Kesungguhan Memimpin Perubahan

Penulis

Rabu, 26 Oktober 2016 01:09 WIB

Jilal Mardhani
Pengamat Manajemen

Seruan Presiden Joko Widodo untuk menyapu bersih segala bentuk pungutan liar (pungli) di jajaran birokrasi pemerintah harus disambut baik. Imbauan yang disampaikannya setelah operasi tangkap tangan oleh aparat Kepolisian RI di lingkungan Departemen Perhubungan pada 11 Oktober 2016 itu terkait dengan proses perizinan angkutan laut.

Pungli sudah berlangsung sejak Indonesia merdeka. Bahkan, pada masa Presiden Soeharto, dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Tertib untuk menertibkan pungli. Seluruh pemimpin lembaga pemerintah diminta meningkatkan pengawasan dan penertiban dalam institusi mereka serta mengambil tindakan administratif dan hukum bagi mereka yang melanggar.

Reformasi 1998, yang mengakhiri era kekuasaan Orde Baru, juga berlatar belakang memerangi dan menghapus praktek korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) yang marak. Bahkan niat ini disertai langkah konstitusional yang melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan tujuan agar pemberantasan lebih cepat dilakukan. Ketika itu, memang ada keraguan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang ada. Tapi mengapa hingga kini praktek lancung itu masih berlangsung di mana-mana?

John P. Kotter, profesor emeritus bidang kepemimpinan di Harvard Business School, rajin mencermati penyebab kegagalan dalam berbagai perubahan yang dilakoni bermacam organisasi global saat mengantisipasi ancaman persaingan dan peluang masa depan (John P. Kotter, Accelarate: Building Strategic Agility for a Faster-Moving Forward, Harvard Business Review Press, 2014). Meski bukan satu-satunya aspek, kesadaran dan kesungguhan terhadap pentingnya perubahan yang dicita-citakan (sense of urgency) merupakan hal utama dan terpenting.

Meninggalkan budaya pungli dan KKN di kalangan birokrasi kita bukanlah hal yang mudah. Meski KPK berulang kali menyajikan tontonan yang mengejutkan dan mempermalukan agar muncul efek jera, kenyataannya tetap saja berkebalikan. Pungli dan KKN masih berlangsung. Kita harus akui, sejak Orde Baru hingga kini, maksud meninggalkan perilaku dan kebiasaan buruk itu belum pernah tercapai.

Semestinya, proses transformasi perubahan dari keadaan sebelumnya ke arah yang dicita-citakan dikelola secara berkesinambungan. Langkah demi langkah perlu dirumuskan. Masing-masing disertai dengan "ongkos” dan capaian yang terukur. Syarat kesuksesan upaya perubahan sesungguhnya telah diraih Jokowi-JK melalui putra-putri terbaik pilihan yang ada di sekelilingnya hari ini.

Sebagai bagian dari lingkaran terdekat, tentu mereka berikhtiar tulus. Tapi hal itu tak akan cukup jika tidak disertai dengan kepiawaian menghadirkan kesadaran dan kesungguhan sikap pada seluruh jajaran organisasinya. Mereka pun harus mampu membangun koalisi demi koalisi yang terus berkembang pada lingkungan masing-masing. Mereka harus mempertajam visi sambil tanpa henti mengkomunikasikan strategi terbaik dan terpilih yang akan ditempuh.

Mereka perlu merencanakan capaian jangka pendek yang harus diraih dan mengkonsolidasikan setiap kemajuan dan capaian sambil mencanangkan perubahan-perubahan berikutnya sehingga melembagakan berbagai pendekatan dan tata laksana baru yang sesuai dengan cita-cita. Memimpin perubahan (leading change) untuk mentransformasikan hal lama kepada yang baru dan ideal merupakan hal penting. Tanpa hal itu, niscaya semua hanya menjadi mimpi.

Sesungguhnya banyak hal naif yang tidak sesuai lagi dengan perubahan yang kita harapkan. Ketentuan yang menyangkut kepegawaian atau aparatur sipil negara merupakan salah satunya. Undang-undang dan peraturan yang tersedia bukan hanya tak mampu digunakan untuk menuntut kinerja yang sesuai dengan paramater saat ini, tapi juga cenderung melindungi mereka meski tak mumpuni. Di sisi lain, pintu untuk melibatkan putra-putri terbaik yang mampu dan ingin berkarya juga tertutup.

Jika tempat bagi mereka yang lebih cakap, profesional, dan piawai pada jajaran pemimpin institusi dan lembaga pemerintahan telah lama terbuka untuk sosok-sosok yang tidak pernah berkarier di korps pegawai negeri, mengapa wacana yang sama tidak diwujudkan pada tingkat dan lapisan yang lain? Kita tentu memahami bahwa peluang dan keterbukaan posisi puncak institusi ataupun lembaga pemerintah bagi sosok-sosok non-birokrat itu salah satunya untuk memudahkan kerja Presiden mengembangkan kebijakan dan menjalankan programnya.

Tapi bukankah hal itu tidak diperlukan jika keberadaan kalangan birokrat karier telah "diatur” sekaligus "dilindungi” oleh undang-undang, dan berbagai peraturan itu mampu memenuhi kualifikasinya? Perubahan memang selalu disertai dengan tuntutan dan keikhlasan untuk mengubah, bahkan mengganti, hal-hal yang sebelumnya dipandang baku. Apalagi jika hal tersebut menjadi kendala utama yang menghambat keberlangsungan proses transformasi.

Di sisi lain, tanpa kesediaan mengubahnya, bisa jadi segala sesuatunya menjadi sia-sia dan hanya mengembalikan kita kepada keadaan semula yang sesungguhnya ingin ditinggalkan: status quo.

Berita terkait

Viral Video Polisi Diduga Melakukan Pungli di Gerbang Tol, Polda Metro: Sabar Ya

22 Juli 2022

Viral Video Polisi Diduga Melakukan Pungli di Gerbang Tol, Polda Metro: Sabar Ya

Polda Metro Jaya menyelidiki viral video dugaan aksi pungutan liar atau pungli yang dilakukan oleh sejumlah oknum polisi terhadap para sopir truk.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Imbau Tak Ada Pungli di Objek Wisata Kabupaten Kediri

18 Juni 2021

Mas Dhito Imbau Tak Ada Pungli di Objek Wisata Kabupaten Kediri

Untuk pengelolaan wisata, Pemkab Kediri sudah menggunakan sistem Transaksi Non Tunai (TNT). Sistem berbasis elektronik ini meminimalisir praktik pungutan liar.

Baca Selengkapnya

Hendi Sidak Kantor Kelurahan, Kembalikan Uang Pungli

26 April 2021

Hendi Sidak Kantor Kelurahan, Kembalikan Uang Pungli

Melalui sistem #LaporHendi, Walikota Semarang Hendrar Prihadi mendapat laporan adanya pungli Rp 300 ribu oleh oknum pegawai Kelurahan Muktiharjo Kidul.

Baca Selengkapnya

Pungli di Terminal Baranangsiang, BPTJ: Masalah Sosial Sejak Dulu

29 Desember 2019

Pungli di Terminal Baranangsiang, BPTJ: Masalah Sosial Sejak Dulu

"BPTJ tidak mungkin menyelesaikan sendiri," kata Kepala Humas BPTJ Budi Rahardjo soal dugaan pungutan liar di Terminal Baranangsiang.

Baca Selengkapnya

Pungli Merajalela di Tanjung Priok, Begini Langkah Bea Cukai

18 Desember 2019

Pungli Merajalela di Tanjung Priok, Begini Langkah Bea Cukai

Praktik pungli berupa pemberian uang rokok saat proses penanganan kontainer diduga masih eksis di Pelabuhan Tanjung Priok.

Baca Selengkapnya

Pungli Masih Marak di Tanjung Priok, Ini Langkah Kemenhub

16 Desember 2019

Pungli Masih Marak di Tanjung Priok, Ini Langkah Kemenhub

Praktik pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta ternyata masih marak.

Baca Selengkapnya

Penyelundup Narkoba Dorfin Felix Ceritakan Biaya Hidup di Rutan

14 Agustus 2019

Penyelundup Narkoba Dorfin Felix Ceritakan Biaya Hidup di Rutan

Dorfin mengaku kerap memberikan uang kepada petugas jaga dengan nominal Rp100 ribu-Rp200 ribu.

Baca Selengkapnya

Pidato Visi Indonesia, Jokowi Ancam Copot Pejabat Pelaku Pungli

14 Juli 2019

Pidato Visi Indonesia, Jokowi Ancam Copot Pejabat Pelaku Pungli

Jokowi mengancam bakal mencopot pejabat yang terlibat pungli. Terlebih jika menyangkut perizinan sehingga bisa menghambat investasi yang masuk.

Baca Selengkapnya

Penjelasan BPN soal Pungutan Uang Lelah Sertifikat Tanah

7 Februari 2019

Penjelasan BPN soal Pungutan Uang Lelah Sertifikat Tanah

Seorang warga di Grogol Utara, Jakarta Selatan mengaku dipungut uang Rp 3 juta yang disebut sebagai uang lelah untuk memperoleh sertifikat tanah.

Baca Selengkapnya

Pejabat Daerah Serukan Stop Pungli Pendaftaran CPNS 2018

28 September 2018

Pejabat Daerah Serukan Stop Pungli Pendaftaran CPNS 2018

Bupati Jember, Jawa Timur, Faida, menegaskan bahwa tidak ada titipan ataupun pungutan yang harus dibayar dalam pendaftaran CPNS 2018.

Baca Selengkapnya