Maaf

Penulis

Minggu, 30 Juni 2013 00:00 WIB

Nasionalisme bisa melampaui dirinya sendiri. Memang tak selalu. Tapi Nelson Mandela telah menunjukkannya. Bila ia terasa tulus dan menggetarkan, itu karena suaranya datang dari kancah orang-orang yang menanggungkan aniaya yang begitu jahanam hingga terasa tak pantas terjadi pada siapa saja, Afrika atau bukan Afrika.

Ia menulis dalam otobiografinya yang memukau, Long Walk to Freedom: "Menjadi merdeka bukanlah semata-mata melempar jauh-jauh rantai yang membelenggu diri sendiri." Menjadi merdeka berarti "hidup dengan menghormati dan meneguhkan kemerdekaan orang lain".

Kalimat itu, tercantum di bagian akhir buku itu, punya riwayat yang berliku, terpatah-patah, tapi senantiasa teguh.

Ceritanya dimulai dari akhir sebuah ritus, ketika ia masih dipanggil dengan nama kecilnya, Rolihlahla. Pada umur 16 tahun, bocah suku Xhosa itu baru selesai menjalani upacara disunat. Bersama anak-anak lain di desanya, ia harus meninggalkan tahap remajanya, menjadi abakhwetha, yang siap dipotong kulit kulupnya. Setelah itu segala lambang dari masa lalu hidupnya dibakar.

Rolihlahla merasa bangga telah melalui ritus itu, apalagi ia diberi hadiah seekor lembu muda dan empat ekor domba. Tapi sesuatu tiba-tiba mengganggu kegembiraannya. Seorang orang tua, Meligqili, ketua suku, berpidato. Di tengah sambutannya ia memandang ke arah para pemuda yang baru disunat.

Advertising
Advertising

"Di sana duduk putra-putra kita, muda, sehat, dan tampan, kembang suku Xhosa, kebanggaan bangsa kita. Kita baru menyunat mereka dalam satu upacara yang menjanjikan kehidupan lelaki. Tapi janji itu kosong dan memperdaya. Karena kita, orang-orang Xhosa, dan semua orang hitam di Afrika Selatan, adalah kaum yang ditaklukkan. Kita budak di negeri kita sendiri. Kita penyewa tanah kita sendiri. Kita tak punya kekuatan, kekuasaan, kendali atas nasib kita sendiri di tanah kelahiran kita. Anak-anak muda itu akan pergi ke kota-kota besar, tempat mereka akan hidup dalam gubuk dan menenggak alkohol murah karena kita tak punya tanah yang bisa diberikan kepada mereka tempat mereka bisa makmur dan beranak-pinak. Mereka akan batuk memuntahkan isi paru-paru mereka ke dalam tambang-tambang orang kulit putih hingga orang putih dapat hidup sejahtera tiada tara."

Kata-kata dari kemarahan di lubuk hati itu memperkenalkan Rolihlahla dengan penindasanmeskipun malam itu ia anggap Pak Ketua Suku bodoh karena menampik kehadiran orang kulit putih yang telah membawa dunia modern ke Afrika Selatan. Mandela jengkeltapi sebenarnya apa yang dikatakan Meligqili masuk ke hatinya. Pak tua itu "telah menanamkan sebutir benih" yang kelak tumbuh.

Kelakketika ia sadar bahwa yang bodoh hari itu bukanlah Meligqili, melainkan dirinya.

Kemudian datang seorang penyair.

Krune Mqhayi adalah imbongi yang menyanyikan lagu-lagu pujian untuk kejadian penting dalam sejarah suku. Tapi ia juga novelis bahasa Xhosa yang berpengaruh. Ketika ia datang ke sekolah menengah tempat Mandela belajar, panggung pun disiapkan dan semua guru serta petugas administrasi sekolah hadir. Mandela berdebar-debar menunggu tokoh ini muncul.

Tapi pada pandangan pertama, Mqhayi mengecewakannya. Penyair ini menarik perhatian karena ia mengenakan kaross kulit macan tutul beserta topinya dan membawa sebatang tombak assegai. Tapi sosoknya tak menonjol, bicaranya tak lancar, juga gerak tubuhnya. Satu saat, ujung tombaknya membentur kawat logam pada tirai. Bunyinya keras dan tirainya goyang.

Tapi kemudian, justru benturan tombak dengan kawat logam itu bukan sia-sia: Mqhayi membuatnya jadi sebuah amsal. Suaranya mengeras ketika ia memaparkan bahwa tombak itu, yang diraut dari tulang hewan, melambangkan keagungan Afrika, "Afrika sebagai pahlawan perang dan Afrika sebagai seniman." Sedangkan si kawat logam hasil pabrik orang Barat "terampil tapi dingin, pintar tapi tak berjiwa". Maka benturan tadi sesungguhnya sebuah kiasan tentang "bentrokan yang sengit antara yang pribumi, yang baik, dan yang asing, yang buruk".

Yang "pribumi", bagi Mqhayi, adalah Xhosabukan Afrika Hitam seluruhnya. Sang penyair mempersembahkan Bintang Pagi kepada "Bumi Xhosa", "bangsa yang bangga dan perkasa". Ia mengatakannya sambil merunduk, berlutut.

Syahdan, yang hadir, terutama Mandela, bertepuk tangan gemuruh. "Aku bangga benar-benar, bukan sebagai seorang Afrika, tapi sebagai seorang Xhosa," tulisnya. Ia, yang pada umur 16 tahun disadarkan akan adanya penindasan orang kulit putih terhadap "semua orang hitam di Afrika", hari itu justru terbawa ke dalam nasionalisme yang "parokhial".

Kita tahu kemudian Mandela berubah. Ia kembali ke nasionalisme yang merangkul semua: Xhosa dan bukan Xhosa, kulit hitam atau bukan. Ia, yang pernah dipenjara total selama 27 tahun, telah menanggungkan sebuah rezim yang dengan brutal mengukuhkan supremasi orang kulit putih. Ia bagian dari Afrika yang diperlakukan sebagai makhluk yang tak pantas dianggap setara. Tapi di akhir hukuman penjaranya kata-katanya seperti suara pemberian maaf yang mustahil: "Berjalan menuju gerbang yang mengantarku ke kebebasan, aku tahu, jika tak kutinggalkan kepahitan dan kebencianku, aku akan tetap seorang yang terpenjara."

Kalimat itu pasti bukan untuk dunia yang hanya mau memaafkan bila si jahat bertobat. Maaf Mandela tak menuntut itu, juga tak meletakkan diri lebih luhur. Derrida, yang mendambakan "permaafan yang murni", akan menyebut sikap Mandela, yang dikaguminya, sebagai "kegilaan" meloncat ke dalam la nuit de l'inintelligiblemalam yang menyimpan hal-hal yang tak perlu dimengerti. Tapi maaf yang sulit dimengerti itu menyelamatkan kita dari kebencian baru.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Makanan Bergizi

18 detik lalu

Makanan Bergizi

Makanan yang bisa bikin Anda bergidik seperti serangga justru diklaim sehat dan bergizi tinggi. Berikut makanan bergizi yang disarankan ahli diet.

Baca Selengkapnya

Lagi, Warga Israel Unjuk Rasa Menuntut Sandera yang Ditahan Hamas Dibebaskan

11 menit lalu

Lagi, Warga Israel Unjuk Rasa Menuntut Sandera yang Ditahan Hamas Dibebaskan

Ribuan warga Israel berunjuk rasa di Tel Aviv menuntut Benjamin Netanyahu menerima proposal gencatan senjata Hamas demi dibebaskannya sandera

Baca Selengkapnya

Deretan 5 Fakta Mengenai Banjir di Sulawesi Selatan

12 menit lalu

Deretan 5 Fakta Mengenai Banjir di Sulawesi Selatan

Kepala Pusat Data, Informasi BNPB, Abdul Muhari mengatakan 14 warga yang meninggal dunia akibat banjir dan longsor di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan

Baca Selengkapnya

Alasan UPI Bandung Tidak Menaikkan UKT Mahasiswa Baru

13 menit lalu

Alasan UPI Bandung Tidak Menaikkan UKT Mahasiswa Baru

Ketetapan tarif UKT yang sama baru berlaku untuk mahasiswa yang lolos Seleksi Nasional Berbasis Prestasi dan Tes atau SNBP dan SNBT 2024.

Baca Selengkapnya

Mahalini Jalani Upacara Mepamit, Didampingi Rizky Febian dan Keluarga di Bali

15 menit lalu

Mahalini Jalani Upacara Mepamit, Didampingi Rizky Febian dan Keluarga di Bali

Mahalini dan Rizky Febian mulai melangsungkan rangkaian pernikahan adat Hindu di Bali, menjelang pernikahan mereka.

Baca Selengkapnya

Pengunjung Selalu Padat, Lukisan Mona Lisa di Museum Louvre Paris akan Dipindahkan

21 menit lalu

Pengunjung Selalu Padat, Lukisan Mona Lisa di Museum Louvre Paris akan Dipindahkan

Mona Lisa karya seni yang paling banyak dikunjungi di dunia, 10 juta orang datang ke Museum Louvre untuk melihat lukisan itu setiap tahunnya.

Baca Selengkapnya

Bidan Diduga Malpraktik Viral di Medsos, Polres Prabumulih Lakukan Penyelidikan

25 menit lalu

Bidan Diduga Malpraktik Viral di Medsos, Polres Prabumulih Lakukan Penyelidikan

Polres Prabumulih sudah melakukan penyelidikan soal dugaan malpraktik seorang bidan yang viral di media sosial.

Baca Selengkapnya

Hari Ini di 2025 Adalah Hari Akar Kuadrat, Salah Satu Hari Unik yang Terjadi dalam Kalender 100 Tahun

29 menit lalu

Hari Ini di 2025 Adalah Hari Akar Kuadrat, Salah Satu Hari Unik yang Terjadi dalam Kalender 100 Tahun

Keunikan Hari Akar Kuadrat, momen langka yang hanya terjadi 9 kali dalam satu abad kalender.

Baca Selengkapnya

9.997 Peserta Ikuti UTBK SNBT 2024 di Unand

29 menit lalu

9.997 Peserta Ikuti UTBK SNBT 2024 di Unand

Universitas Andalas atau Unand hanya melaksanakan UTBK dalam satu gelombang, yakni pada 30 April dan 2 sampai 5 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Resmi Tutup, Apa Sebabnya?

30 menit lalu

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Resmi Tutup, Apa Sebabnya?

PT Sepatu Bata resmi menutup pabriknya di Purwakarta yang telah dibangun sejak 1994. Pabrik ditutup imbas kerugian dan tantangan industri.

Baca Selengkapnya