Titah

Penulis

Senin, 18 November 2013 00:00 WIB

Kadang-kadang orang merasa perlu untuk lepas dari sejarah, telanjang kembali di pulau imajiner yang tak bercacat, karena peradaban bisa menakutkan.

Mungkin benar Freud pernah mengatakan manusia pertama yang memulai peradaban adalah ia yang melontarkan kata penghinaan, bukan melontarkan batu. Barangkali ia hendak menunjukkan, ada agresi yang disembunyikan dengan bahasa dan dalam bahasa ketika manusia menjadi "beradab." Tapi yang tak ditegaskannya: agresi yang berubah jadi bahasa itu bukanlah untuk melukai. Bahasa "hanya" menjerat dan menaklukkan. Tanda awal peradaban adalah Titah.

Salah satu titah paling purba meninggalkan jejak yang panjang. Kurang-lebih 2600 tahun sebelum tarikh sekarang, ratusan ribu budak Mesir dikerahkan untuk mengangkut 800 juta bungkah batu melalui perjalanan 15000 kilometer. Beban itu, jarak itu, harus ditanggungkan untuk membangun piramida besar dan kecil di sekitar Kairo, tempat mummi para Firaun diawetkan. Tak jauh dari sana, tampak potongan batu yang seperti ditaruh tanpa niat: tanda kubur lain. Di sanalah liang bagi para budak. Sekian ribu tahun yang lalu itu, tiap hari ratusan mereka, yang bekerja, tewas di kaki konstruksi yang mereka tegakkan.

Di gurun pasir Mesir itu, kekuasaan tampaknya hendak menaklukkan waktu. Di dalam dan di luar piramida seakan-akan tak ada jam yang bergerak. Titah itu abadi.

Tapi Pablo Neruda, sang penyair, menyadari bahwa tak ada Titah yang abadi. Pada 1943 ia pulang dari hidupnya di luar negeri, kembali ke Chile, mampir di Peru dan mengunjungi Maccu Piccu, bangunan megah bangsa Inca dari abad ke-15 yang terletak di ketinggian 2400 meter dari permukaan laut.Di sana ia sadar, ketika waktu ditaklukkan dan membeku di antara batu-batu, ada yang harus menanggungkannya: para budak, tentu saja. Di puncak itu, seperti kita baca dalam sajaknya Alturas de Maccu Piccu, satu bagian dari Canto General, Neruda terpesona, tapi ia juga bertanya:

Macchu Picchu, kau pasangkah batu berlapis batu
di hamparan kain kumuh,
Arang di atas arang
di atas dasar airmata?
Api pada emas, cercah darah
yang gemetar di dalamnya?

Kembalikan padaku budak
yang kau kuburkan,
Sentakkan dari bumi roti keras
mereka yang miskin. Tunjukkan baju
sang pelayan dan di mana pula tingkapnya

Advertising
Advertising

Jika waktu membeku, mereka yang miskin dan terkubur tak mungkin terungkap, dan tak akan mungkin jadi bebas. Persoalannya -- dan ini penting dalam pandangan tentang sejarah -- benarkah pembebasan mustahil.

Neruda, seorang Marxis, tentu tak memustahilkan itu. Tapi dengan pandangan yang gelap dan curiga kepada sifat manusia, Freud tak percaya. Sebagaimana peradaban melupakan mayat para budak, peradaban juga, bagi Freud, tak pernah mengandung janji kemerdekaan ataupun kebahagiaan. "Manusia beradab telah menukarkan sebagian kesempatannya untuk berbahagia dengan keamanan," ia berkata.

Baginya peradaban adalah pengekangan atas dorongan naluri seksual dan agresif. Peradaban, jika kia ikuti Freud, adalah proses manusia memilih kendali, sejalan dengan ia memilih keindahan, kesehatan, dan ketertiban.

Dengan kata lain, peradaban adalah sebuah paradoks: manusia menciptakannya untuk melindungi diri dari ketidak-bahagiaan, tapi dalam proses itu kebahagiaan justru harus digadaikan. Ketika ia ingin aman dari benturan naluri yang agresif di masyarakat, manusia membiarkan kemerdekaannya direduksi. Di sana Titah berdiri.

Tapi bagaimana pengekangan itu bisa terjadi, itu yang hanya sedikit saja disinggung Freud. Dalam peradaban, seperti telah disebut di atas, ada Titah. Artinya ada yang memperoleh posisi menitahkan, ada yang tidak. Tatanan kekuasaan itu tak datang dari langit, tapi bagaimana gerangan asal-usulnya, Freud tak menelaahya. Ia tak tertarik kepada politik. Ia juga tak melihat sejarah sebagai narasi dalam waktu yang berubah. Dalam pandangannya, si budak tak mungkin merdeka benar-benar.

Orang akan menilai, pandangan Freud tentang peradaban a-historis. Meskipun demikian, ia berjasa dalam mengguncang pandangan yang bertahun-tahun melekat. Ia tunjukkan peradaban tak selalu berkaitan dengan kesopanan, kehalusan, kepantasan. Seperti yang terucap dalam sajak Neruda, di bawah kemegahan produk sebuah peradaban, di lapis terdalam Maccu Piccu, ada hamparan kain kumuh, bekas airmata, cercah darah yang gemetar. Di sebelah piramida Djoser di utara Memphis ada kubur ribuan budak yang tak dikenal. Kata-kata Walter Benjamin yang termashur menegaskan diri dari Memphis sampai dengan Maccu Piccu: tiap dokumen peradaban adalah sekaligus dokumen barbarisme.

Mungkin itu sebabnya tak jarang orang merasa perlu untuk lepas dari sejarah. Bukan untuk mandeg, melainkan untuk melepaskan diri dari ilusi umum tentang peradaban.

Ada nostalgia kepada alam, menjadi alam -- nostalgia yang seakan-akan ingin kembali ke sebuah masa pra-perubahan.

Tapi agaknya yang ingin dikembalikan hanyalah sebuah keadaan tanpa Titah, ketika bahasa dan kuasa tak menjerat dan menaklukkan. Telanjang di pulau imajiner yang tak bercacat adalah imaginasi tentang keadaan itu -- yang mustahil, tentu saja, tapi kini jadi utopia, (artinya: imajinasi yang mengimbau untuk bertindak), yang mendesak.

Kini Titah lama digantikan Titah baru. Tak ada lagi budak yang harus mengangkut 800 juta bungkah batu dari Aswan, tapi ada inkarnasi dari dorongan kekuasaan itu. Dulu ia bernama hasrat untuk hidup kekal, kini ia bernama keserakahan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Berikut Lokasi Pelaksanaan UTBK SNBT 2024 di UNJ

26 detik lalu

Berikut Lokasi Pelaksanaan UTBK SNBT 2024 di UNJ

Pelaksanaan UTBK SNBT 2024 di UNJ dilaksanakan di sejumlah titik.

Baca Selengkapnya

15 Makanan Penghilang Mual untuk Ibu Hamil yang Wajib Dicoba

8 menit lalu

15 Makanan Penghilang Mual untuk Ibu Hamil yang Wajib Dicoba

Saat hamil muda, Anda sebaiknya mengonsumsi makanan penghilang mual untuk ibu hamil. Baiknya konsumsi makanan sehat dan bergizi.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Terbang ke Doha, Pengusaha Patungan Beri Bonus Rp23 M untuk Timnas U-23

9 menit lalu

Erick Thohir Terbang ke Doha, Pengusaha Patungan Beri Bonus Rp23 M untuk Timnas U-23

Sejumlah pengusaha, yang diinisiasi oleh Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT), mengumpulkan dana Rp23 milar untuk Timnas U-23.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sarankan PKS Tak Gabung ke Kubu Prabowo

12 menit lalu

Pengamat Sarankan PKS Tak Gabung ke Kubu Prabowo

Pengamat sarankan PKS tidak bergabung dengan pemerintahan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Mengapa Menggunakan Parfum saat Berkeringat Tidak Disarankan?

20 menit lalu

Mengapa Menggunakan Parfum saat Berkeringat Tidak Disarankan?

Meskipun terlihat sepele, penggunaan parfum saat tubuh sedang berkeringat bisa menyebabkan aroma yang tak sedap.

Baca Selengkapnya

Data Terbaru Gempa Garut, Belum Ada Laporan Korban Jiwa

20 menit lalu

Data Terbaru Gempa Garut, Belum Ada Laporan Korban Jiwa

BNPB terus melakukan pemutakhiran data tiga hari setelah gempa Garut yang terjadi pada Sabtu, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Ini 8 Lokasi Nobar Gratis Piala Asia U-23 di Jakarta Nanti Malam

20 menit lalu

Ini 8 Lokasi Nobar Gratis Piala Asia U-23 di Jakarta Nanti Malam

Berikut delapan lokasi nobar gratis pertandingan semifinal Indonesia vs Uzbekistan, Piala Asia U-23 di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

21 menit lalu

Mengenal Fungsi Oposisi dalam Negara Demokrasi

Isu tentang partai yang akan menjadi oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran kian memanas. Kenali fungsi dan peran oposisi.

Baca Selengkapnya

Badak Jawa Semakin Terancam Punah, Terbaru Kematian 6 Badak Bercula Satu di Ujung Kulon

23 menit lalu

Badak Jawa Semakin Terancam Punah, Terbaru Kematian 6 Badak Bercula Satu di Ujung Kulon

Sebanyak enam badak Jawa atau badak bercula satu mati ditangan pemburu liar di Ujung Kulon. Berikut profil dan konservasi badak Jawa.

Baca Selengkapnya

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

24 menit lalu

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini. Berikut sederet faktanya.

Baca Selengkapnya