Kotor

Penulis

Senin, 23 Juni 2014 00:00 WIB

Bagaimana menghakimi, ketika tak ada lagi yang tak berdosa? Ketika ukuran dosa dan bukan dosa berganti? Ketika yang kotor dan suci jadi serba mungkindan manusia makin tak mengerti apa yang akan terjadi dengan sejarah?

Kita telah menyaksikanya, kita telah menempuhpembunuhan besar dan kecil. Kita bergulat terus-menerus bagaimana seharusnya bersikap. Diam-diam kita berharap pada akhirnya sejarah akan membawa kita ke sebuah keputusan yang diterima kapan saja oleh siapa saja.

Tapi tidakkah kita terlalu percaya kepada sejarah? "Bukankah sejarah selamanya tak manusiawi, pembangun yang tak punya hati, yang mengaduk semennya dengan dusta, darah, dan lumpur?"

Itu pertanyaan yang suram dalam novel Arthur Koestler, Darkness at Noon. Novel itu datang dari pengalaman yang berbeda dengan pengalaman kita, tapi mungkin tak sepenuhnya berbeda. Koestler menulisnya di akhir 1939 di Eropa ketika sejarah adalah pergolakan politik yang gemuruh, bergairah, dan brutal. Baik gerakan Nazi (yang mau membangun Neue Ordnung, "Orde Baru") maupun Komunisme (yang hendak membangun "Kehidupan Baru") yakin bahwa sejarah akan bergerakdengan langkah pasti dan tak pedulike arah yang ditunjukkan cita-cita mereka, meskipun selalu "meninggalkan lumpur yang dibawanya beserta mayat mereka yang tenggelam". Sejarah, dengan kata lain, tak pernah salah.

Dengan keyakinan itu, kekerasan dan pembunuhan tak bisa dikutuk.

Advertising
Advertising

Darkness at Noon tak menyebut di mana ceritanya berlangsung. Tapi pembaca akan tahu bahwa peran utamanya, Nicholas Salmanovitch Rubashov, adalah seorang aktivis Partai Komunis Rusiatokoh fiktif yang dibentuk dari pengalaman sejati para pejuang Revolusi Oktober yang ditembak mati kawan seperjuangan mereka sendiri, Stalin, ketika orang ini memegang tampuk pimpinan. Rubashov adalah orang yang berjasa kepada Partai dalam mengukuhkan kekuasaan, tapi kemudian dianggap berkhianat oleh Sang Ketua (disebut sebagai "No. 1"). Ia disekap, disiksa, disuruh mengakui perbuatan yang tak pernah dilakukannya, dan ditembak mati.

Tapi jangan-jangan Sang "No. 1" benar. Rubashov sendiri jadi ragu. Dengan keyakinannya tentang sejarah, ia tak serta-merta sanggup mengatakan bahwa sang "No. 1" sewenang-wenang. Orang-orang yang dibunuhnya mungkin akhirnya harus mengakui"meskipun dengan peluru di tengkuk"bahwa penguasa tertinggi itu tak berdosa. Ia telah bertindak sebagai alat sejarah untuk membangun dunia yang lebih baik. Ia ganas, tapi tak bisa dihakimi dengan vonis yang meyakinkan.

"Tak ada kepastian," gumam Rubashov dalam selnya, tak berdaya. Kita hanya bisa naik banding ke hadapan Sejarah (ditulis dengan huruf kapital "S"). Tapi yang tragis dalam hidup manusia ialah bahwa keputusan Sejarah diberikan "hanya setelah rahang orang yang naik banding itu sudah jadi debu bertahun-tahun yang lalu".

Sang hakim datang terlambat, selalu terlambat.

Tapi saya kira tidak. Saya kira ada yang salah dalam pandangan ini. Sejarah bukanlah hakim. Ia bukan orakel sakti yang menebak. Sejarah tak berada di luar diri kita, dan kita tak berada di luarnya, dan manusia bukan cuma sarananya. Kita tak perlu menuliskannya dengan huruf kapital "S". Marx benar ketika ia mengatakan bahwa bukan sejarah yang menggunakan manusia sebagai cara untuk mencapai tujuannya. "Sejarah hanyalah kegiatan manusia dalam mengejar tujuan."

Artinya, manusia itulah yang hakim.

Tapi di sini juga persoalan tak mudah diselesaikan, ketika orang mulai mengatakan bahwa, seperti konon kata Napoleon, bahkan "nasib adalah politik". Nasib, yang dianggap tak terelakkan datang dalam hidup manusia, semakin dibaca sebagai hasil interaksi manusia, zoon politikon. Tak ada ketentuan yang datang dari langit. Tak ada nilai yang tak tersentuh pergulatan di bumi. Tak ada nilai yang universal yang ditentukan begitu saja.

Tapi jika demikian halnya, menghakimi akan mustahil. Ketika yang universal diasumsikan tak pernah terjadi, ukuran guyah. Apa yang pada suatu keadaan dianggap "baik" pada keadaan lain dianggap "jahat". Tak ada yang tak berdosa, ketika ukuran dosa dan tak berdosa tiap kali bisa berganti.

Namun bisakah kita hidup tanpa menghakimi? "Aku harus mendapatkan keadilan, atau aku akan menghancurkan diriku sendiri," kata Ivan Karamazov dalam novel Dostoyevsky yang termasyhur itu. Dan bagi orang ini keadilan yang dikehendakinya bukan yang berada di "ruang dan waktu yang tak terhingga". Ia menghendaki keadilan yang ada di bumi.

Yang diingatkan Ivan Karamazov ialah bahwa keadilansalah satu nilai yang universalmeskipun tak pernah penuh dan kekal di dalam hidup yang terbatas, sepenuhnya berharga. "Atau aku akan menghancurkan diriku sendiri."

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

1 menit lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

MK Siapkan 3 Panel untuk Sengketa Pileg, ini Komposisi Hakimnya

4 menit lalu

MK Siapkan 3 Panel untuk Sengketa Pileg, ini Komposisi Hakimnya

Hari ini MK mulai menyidangkan sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

OPPO Find X7 Ultra Versi Satellite Communication Mulai Dijual di China, Ini Spesifikanya

4 menit lalu

OPPO Find X7 Ultra Versi Satellite Communication Mulai Dijual di China, Ini Spesifikanya

OPPO Find X7 Ultra Satellite Communication mendukung kartu China Telecom dan kartu khusus satelit Tiantong.

Baca Selengkapnya

Pesawat Khusus Anjing Bakal Terbang dari New York Mulai Bulan Depan

8 menit lalu

Pesawat Khusus Anjing Bakal Terbang dari New York Mulai Bulan Depan

Bark Air merupakan layanan perjalanan udara pertama yang memungkinkan anjing menikmati penerbangan kelas satu.

Baca Selengkapnya

Inggris akan Bangun Tugu Peringatan bagi Tentara Muslim Pahlawan Perang Dunia

8 menit lalu

Inggris akan Bangun Tugu Peringatan bagi Tentara Muslim Pahlawan Perang Dunia

Inggris membangun tugu peringatan perang untuk jutaan tentara Muslim yang bertugas bersama pasukan Inggris dan Persemakmuran selama dua perang dunia

Baca Selengkapnya

Simak Aturan Berpakaian saat UTBK: Dilarang Pakai Sandal hingga Celana Model Sobek

11 menit lalu

Simak Aturan Berpakaian saat UTBK: Dilarang Pakai Sandal hingga Celana Model Sobek

Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk SNBT akan dilaksanakan pada Selasa 30 April, dan 2-7 Mei 2024, Berikut aturan berpakaian

Baca Selengkapnya

Kontroversi Hakim MK Arsul Sani Tangani Sengketa Pileg PPP, Boleh atau Tidak?

17 menit lalu

Kontroversi Hakim MK Arsul Sani Tangani Sengketa Pileg PPP, Boleh atau Tidak?

Hakim MK Arsul Sani diperbolehkan menangani sengketa pileg terkait dengan PPP. Padahal sebelum jadi hakim MK, Arsul adalah politikus partai tersebut.

Baca Selengkapnya

Ponsel Gaming Infinix GT 20 Pro Resmi Diluncirkan di Arab Saudi, Ini Spesifikasinya

17 menit lalu

Ponsel Gaming Infinix GT 20 Pro Resmi Diluncirkan di Arab Saudi, Ini Spesifikasinya

Infinix GT 20 Pro mengusung layar AMOLED berukuran 6,78 inci dengan bezel tipis.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Anwar Usman Gunakan Inhaler saat Sidang Sengketa Pemilu 2024

20 menit lalu

Hakim MK Anwar Usman Gunakan Inhaler saat Sidang Sengketa Pemilu 2024

Hakim MK Anwar Usman tampak menggunakan inhaler ketika menangani sidang sengketa pemilu 2024 pada hari ini.

Baca Selengkapnya

Bukan di Arab, Ini Negara yang 100 Persen Penduduknya Muslim

20 menit lalu

Bukan di Arab, Ini Negara yang 100 Persen Penduduknya Muslim

Negara yang 100 persen penduduknya muslim ternyata bukan di Arab. Lokasinya ada sebelah selatan-barat daya India. Ini ulasannya.

Baca Selengkapnya