Debat calon Gubernur DKI Jakarta yang berlangsung hari ini merupakan cara terbaik menjalani persaingan politik secara rasional dan beradab, baik bagi kandidat maupun pemilih. Dalam perdebatan akan terlihat mana calon yang paling siap memimpin Ibu Kota.
Seperti di semua daerah lain yang tahun ini melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada), debat kandidat itu dihelat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setiap pasangan calon wajib mengikutinya dan akan terkena sanksi jika mangkir. Di Jakarta, debat akan dilangsungkan tiga kali dengan topik berbeda.
Beragam topik itu sudah semestinya mencerminkan persoalan paling genting bagi Ibu Kota. KPU Jakarta sudah menyiapkan beberapa tema besar, antara lain kesejahteraan, perbaikan fasilitas, dan pelayanan. Tema-tema itu langsung menyentuh persoalan penduduk metropolitan. Kita berharap para calon tampil dengan program dan strategi aksi yang jelas dalam menangani isu-isu tersebut. Jakarta butuh pemimpin yang tahu persis cara memecahkan masalah, selain, tentu saja, membangun.
Debat kandidat yang dikaitkan dengan kontes perebutan pemimpin wilayah memang bukan barang baru bagi masyarakat. Tapi, kali ini, khususnya untuk Jakarta, nilai pentingnya kian mengemuka di tengah merajalelanya berita palsu (hoax) di dunia maya. Beragam informasi busuk yang menyerang ketiga kandidat sudah begitu berengsek dan di luar akal sehat. Celakanya, tak sedikit yang mempercayai berondongan sampah itu. Akibatnya, terjadi sekatan-sekatan tajam di antara kelompok masyarakat yang membahayakan kerukunan.
Karena itu, debat kandidat bisa dilihat sebagai ikhtiar mengembalikan persaingan ke jalur yang benar, bahwa yang dipilih adalah pemimpin wilayah yang terampil dan mengayomi. Bahwa pilkada bukan untuk memilih, katakanlah, pemimpin sebuah kaum atau pemimpin agama. Dengan cara pandang tersebut, debat kandidat memiliki faedah mulia dan mendasar.
Sudah pasti ada konstituen yang tak akan terpengaruh oleh debat para calon ini, yakni para pendukung fanatik setiap pasangan. Tapi, di luar itu, masih banyak penduduk Jakarta yang belum merasa mantap memilih pasangan tertentu (swing voters). Menurut beberapa survei, angka pemilih mengambang ini bisa mencapai 30 persen-jumlah yang besar dan layak diperebutkan. Terutama kepada merekalah debat kandidat disasarkan.
Bukan tak mungkin dukungan akan mereka amanahkan kepada calon yang tampil meyakinkan dalam debat. Selain, tentu saja, menimbang rekam jejak masing-masing tokoh. Jadi, mari berharap setiap pasangan calon tak akan menyia-nyiakan acara debat kandidat ini.
Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan jika mereka menganggap enteng acara ini, misalnya tampil dengan persiapan seadanya. Kita berharap dapat menikmati adu program, juga solusi yang solid dan mencerahkan--bukan sekadar momen obral janji atau menggalang dukungan dangkal berdasarkan sentimen ras, kelompok, atau agama.