Kolom Agama

Penulis

Sabtu, 15 November 2014 23:36 WIB

Petugas Hansip melapor ke Ketua RT: barusan ada warga yang meninggal dunia.
Ketua RT: "Mari kita urus jenazahnya. Dimandikan, disalatkan di masjid."
Hansip: "Dia bukan orang Islam, Pak."
Ketua RT: "Oh, kalau gitu kita minta tolong gereja."
Hansip: "Anu... Pak RT, dia bukan Kristen."
Ketua RT: "Ya sudah, biar diurus di pura saja."
Hansip: "Dia juga bukan Hindu, Pak."
Ketua RT: "Begini saja. Kita cari biksu sekarang juga."
Hansip: "Masalahnya dia juga bukan Buddha."
Ketua RT mulai bingung. "Lha, terus agamanya apa?"
Hansip: "Kolom agama di KTP-nya kosong, Pak!"
Ketua RT putus asa. "Kalau begitu, kirim ke Kementerian Dalam Negeri saja."

***

Lelucon yang beredar di media sosial itu mewakili hobi baru politikus kita: bermain plesetan. Yang sudah gamblang digelincirkan sehingga tak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang mengutip bunyi undang-undang administrasi kependudukan tentang pengosongan kolom agama pada KTP, mendadak dibuat seperti orang yang paling bersalah.

Kementerian Dalam Negeri, yang mengurus KTP dan sama sekali tak mengurusi jenazah, tiba-tiba diposisikan sebagai lembaga yang tak peka terhadap hal-hal sensitif.

Plesetan tak sampai di situ. Tjahjo bicara pengosongan kolom agama pada kartu tanda penduduk bagi penganut kepercayaan di luar enam agama yang diakui negara. Tapi kritik yang datang bukan soal "pengosongan", melainkan "penghapusan". Padahal tak ada yang berencana menghapus kolom agama itu.

Lalu politikus lain bicara tentang agama sebagai identitas dan, menurut dia, wajib tertulis di KTP. Seolah-olah tak mengisi kolom agama pada KTP itu membuat penduduk kehilangan identitas.

Politikus itu jelas tak membaca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang sudah diperbarui pada 2013 dan sekarang berlaku. UU itu tegas membolehkan pengosongan kolom agama. Tapi yang diperbolehkan hanya penghayat kepercayaan di luar enam agama yang diakui negara.

Advertising
Advertising

Berlakunya undang-undang administrasi kependudukan itu sebenarnya mengurangi perlakuan diskriminatif negara terhadap pengamal kepercayaan "di luar enam" selama ini.

Sejak Indonesia merdeka, mereka boleh tak menuliskan agama pada KTP. Tapi pada 1967, dengan alasan menekan paham komunis, semua pemegang KTP diwajibkan mengisi kolom agama. Akibatnya, pengamal kepercayaan dipaksa mencantumkan salah satu "agama resmi" pada KTP mereka. Tak hanya itu, anak-anak mereka juga harus mengikuti pendidikan "agama resmi" di sekolah.

UU Administrasi Kependudukan Nomor 23/2006 sesungguhnya mengkoreksi keadaan buruk itu. Pengamal kepercayaan boleh mengosongkan kolom agama pada KTP. Aneh juga bila politikus zaman reformasi seakan hendak membawa masalah ini mundur ke zaman Orde Baru.

Lagipula, Indonesia sudah memberlakukan e-KTP. Jangankan data agama, data pribadi apa pun tentang pemegang KTP bisa dihimpun dalam chip yang ada. Tapi, agar tampilan KTP enak dipandang, tak penuh sesak, cukup data penting saja yang ditampilkan: nama, alamat, serta tempat dan tanggal lahir. Brunei dan Malaysia melakukan hal itu.

Plesetan itu, selain mengaburkan, membuat prioritas menjadi kacau-balau. Bukankah dugaan korupsi megaproyek e-KTP lebih urgen ketimbang berdebat kolom agama yang sudah terang-benderang diatur undang-undang? Memberesi server chip e-KTP yang ternyata ada di negara lain jelas lebih mendesak.

Harap diingat, KTP itu kartu tanda penduduk, bukan biodata penduduk. KTP cukup dikantongi di saku. Kalau semua data penduduk wajib dicantumkan, jangan-jangan yang dibutuhkan semacam buku mini, yang dikalungkan pada leher setiap warga negara dan wajib dibawa ke mana-mana.

Berita terkait

Airlangga Sampaikan 3 Isu di Pertemuan OECD Paris, Apa Saja?

5 menit lalu

Airlangga Sampaikan 3 Isu di Pertemuan OECD Paris, Apa Saja?

Airlangga membahas terkait komitmen Indonesia dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan di pertemuan OECD.

Baca Selengkapnya

Viral Dugaan Penyalahgunaan KIP Kuliah Mahasiswa Undip, Kemendikbud: Tanggung Jawab Kampus

9 menit lalu

Viral Dugaan Penyalahgunaan KIP Kuliah Mahasiswa Undip, Kemendikbud: Tanggung Jawab Kampus

Sejumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah menjadi perbincangan karena menampilkan gaya hidup mewah.

Baca Selengkapnya

Film Possession: Kerasukan, Angkat Klenik Lokal dan Isu Kesetaraan, Tayang Empat Hari Lagi

15 menit lalu

Film Possession: Kerasukan, Angkat Klenik Lokal dan Isu Kesetaraan, Tayang Empat Hari Lagi

Possession: Kerasukan sendiri diadaptasi dari film Prancis berjudul sama Possession yang dibuat pada 1981.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

16 menit lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Ajak Turis Wisata Pagi dan Sore

32 menit lalu

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Ajak Turis Wisata Pagi dan Sore

Cuaca yang terik membuat warga Thailand, terutama warga lanjut usia, enggan bepergian.

Baca Selengkapnya

Hasil Proliga 2024: Giovanna Milana Absen, Pertamina Enduro Ditekuk Popsivo Polwan

34 menit lalu

Hasil Proliga 2024: Giovanna Milana Absen, Pertamina Enduro Ditekuk Popsivo Polwan

Tim putri Jakarta Popsivo Polwan berhasil mengalahkan Jakarta Pertamina Enduro, yang tak diperkuat Gia, dengan skor 3-0 dalam lanjutan Proliga 2024.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

34 menit lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

46 menit lalu

Kemenkes Buka Enam Prodi di RS Pendidikan Atasi Kekurangan Dokter Spesialis

Salah satu masalah lagi yang ada di Indonesia adalah distribusi dokter spesialis. Hampir 80 tahun Indonesia merdeka belum pernah bisa terpecahkan.

Baca Selengkapnya

Pemerintahan Jokowi Manjakan Kepala Desa, Apa Saja Keuntungan Finansialnya?

50 menit lalu

Pemerintahan Jokowi Manjakan Kepala Desa, Apa Saja Keuntungan Finansialnya?

Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa atau UU Desa, yang mencakup Kepala Desa.

Baca Selengkapnya

Xiumin Bakar Semangat Exo-L di Saranghaeyo Indonesia

58 menit lalu

Xiumin Bakar Semangat Exo-L di Saranghaeyo Indonesia

Xiumin kemudian menyapa penonton dari balik layar. "Hey, yo! Halo," kata dia. Seketika sorakan penonton kembali menggema dan memenuhi ruangan.

Baca Selengkapnya