Sulardi
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang
Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta telah menetapkan tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI yang akan mengikuti pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Para calon itu adalah Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni yang didukung Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN; Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang diusung PDIP, Partai Golkar, Partai Hanura, dan Partai NasDem; serta Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang disokong oleh Partai Gerindra dan PKS.
Tulisan ini tidak bermaksud menganalisis partai mana yang akan merebut kursi nomor satu di DKI, melainkan hendak menunjukkan bahwa partai politik tidak mampu menjalankan fungsinya, terutama dalam mencetak pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang berkualitas. Hal ini terlihat kasatmata. Agus Harimurti berasal dari kalangan militer serta bukan anggota dan kader Partai Demokrat ataupun koalisinya. Basuki bukan kader PDIP ataupun partai koalisinya. Anies juga bukan anggota dan kader Partai Gerindra ataupun PKS. Lantas, apa gunanya partai politik dalam berdemokrasi jika tidak mampu mempersiapkan calon pemimpin bangsa?
Bangsa ini bisa menyelenggarakan rekrutmen pimpinan tanpa melalui mekanisme yang melibatkan partai politik. Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan kepala desa, dan pemilihan dekan ataupun rektor di perguruan tinggi, misalnya, dapat berjalan demokratis dan menghasilkan pemimpin yang andal tanpa partai politik. Lagi pula, demokrasi pertama diselenggarakan pada abad ke-5 sebelum Masehi di Yunani Kuno berjalan tanpa adanya partai politik.
Selain itu, apakah ada kontribusi partai politik bagi kesejahteraan rakyat? Lebih-lebih jika partai dapat dana dari negara melalui APBN. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita memikirkan kemungkinan penyelenggaraan demokrasi tanpa partai politik. Sebab, keberadaan partai politik justru tidak mampu menghadirkan calon terbaiknya.
Menurut Miriam Budiardjo (2000: 163), terdapat setidaknya ada empat fungsi partai politik yang terkait satu sama lain. Pertama, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Dalam hal ini, peran partai adalah penggabung kepentingan dan perumus kepentingan. Sebagai penggabung kepentingan, berarti ia menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Kemudian pendapat, ide-ide, dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diolah dan dirumuskan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi. Pada intinya, kedua fungsi tersebut menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses penyaluran aspirasi.
Kedua, sebagai sosialisasi politik. Ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan umpan balik berupa dukungan dari masyarakat luas. Di sini, partai juga berperan sangat penting dalam pendidikan politik. Partailah yang menjadi struktur-antara (intermediate structure) yang membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat.
Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Fungsi ini merupakan fungsi yang penting, baik bagi keberlangsungan dan kelestarian partai politik itu sendiri ataupun untuk mencetak pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas. Pada dasarnya partai dibentuk untuk menjadi "kendaraan" yang sah dalam menyeleksi kader-kader pemimpin negara.
Keempat, sebagai pengatur konflik, nilai-nilai, dan kepentingan-kepentingan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai yang menawarkan ideologi, program, dan alternatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain. Artinya, sebagai pengatur atau pengelola konflik partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai.
Keempat fungsi partai politik di atas menunjukkan bahwa partai politik adalah elemen yang penting untuk membangun kehidupan yang demokratis. Sampai saat ini Indonesia masih berproses dan mencari bentuk ideal menuju kehidupan demokratis sebagaimana yang dicita-citakan konstitusi. Dengan demikian, demokrasi sesungguhnya dapat dijalankan tanpa harus adanya partai politik. Demokrasi tanpa partai politik pun, tetap saja demokrasi.
Berita terkait
Di Acara Milenial dan Gen Z, Anies Jawab Soal Tuduhan Politik Identitas Saat Pilkada DKI 2017
27 November 2023
Anies Baswedan menjawab tuduhan soal penggunaan politik identitas saat Pilkada DKi 2017 pada acara Indonesia Milleninial and Gen-Z Summit 2023.
Baca SelengkapnyaAnies Ungkit Momen Berutang di Pilkada DKI, Singgung Biaya Politik Mahal
30 September 2023
Anies menuturkan mahalnya biaya kampanye bukan berarti ketika menjadi pejabat harus balik modal
Baca SelengkapnyaDi Acara Partai Ummat, Anies Baswedan Cerita Diberi Label saat Pilkada DKI 2017
14 Februari 2023
Anies Baswedan menyebut ada dua pendekatan untuk menciptakan persepsi ini.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan Buka Suara soal Utang Rp 50 Miliar ke Sandiaga: Sudah Selesai Dulu
11 Februari 2023
Anies Baswedan menegaskan tidak ada utang yang hari ini harus dilunasi.
Baca SelengkapnyaPolitikus NasDem Minta Sandiaga Klarifikasi Surat Utang Anies Baswedan
11 Februari 2023
Ada juga poin yang menyatakan jika Anies-Sandi menang, maka Anies Baswedan bebas dari utang tersebut.
Baca SelengkapnyaSoal Perjanjian Utang dengan Anies Baswedan, Sandiaga: Saya Baca Dulu
6 Februari 2023
Sandiaga belum mau menanggapi soal utang Anies Baswedan ke dirinya saat Pilkada DKI 2017.
Baca SelengkapnyaFadli Zon Buka Suara Soal Perjanjian Anies Baswedan - Sandiaga Uno di Pilkada DKI
6 Februari 2023
Fadli Zon mengakui membikin draft perjanjian antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017. Soal utang, Fadli tak mau bicara.
Baca SelengkapnyaPesan Anies Baswedan untuk Kedua Putra Haji Lulung
31 Januari 2022
Anies Baswedan bercerita tentang dukungan yang diberikan Haji Lulung kepadanya dalam Pilkada DKI 2017.
Baca SelengkapnyaMUI DKI Bikin Cyber Army, Taufik Gerindra: Buzzer Terus Serang Anies Baswedan
20 November 2021
Taufik menyampaikan penyerang ini selalu mengatakan bahwa Anies Baswedan memenangkan Pilkada, karena politik identitas.
Baca SelengkapnyaBaca Pleidoi Rizieq Shihab Singgung Aksi 212, Ahok, dan Pilkada DKI
20 Mei 2021
Rizieq Shihab mengklaim perkara yang menjeratnya bukanlah kasus hukum melainkan politik. Ia kemudian berkisah tentang Pilkada DKI.
Baca Selengkapnya