Mahkamah yang Memalukan

Penulis

Senin, 30 Januari 2017 00:34 WIB

Tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, semakin membuktikan bahwa lembaga ini tidak hanya memerlukan perubahan dan seleksi ketat dalam menjaring hakim konstitusi, tapi juga butuh badan yang mengawasinya. Tanpa hal itu, Mahkamah akan mengalami kehancuran karena berisi hakim-hakim bermental bobrok semacam Patrialis.

Penangkapan Patrialis merupakan kasus kedua memalukan yang dialami lembaga "penjaga konstitusi" ini. Sebelumnya, Akil Mochtar juga tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap sebagai imbalan memenangkan sejumlah sengketa pemilihan kepala daerah. Atas tindakannya, bekas Ketua MK berlatar belakang Partai Golkar itu divonis pengadilan dengan hukuman seumur hidup-hukuman terberat yang pernah dijatuhkan kepada terdakwa kasus rasuah.

Patrialis diduga "memperdagangkan" putusan Mahkamah dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pengusaha impor sapi Australia, Basuki Hariman, yang juga ditangkap KPK, diduga menyuap Patrialis sebesar US$ 20 ribu dan Sin$ 200 ribu lewat Kamaludin. Basuki menyuap agar Mahkamah membela kepentingannya, menghapus aturan yang memberi peluang impor sapi India.

Patrialis boleh membela diri tak ada bukti uang suap di tangannya. Tapi fakta bahwa ia mengirim draf hasil putusan perkara kepada Basuki jelas berhubungan dengan uang suap yang sudah atau akan diterimanya. Pengiriman putusan yang belum dibacakan itu merupakan pelanggaran berat. Putusan hakim bersifat rahasia dan tak boleh diketahui siapa pun sampai dibacakan di sidang terbuka.

Kasus Patrialis dan Akil membuktikan perlunya segera dilakukan pengubahan tata cara sekaligus seleksi ketat untuk menjaring hakim konstitusi, apalagi yang berlatar belakang politik. Pasal 15 UU Mahkamah Konstitusi mensyaratkan bahwa seorang hakim konstitusi harus memiliki integritas, tidak tercela, dan bersifat negarawan. Tapi syarat itu tidak dilengkapi dengan proses seleksinya. Walhasil, semua diserahkan kepada tiga lembaga, yakni DPR, Mahkamah Agung, dan presiden. Mereka masing-masing mengirim tiga hakim konstitusi.

Advertising
Advertising

Penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak awal sudah ditolak sejumlah LSM yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK. Jejak Patrialis, yang sebelumnya menjabat Menteri Hukum dan HAM, memang buruk. Ia memberikan remisi kepada sejumlah terpidana korupsi.

Agar kredibilitas Mahkamah yang sudah hancur sejak kasus Akil tegak kembali, para hakim konstitusi yang tersisa sebaiknya mengundurkan diri. Selanjutnya, DPR dan pemerintah memilih kembali hakim konstitusi dengan ketat dan transparan. Selain itu, UU Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial perlu diamendemen agar keduanya menegaskan bahwa Komisi Yudisial berhak mengawasi para hakim konstitusi-wewenang yang pernah dimiliki Komisi Yudisial tapi dilenyapkan oleh hakim MK itu.

Berita terkait

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

4 menit lalu

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

Komisi II DPR juga akan mengonfirmasi isu yang menerpa Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Boleh Bekerja Jadi Reseller Hingga Youtuber

14 menit lalu

Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Boleh Bekerja Jadi Reseller Hingga Youtuber

Sebelumnya viral sejumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah di Universitas Diponegoro atau Undip yang diduga melakukan penyalahgunaan bantuan.

Baca Selengkapnya

Kereta Cepat Whoosh Buka 48 Perjalanan per Hari, Tarif Mulai 150 Ribu

19 menit lalu

Kereta Cepat Whoosh Buka 48 Perjalanan per Hari, Tarif Mulai 150 Ribu

Beroperasinya 48 perjalanan harian Whoosh didasarkan pada hasil evaluasi periode sebelumnya yang menunjukan kebutuhan penambahan perjalanan reguler.

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

20 menit lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

30 menit lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

38 menit lalu

Kopassus dan Brimob Buru Kelompok TPNPB-OPM Setelah Bunuh Warga Sipil dan Bakar SD Inpres di Papua

Aparat gabungan TNI-Polri kembali memburu kelompok TPNPB-OPM setelah mereka menembak warga sipil dan membakar SD Inpres di Intan Jaya Papua.

Baca Selengkapnya

Pencapaian Lagu Seven Jungkook BTS

43 menit lalu

Pencapaian Lagu Seven Jungkook BTS

Lagu Seven dari Jungkook BTS menduduki peringkat teratas dalam daftar The Hottest Hits Outside the US yang dirilis oleh Billboard, pekan ini

Baca Selengkapnya

Komang Ayu Cahya Dewi Menang, Indonesia Melangkah ke Final Piala Uber 2024

50 menit lalu

Komang Ayu Cahya Dewi Menang, Indonesia Melangkah ke Final Piala Uber 2024

Komang Ayu Cahya Dewi memetik kemenangan atas wakil Korea, Kim Min Sun, dalam laga penentuan babak semifinal Piala Uber 2024. Berikut rekapnya.

Baca Selengkapnya

Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi

57 menit lalu

Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi

Hasil survei Digital Civility Index oleh Microsoft tahun 2020, menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling 'tidak sopan' di kawasan Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Ayah di Bekasi Hantam Anak dengan Linggis Hingga Tewas Gara-gara Cekcok Urusan Menantu

1 jam lalu

Ayah di Bekasi Hantam Anak dengan Linggis Hingga Tewas Gara-gara Cekcok Urusan Menantu

Keributan antara bapak dan anak di Bekasi ini dipicu urusan menantu, atau istri dari korban. Si anak minta ayannya mencari keberadaan sang istri.

Baca Selengkapnya