Melankolia

Penulis

Senin, 3 Maret 2014 00:00 WIB

Sejarah Indonesia (dan agaknya bukan hanya sejarah Indonesia) bermula dari euforia dan berlanjut dengan melankolia. Revolusi 1945 dimulai dengan proklamasi yang yakin meskipun di tengah ketidakjelasan apa yang harus dilakukan. Tapi pada akhir 1950-an, euforianya hilang di jalan. Maka di tahun 1958 Bung Karno membuat manifesto yang menyatakan "menemukan kembali Revolusi"meskipun ternyata "revolusi", ketika ia ditemukan lagi, tak mungkin sama dengan yang dahulu. Demikian juga Reformasi 1998: perubahan ini dengan mengesankan memulihkan demokrasi yang sesat di jalan selama 40 tahun, tapi hampir dua dasawarsa semenjak itu, orang berkeluh-kesah lagi.

Barangkali euforia mendorong kita untuk lupa bahwa ada yang statis dalam yang bergerak majusatu hal yang tampaknya tak mudah diatasi, dan yang bukan cuma dalam sejarah Indonesia. Gunter Grass pernah menulis tentang "kemandekan dalam kemajuan" yang dimuat dalam Aus dem Tagebuch einer Schnecke (saya baca versi Inggrisnya, From the Diary of a Snail)dan ia menggunakan siput sebagai kiasan. Baginya, schnecke, siput, adalah jalan yang pelan, yang membosankan (kecuali bagi si siput sendiri), tapi bagaimanapun itulah langkah-langkah perubahan.

Di akhir 1960-an itu, sekitar sepuluh tahun sebelum ia mendapatkan Hadiah Nobel untuk Kesusastraan, Grass aktif berkampanye untuk Partai Sosial Demokrat. Dan orang tahu apa yang ditawarkan sebuah partai dengan agenda sosial-demokrasi: hasrat untuk perubahan besar, dari rasa keadilan yang dilukai, tapi semua harus terjadi tanpa revolusi. Biar lambat, asal tak segera tamat. Biar siput, asal berlanjut.

Dengan itu Grass membedakan diri dari kalangan radikal sayap kiri yang mendesakkan transformasi sosial dari akar-akarnya. Ia tak ingin terjebak dalam gambaran masa depan yang demikian sempurna sehingga harus dicapai dengan mengorbankan apa punsebab itu sebuah agenda yang umumnya berakhir dengan kekecewaan.

"Hanya mereka yang tahu dan menghargai kemandekan dalam kemajuan," tulisnya, "yang pernah sekali atau lebih dari sekali menyerah, yang pernah duduk di atas cangkang siput dan mengalami sisi gelap utopia, hanya mereka itu yang dapat menilai kemajuan."

Advertising
Advertising

Seorang sosialis yang ingin perubahan tapi sekaligus juga seorang demokrat yang tak hendak jadi diktator perubahan adalah seorang yang telah menyaksikan hubungan antara utopia dan melankolia.

Grass berbicara tentang melankolia ketika ia, semasa kampanye di awal 1970-an itu, diminta berceramah di Nrnberg untuk memperingati Albrecht Drer.

Ia mengambil sebuah kartu pos berisi reproduksi dari litograf karya perupa abad ke-16 itu, Melencolia I. Drer melukisnya 500 tahun yang lalu: sosok perempuan bersayap yang duduk merenung di antara benda dan suasana yang penuh teka-teki sampai hari ini. Mungkin ia seorang malaikat yang beristirahat. Mungkin ia jenius yang sedang berhenti ketika tengah memecahkan sebuah problem. Yang jelas, di sekitarnya berserakan martil, alat-alat kerja, hewan yang terenyak, bujur sangkar geometris bertulisan angka-angka.

Agaknya bagi Grass, kombinasi dan kontras itu hendak dipakai Drer sebagai penanda: makhluk itu perkasa tapi murung. "Sebagaimana kita sekarang, ia melihat batas dari zamannya." Makhluk bersayap itu ingin mampu mencapai yang diidamkannya, tapi ternyata tak sepenuhnya. Ada utopia, setelah itu melankolia. Melankolia dan utopia, kata Grass, saling menyuburkan.

Seorang teman, Taufik Rahzen, menyarankan kepada saya agar mencoba melihat suasana dalam karya Drer yang dibahas Grass itu dalam hubungannya dengan politik di Indonesia. Saya kira ia tak mengada-ada. Demokrasi, seperti ditunjukkan Grass, juga seperti bisa kita saksikan di sini, hidup di antara melankolia dan utopia. Demokrasi bisa diartikan sebagai sebuah prosedur yang teratur, pemilihan umum dan pergantian pengurus kenegaraan yang dilakukan secara ajek. Tapi proses yang "itu-itu juga" itu menunjukkan bahwa perubahan harus selalu dilakukan lagi: seperti statis, tak pernah dramatis. Sering dilupakan, prosedur itu dulu dilahirkan dari hasrat yang intens untuk perubahan yang tak setengah-setengah, seperti makhluk bersayap yang hendak terbang, seperti jenius yang hendak memecahkan soal yang paling sulit.

Makhluk itu, jenius itu, seperti dalam karya Drer, akhirnya terduduk. Dan kita, seperti Grass, akan "berdiri tak bergerak di tengah kemajuan". Tapi sementara itu kita tahu, betapa murungnya untuk harus sabar seperti mengikuti siput.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Sempat Ditunda, Sidang Perdana Praperadilan Panji Gumilang akan Digelar Hari Ini

4 menit lalu

Sempat Ditunda, Sidang Perdana Praperadilan Panji Gumilang akan Digelar Hari Ini

Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Abdussalam Panji Gumilang, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka pencucian uang

Baca Selengkapnya

Peluang PKS Merapat ke Prabowo, Gerindra-Golkar-PAN Respons Begini

6 menit lalu

Peluang PKS Merapat ke Prabowo, Gerindra-Golkar-PAN Respons Begini

Peluang PKS merapat ke kubu Prabowo mendapatkan respons dari Partai Gerindra, Golkar, dan PAN. Apa responsnya?

Baca Selengkapnya

Apple Singkirkan 3 Aplikasi AI yang Bisa Bikin Foto Telanjang dari App Store

8 menit lalu

Apple Singkirkan 3 Aplikasi AI yang Bisa Bikin Foto Telanjang dari App Store

Menurut keterangan Apple, tiga aplikasi AI itu melabeli dirinya sebagai generator seni. Sudah ada di App Store dua tahun.

Baca Selengkapnya

Gerindra Tegaskan Penyusunan Kabinet Prabowo Belum Dimulai

11 menit lalu

Gerindra Tegaskan Penyusunan Kabinet Prabowo Belum Dimulai

Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto belum pernah mengeluarkan susunan kabinet resmi.

Baca Selengkapnya

Khofifah Ungkap Alasan Kembali Gandeng Emil dalam Pilkada Jatim 2024

12 menit lalu

Khofifah Ungkap Alasan Kembali Gandeng Emil dalam Pilkada Jatim 2024

Khofifah menyatakan kembali berproses bersama Emil dalam Pilkada Jatim 2024 pada November 2024.

Baca Selengkapnya

Indonesia vs Uzbekistan di Piala Asia U-23 2024, Tim Serigala Putih Sudah Siap Hadapi Laga Sulit

13 menit lalu

Indonesia vs Uzbekistan di Piala Asia U-23 2024, Tim Serigala Putih Sudah Siap Hadapi Laga Sulit

Pemain Uzbekistan U-23 Umarali Rakhmonaliev mewaspadai kekuatan Timnas Indonesia sebagai tim debutan di Piala Asia U-23 2024.

Baca Selengkapnya

Satu Hari Bersama Joko Pinurbo di Seminari Mertoyudan

19 menit lalu

Satu Hari Bersama Joko Pinurbo di Seminari Mertoyudan

Berikut perjalanan Tempo dengan penyair Joko Pinurbo di Seminari Mertoyudan, sebelas tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Bandara Internasional Dipangkas, INACA: Semua Bandara Dapat Hidup, Terjadi Pemerataan Pembangunan

26 menit lalu

Bandara Internasional Dipangkas, INACA: Semua Bandara Dapat Hidup, Terjadi Pemerataan Pembangunan

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja angkat bicara soal pengurangan jumlah bandara internasional di Indonesia.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg Hari Ini

28 menit lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg Hari Ini

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini.

Baca Selengkapnya

Tanah Bergerak Lalu Diguncang Gempa, Garut Tetapkan Tanggap Darurat

29 menit lalu

Tanah Bergerak Lalu Diguncang Gempa, Garut Tetapkan Tanggap Darurat

Dampak gempa M6,2 di Garut tersebar di 24 kecamatan. Kerugian lebih dari Rp 2 miliar.

Baca Selengkapnya