Mewaspadai Bioterorisme  

Penulis

Jumat, 30 Desember 2016 00:14 WIB

Khudori
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat

Serangan teror kini tak lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional, melainkan memanfaatkan teknologi. Di antaranya, teror menggunakan bahan kimia dan agen biologis yang dikenal dengan istilah bioterorisme. Pelaku teror pun tak lagi dimonopoli para teroris, melainkan bisa siapa saja.

Cara pandang ini bisa digunakan untuk melihat penangkapan empat warga negara Cina oleh aparat imigrasi Bogor pada 8 November 2016. Tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian atas penyalahgunaan izin tinggal, mereka juga ketahuan menanam 5.000 ba-tang cabai di lahan seluas 4.000 meter persegi di Kecamatan Sukamakmur, Bogor. Yang mengejutkan, setelah diperiksa Badan Karantina Pertanian, cabai Cina itu terdeteksi mengandung bakteri Erwinia chrysanthemi.

Erwinia chrysanthemi merupakan organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) golongan A1 atau belum ada di Indonesia. Menurut Badan Karantina Pertanian, karena sifatnya yang demikian, bakteri ini tidak dapat diberi perlakuan apa pun selain pemusnahan atau eradikasi. Bakteri ini diyakini bisa menimbulkan kerusakan atau kegagalan panen hingga 70 persen. Bukan hanya cabai, tanaman seperti bawang dan sawi juga bisa terserang dan tertular bakteri tersebut.

Ditilik dari sisi keamanan nasional, peristiwa ini tidak bisa dianggap remeh. Pertama, dalam bingkai keamanan non-konvensional (non-conventional security approach), pangan adalah hal strategis tak ubahnya bedil dan mesiu dalam pendekatan keamanan konvensional. Namun, berbeda dengan bedil dan mesiu, pangan hanya terlibat pada operasi rendah kekerasan (low-intensity conflict). Operasi ini mengandalkan kehancuran ekonomi dan keresahan masyarakat sebagai media utama memenangi pertempuran. Sasaran operasi bukan kekuatan militer, melainkan rezim yang berkuasa.

Kedua, dalam konteks yang lebih besar, produksi cabai yang cukup akan turut memperkokoh ketahanan pangan nasional. Inilah landasan pemikiran bahwa food security penting bagi sebuah negara. Ketahanan pangan tidak kalah penting dibanding bahaya teroris, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional dan global. Itu sebabnya hampir semua negara, lebih-lebih negara maju, melakukan segala cara guna membangun ketahanan pangan yang tangguh.

Amerika Serikat, misalnya, meskipun jumlah petaninya tinggal 2 persen, tak pernah surut mengurus sektor pertanian, terutama pangan. Sektor ini berkontribusi 13 persen dalam produk domestik bruto (GDP) dengan nilai ekspor US$ 140 miliar per tahun. Jika sektor ini dihancurkan teroris, bukan hanya peluang ekonomi yang terancam hilang, melainkan seluruh sendi kehidupan AS juga bisa lumpuh akibat seretnya pasokan pangan.

Pada 2014, produksi cabai besar Indonesia mencapai 1,075 juta ton dan cabai rawit 0,8 juta ton (BPS, 2015). Apabila terjadi kegagalan panen 75 persen dan harga cabai Rp 40 ribu per kilogram, potensi kerugian mencapai Rp 56,2 triliun.

Kegagalan panen cabai akan diikuti penurunan pasokan. Pasar akan panik apabila antisipasi menambah pasokan cabai dari impor tidak dilakukan dengan baik. Ujung-ujungnya, inflasi akan terpantik tinggi dan menekan daya beli warga.

Berpijak dari kondisi itu, untuk menciptakan kerusuhan sosial di Indonesia, tidak usah menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Cukup dengan menyebarkan isu cabai yang kita makan mengandung bakteri tidak sehat, akan geger seluruh negeri. Dalam konteks inilah penting mewaspadai betapa berbahayanya bioterorisme.

Empat warga Cina yang tertangkap tengah menanam cabai di Bogor memang belum terbukti melakukan aktivitas ilegal terkait dengan bioterorisme. Tapi amat naïf kalau menganggap aktivitas mereka tidak perlu dicurigai. Bakteri Erwinia chrysanthemi merupakan organisme baru yang bisa mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam konteks keamanan nasional, aktivitas mereka bisa jadi merupakan infiltrasi atau subversi untuk melemahkan ekonomi nasional.

Di antara negara ASEAN seperti Thailand dan Singapura, Indonesia tergolong lemah dalam hal biosekuriti. Padahal, sebagai negara tropis, Indonesia merupakan gudang berbagai agensia biologis. Di sisi lain, sebagai negara agraris, Indonesia sangat rentan terhadap kemungkinan ancaman agen biologis. Sementara itu, kesiapsiagaan terhadap munculnya wabah-wabah penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan masih sangat rendah. Bioteror saat ini hanya dipandang sebagai ancaman bagi kesehatan manusia, belum dianggap sebagai pelemahan ketahanan nasional.

Karena itu, ke depan, Indonesia perlu mewaspadai aneka kemajuan bioteknologi. Tidak hanya mencermati pesatnya perkembangan bioteknologi dan rekayasa genetika, tapi juga mesti awas terhadap kembali munculnya penyakit lama dan baru.

Yang tidak kalah penting adalah mewaspadai setiap aktivitas penelitian, apa pun tujuannya, termasuk yang berkedok untuk perdamaian. Terakhir, memastikan manusia dan barang yang masuk ke Indonesia lewat setiap jengkal titik, termasuk di wilayah terluar, telah melalui pemeriksaan karantina dan kepabeanan.

Berita terkait

Mengenal Guinea, Lawan Timnas Indonesia U-23 di Playoff Olimpiade Paris 2024

1 hari lalu

Mengenal Guinea, Lawan Timnas Indonesia U-23 di Playoff Olimpiade Paris 2024

Timnas Indonesia U-23 harus menang melawan Timnas Guinea U-23 jika ingin lolos Olimpiade Paris 2024.

Baca Selengkapnya

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

3 hari lalu

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

Kekeringan El Nino sudah overlap dan harus waspada.

Baca Selengkapnya

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

6 hari lalu

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Program Electrifying Agriculture (EA) dari PT PLN (Persero), terus memberikan dampak positif bagi pertanian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

10 hari lalu

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka resmi dalam penyelidikan korupsi bernilai jutaan dolar

Baca Selengkapnya

Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

12 hari lalu

Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

Pengamat Pertanian Khudori meragukan sistem usaha tani dari Cina yang akan diterapkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

15 hari lalu

Pupuk Subsidi Sudah Bisa Ditebus, Hanya di Kios Resmi

PT Pupuk Indonesia mengumumkan pupuk subsidi sudah bisa ditebus di kios pupuk lengkap resmi wilayah masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

15 hari lalu

Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Atase Perdagangan RI di Canberra berupaya mendorong para pelaku usaha produk pertanian Indonesia memasuki pasar Australia.

Baca Selengkapnya

Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

26 hari lalu

Erupsi Marapi Rusak Ribuan Hektare Lahan Pertanian

Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat telah merusak hingga ribuan hektare lahan pertanian di sekitar wilayah tersebut.

Baca Selengkapnya

Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

37 hari lalu

Google Manfaatkan AI untuk Dukung Produktivitas Pertanian, Diklaim Sukses di India

Google berupaya untuk mengimplementasikan teknologi Google AI AnthroKrishi ini untuk skala global, termasuk Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

40 hari lalu

Jokowi Resmikan Rehabilitasi Bendungan dan Irigasi Gumbasa, Nilainya Mencapai Rp 1,25 Triliun

Jokowi pada hari ini meresmikan bendungan dan daerah irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulteng yang telah direhabilitasi dan direkonstruksi.

Baca Selengkapnya