THE LAST STATION
Sutradara : Michael HoffmanSkenario : Michael Hoffman, Berdasarkan novel biopic karya Jay Parini
Pemain : Hellen Mirren, Christopher Plummer, James MacAcoy, Paul Giamatti
Pada 1910, ketika Leo Tolstoy sudah mencapai 82 tahun, dia adalah seorang sastrawan dunia yang kharismatik. Di dalam tubuhnya yang ringkih dan bicaranya yang terbata, kata-kata Tolstoy hampir dianggap sebagai cahaya, sebagai inspirasi, bahkan sebagai nyawa dari gerakan Tolstoyan yang anggotanya mematuhi segala katanya dengan takzim dan patuh (melebihi sang sastrawan sendiri). Filsafat Tolstoy yang dianut oleh para pengikutnya adalah : pasifisme, vegetarian, egaliter, spiritualisme dan kehidupan selibat.
Film ini dibuka dengan kisah seorang eseis dan penulis berbakat Valentin Bulgakov (James MacAvoy) yang diangkat menjadi asisten pribadi Leo Tolstoy. Adapun Vladimir Chertkov (Paul Giamatti) adalah pimpinan gerakan Toltoyan mempunyai agenda tersendiri. “Tolong catat tingkah laku Sofya, isteri Tolstoy. Dia perempuan yang berbahaya,” kata Chertkov mengisi udara penuh racun.
Problem dalam film ini hanya satu. Chertkov, atas nama perjuangan dan gerakan, memaksa Tolstoy untuk mewarisi semua royalti karyanya dipersembahkan pada rakyat Rusia. Itu artinya, Sofya dan 13 anaknya tak akan mendapatkan apa-apa. Sang isteri, yang 48 tahun mendampingi Tolstoy, sekaligus membantu berdiskusi pembuatan novel War and Peace dan Anna
Karenina tentu saja menentang usul itu.
Helen Mirren sebagai Sofya, isteri yang setia, penuh cinta sekaligus emosional dan temperamental itu tampil enerjetik dan meledak. Chrstipher Plummer tampil sebagai Leo Tolstoy yang tua renta dan tampak mencoba berpegang teguh pada filsafatnya, meski sesekali dia sendiri menertawakan kewajiban selibat yang rasanya tak mungkin dipatuhi.
Seluruh kisah dituturkan melalu pandangan Valentin, sang asisten, eseis dan pengagum Tolstoy yang mencoba menjadi penengah suami isteri yang meledak-ledak tetapi sesungguhnya saling mencintai itu. James MacAvoy, seperti biasa, berhasil mengangkat karakter lelaki muda yang peka. Film ini memang cenderung memperlihatkan sosok Tolstoy dari sisi yang positif, seorang sastrawan yang bijak yang dikelilingi wartawan dan intelektual dan oengikutnya, sementara sang isteri nampak sebagai perempuan posesif yang histeris. Akhir film ini tentu saja tragis, karena sang isteri sulit untuk bertemu dengan suaminya yang sudah sakit-sakitan. Upayanya selalu dihalangi oleh Chertkov yang khawatir sang isteri akan mengacaukan rencana pergerakan mereka.
Sebagai sebuah perkenalan pada ujung hidup Tolstoy, film ini bisa menjadi referensi awal, dengan harapan setelah menyaksikan film ini, mereka akan membaca buku-buku Tolstoy yang sudah menjadi karya klasik dunia.
Leila S.Chudori