa (KLB).
Baca SelengkapnyaKAI Pantau Perjalanan Ratusan Bonek Surabaya-Bandung
6 Januari 2017
Ratusan anggota Bonek hendak menyampaikan aspirasi saat Kongres PSSI dilaksanakan di Bandung, Ahad, 8 Januari 2017.
Baca SelengkapnyaPSSI Bahas Nasib Alfred Riedl di Kongres Tahunan Bulan Depan
28 Desember 2016
Dalam kongres tahunan PSSI, selain dilakukan evaluasi terhadap kinerja Riedl, dibahas nasib tujuh klub, termasuk Persebaya Surabaya.
Baca SelengkapnyaProtes PSSI, Ribuan Bonek Gelar Aksi Parade Bela Persebaya
26 Desember 2016
Andi meminta Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi melihat dan mendengar tuntutan Bonek.
Baca SelengkapnyaKomite Eksekutif PSSI Terpilih, 4 Orang Bukan dari Kubu 85
11 November 2016
Edy berencana mengajak 12 anggota Komite Eksekutif PSSI untuk secepatnya bekerja.
Kecewa Kongres PSSI, Ribuan Bonek Tutup Jalan di Surabaya
10 November 2016
Bonek juga menyalakan flare sambil menutup jalan dan membakar tempat sampah dari karet.
Baca SelengkapnyaEdy Rahmayadi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI, Ini Pesan Kemenpora
10 November 2016
Edy Rahmayadi harus segera melakukan konsolidasi internal segera seusai Kongres PSSI.
Baca SelengkapnyaSave Our Soccer: Negara Gagal Mereformasi PSSI
10 November 2016
Menurut Akmal Marhali masih ada upaya-upaya kelompok tertentu untuk membuat kongres PSSI hanya milik kelompok tertentu.
Edy Rahmayadi Resmi Terpilih Jadi Ketua Umum PSSI 2016-2020
10 November 2016
Edy Rahmayadi mendapatkan 76 suara, mengalahkan Moeldoko yang memperoleh 23 suara.
Baca SelengkapnyaPendukung Edy Rahmayadi Masih Solid
9 November 2016
Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta Gusti Randa menepis adanya rumor bahwa dukungan dari anggota kelompok 85 sudah tak solid lagi.
Baca Selengkapnya