Membangun Demokrasi, Jadinya Oligarki

Penulis

Rabu, 30 November 2016 00:36 WIB

Sulardi
Wakil sekjen asosiasi htn-han pusat

Pada tahun ini, alam sedang mengajari kita semua bagaimana demokrasi bekerja. Di Amerika Serikat, hasil pemilihan presiden sangat mengejutkan. Donald Trump, yang dalam berbagai survei tidak pernah muncul sebagai pemenang, ternyata mampu melalui mekanisme demokrasi yang menunjukkan ia memperoleh suara lebih banyak dibanding lawannya, Hillary Clinton.

Trump memenangi pemilihan presiden setelah mendapat 277 electoral vote, dengan syarat 270 poin untuk menang. Faktanya, Trump menang. Ini merupakan kemenangan "masyarakat bawah" Amerika Serikat, yang selama ini merasa ditinggalkan oleh kelas atas/mapan.

Demikian juga halnya di Indonesia. Tahun depan, akan diselenggarakan pemilihan kepala daerah serentak di 101 kota, kabupaten, dan provinsi.

Menjelang pilkada serentak pada 2017, yang hiruk-pikuk dan menyedot perhatian publik hanyalah pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Bukan disebabkan oleh masalah krusial yang berkaitan dengan mekanisme pilkada, melainkan perkara penistaan agama yang dilakukan salah seorang kandidat, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Demokrasi yang kini dikenal dan diselenggarakan dengan metode one man, one vote adalah demokrasi yang dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), yang berkontribusi melahirkan tatanan demokrasi melalui konstruksi kontrak sosial, yang melahirkan kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat (bukan orang per orang) mempunyai hak untuk mengganti penguasa jika dalam menjalankan kekuasaannya tidak seperti yang dikehendaki oleh rakyat. Revolusi Perancis pada 14 Juli 1789 merupakan salah satu penanda kelahiran demokrasi yang berhasil menumbangkan pemerintahan absolut pada waktu itu.

Demokrasi inilah yang selanjutnya ditafsirkan oleh penyelenggara negara dan pegiat demokrasi dengan model suara mayoritas menentukan keputusan yang dihasilkan, termasuk suara mayoritas dalam pemilihan umum. Dalam pilkada, yang jumlah calonnya lebih dari dua, calon harus memperoleh mayoritas 30 persen suara agar dapat menang. Khusus pilkada DKI, suara mayoritas yang diperlukan 50 persen plus 1.

Model demokrasi one man, one vote ini berpegang pada asas kesetaraan, tapi sesungguhnya ada ketidakselarasan dan ketidakkeseimbangan. Suara seorang guru besar, yang mempunyai gagasan-gagasan besar untuk menata sistem kepolitikan dan ketatanegaraan, sama persis dengan suara orang awam yang tidak mengenal sekolah sekali pun. Di kotak suara, nilai sang guru besar dan masyarakat awam yang tak bersekolah sama persis, yakni 1.

Model seperti ini sangat menguntungkan bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil rakyat. Sebab, mendekati rakyat untuk mendapatkan suara bakal jauh lebih mudah. Tidak perlu gagasan-gagasan besar untuk memajukan kota, kabupaten, provinsi, atau negara. Ia cukup berjanji masyarakat awam itu memperoleh keuntungan yang akan langsung dirasakan jika mereka terpilih kelak. Mereka menjanjikan sekolah gratis, fasilitas kesehatan gratis, serta tersedianya kebutuhan pokok dengan harga murah dan terjangkau. Mendatangi dan mendengarkan curhat rakyat menjadi daya tarik bagi masyarakat awam. Padahal, kita tahu, tanpa mereka menjanjikan hal-hal itu, tugas mereka sebagai kepala daerah adalah menyejahterakan masyarakat. Ini tentu mencakup layanan publik yang murah dan terjangkau.

Plato, filsuf yang hidup 25 abad lampau, telah mengenalkan kepada para peminat ketatanegaraan soal sistem oligarki. Negara disebut oligarki jika terdapat aturan yang menyatakan bahwa yang dapat menjadi penguasa hanyalah kaum kaya. Negara yang dikuasai oleh kaum kaya (dalam bahasa sekarang: kapitalis) inilah yang kelak mendapat tantangan dari masyarakat dan ditumbangkan sehingga melahirkan tatanan demokrasi.

Tesis Plato ternyata terbalik untuk kasus Indonesia. Munculnya oligarki justru berasal dari demokrasi yang gagal melahirkan tatanan demokrasi yang substansial. Demokrasi yang dihadirkan di negara ini berada di level prosedural: bagaimana cara memilih, dicoblos atau dicontreng, manual atau elektronik, berapa persen dukungan, berapa ambang batas perolehan suara, dan bagaimana mekanisme pencalonan. Semua masih berkutat di sini.

Pilkada serentak 2017 telah menjawab bahwa yang sedang diselenggarakan adalah pemilihan penguasa model aligarki. Sebab, yang bisa mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah hanyalah orang yang berduit, atau yang kaya-raya. Untuk dicalonkan saja harus punya duit. Di dunia politik, berlaku ungkapan "tak ada makan siang gratis". Demikian juga menjalankan mesin tim sukses, tim survei, dan tim kampanye. Semuanya butuh duit, baik untuk politik uang maupun uang politik.

Tidak usah heran jika para pemenang pilkada itu lebih berfokus mengembalikan modalnya daripada menyejahterakan rakyat dan memikirkan kemakmuran bersama. Sudah cukup bukti, 71 tahun usia negara dan bangsa ini, tapi target menyejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa masih terus menjadi "obyek dan materi kampanye". Perlahan tapi pasti, demokrasi sedang dilumpuhkan dan oligarki dihidupkan. Bungkusnya demokrasi, isinya oligarki. Artinya, selama ini kita merasa membangun demokrasi, tapi ternyata menghasilkan oligarki.

Berita terkait

Di Acara Milenial dan Gen Z, Anies Jawab Soal Tuduhan Politik Identitas Saat Pilkada DKI 2017

27 November 2023

Di Acara Milenial dan Gen Z, Anies Jawab Soal Tuduhan Politik Identitas Saat Pilkada DKI 2017

Anies Baswedan menjawab tuduhan soal penggunaan politik identitas saat Pilkada DKi 2017 pada acara Indonesia Milleninial and Gen-Z Summit 2023.

Baca Selengkapnya

Anies Ungkit Momen Berutang di Pilkada DKI, Singgung Biaya Politik Mahal

30 September 2023

Anies Ungkit Momen Berutang di Pilkada DKI, Singgung Biaya Politik Mahal

Anies menuturkan mahalnya biaya kampanye bukan berarti ketika menjadi pejabat harus balik modal

Baca Selengkapnya

Di Acara Partai Ummat, Anies Baswedan Cerita Diberi Label saat Pilkada DKI 2017

14 Februari 2023

Di Acara Partai Ummat, Anies Baswedan Cerita Diberi Label saat Pilkada DKI 2017

Anies Baswedan menyebut ada dua pendekatan untuk menciptakan persepsi ini.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Buka Suara soal Utang Rp 50 Miliar ke Sandiaga: Sudah Selesai Dulu

11 Februari 2023

Anies Baswedan Buka Suara soal Utang Rp 50 Miliar ke Sandiaga: Sudah Selesai Dulu

Anies Baswedan menegaskan tidak ada utang yang hari ini harus dilunasi.

Baca Selengkapnya

Politikus NasDem Minta Sandiaga Klarifikasi Surat Utang Anies Baswedan

11 Februari 2023

Politikus NasDem Minta Sandiaga Klarifikasi Surat Utang Anies Baswedan

Ada juga poin yang menyatakan jika Anies-Sandi menang, maka Anies Baswedan bebas dari utang tersebut.

Baca Selengkapnya

Soal Perjanjian Utang dengan Anies Baswedan, Sandiaga: Saya Baca Dulu

6 Februari 2023

Soal Perjanjian Utang dengan Anies Baswedan, Sandiaga: Saya Baca Dulu

Sandiaga belum mau menanggapi soal utang Anies Baswedan ke dirinya saat Pilkada DKI 2017.

Baca Selengkapnya

Fadli Zon Buka Suara Soal Perjanjian Anies Baswedan - Sandiaga Uno di Pilkada DKI

6 Februari 2023

Fadli Zon Buka Suara Soal Perjanjian Anies Baswedan - Sandiaga Uno di Pilkada DKI

Fadli Zon mengakui membikin draft perjanjian antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017. Soal utang, Fadli tak mau bicara.

Baca Selengkapnya

Pesan Anies Baswedan untuk Kedua Putra Haji Lulung

31 Januari 2022

Pesan Anies Baswedan untuk Kedua Putra Haji Lulung

Anies Baswedan bercerita tentang dukungan yang diberikan Haji Lulung kepadanya dalam Pilkada DKI 2017.

Baca Selengkapnya

MUI DKI Bikin Cyber Army, Taufik Gerindra: Buzzer Terus Serang Anies Baswedan

20 November 2021

MUI DKI Bikin Cyber Army, Taufik Gerindra: Buzzer Terus Serang Anies Baswedan

Taufik menyampaikan penyerang ini selalu mengatakan bahwa Anies Baswedan memenangkan Pilkada, karena politik identitas.

Baca Selengkapnya

Baca Pleidoi Rizieq Shihab Singgung Aksi 212, Ahok, dan Pilkada DKI

20 Mei 2021

Baca Pleidoi Rizieq Shihab Singgung Aksi 212, Ahok, dan Pilkada DKI

Rizieq Shihab mengklaim perkara yang menjeratnya bukanlah kasus hukum melainkan politik. Ia kemudian berkisah tentang Pilkada DKI.

Baca Selengkapnya